Distribusi Beras Dimasifkan, Realisasi Tanam Padi Dipercepat
Dengan sejumlah upaya dan perkiraan surplus beras pada Maret 2024, harga beras diperkirakan mulai turun pada Maret 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Harga beras kian melambung lantaran produksi dan stok bahan pangan pokok itu masih terbatas. Untuk mengatasinya, cadangan beras pemerintah dan gerakan pangan murah terus digelontorkan secara masif berbarengan dengan percepatan tanam padi di 2,6 juta hektar sawah yang masih bera.
Dengan sejumlah upaya itu serta perkiraan surplus beras dan peningkatan produksi padi pada Maret 2024, harga beras diperkirakan mulai turun pada Maret 2024. Untuk itu, Kementerian Pertanian (Kementan) diminta dapat benar-benar merealisasikan percepatan tanam dan surplus produksi padi tersebut.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) secara hibrida di Jakarta, Senin (19/2/2024). Rapat yang dipimpin Inspektur Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir itu dihadiri perwakilan pemerintah daerah dan kementerian/lembaga terkait pangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga rerata nasional beras medium pada pekan ketiga Februari 2024 mencapai Rp 14.380 per kg, naik 5,92 persen dibandingkan Januari 2024. Kenaikan harga beras itu terjadi di 179 kabupaten/kota dan 20 persen di antaranya harga beras lebih tinggi dari harga rerata nasional.
Kenaikan harga beras itu terutama disebabkan penurunan produksi padi akibat dampak El Nino. Hal itu terindikasi dari penurunan produksi beras dan masih banyak lahan pertanian yang bera atau masih dalam masa pengairan atau pengolahan.
Baca juga: Limbung Beras
Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mencontohkan, produksi beras pada Maret 2024 diperkirakan sebesar 3,51 juta ton. Volume produksi itu lebih rendah dari realisasi produksi beras pada Maret 2023 yang mencapai 5,13 juta ton.
”Hal itu menyebabkan surplus beras pada Maret tahun ini (970.000 ton) lebih rendah dibandingkan Maret tahun lalu (2,59 juta ton),” kata Pudji.
Kementan menargetkan menanam padi seluas 2 juta hektar. Namun, realisasinya hingga pertengahan bulan baru 576.000 hektar.
Direktur Serealia Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan Mohammad Ismail Wahab juga mengungkapkan, per Februari 2024, Kementan menargetkan menanam padi seluas 2 juta hektar. Namun, realisasinya hingga pertengahan bulan baru 576.000 hektar.
Padahal, berdasarkan citra satelit, masih ada sekitar 2 juta hektar lahan pertanian yang bera dan 670.000 hektar sawah yang tengah diairi dan diolah untuk ditanami padi. Kalau hal itu didiamkan saja, pencapaian produksi padi dalam kondisi normal tidak akan terkejar.
Baca juga: Potensi Surplus Beras Dihantui Risiko Banjir dan Bera
Upaya mengatasi
Kementan, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Perum Bulog berupaya mengatasi persoalan perberasan itu dalam jangka pendek. Hal itu mulai dari mempercepat tanam padi dan impor beras, memasifkan penyaluran cadangan beras pemerintah (CBP), dan menjaga potensi panen Maret 2024.
Menurut Ismail, potensi panen padi pada Maret 2024 perlu dijaga untuk menambah stok beras di dalam negeri. Meski tidak setinggi Maret tahun lalu, panen pada Maret tahun ini akan berdampak terhadap penurunan harga beras.
Pada Maret 2024, produksi gabah kering giling (GKG) diperkirakan 6,1 juta ton atau turun 2,82 juta ton dari produksi Maret 2023 yang sebanyak 8,92 juta ton. Namun, produksi GKG tersebut lebih tinggi dari produksi Januari dan Februari 2024 yang masing-masing 1,58 juta ton dan 2,42 juta ton.
Kementan, lanjut Ismail, juga akan bekerja sama dengan pemerintah daerah dan kelompok tani di berbagai daerah untuk mempercepat realisasi tanam pada Februari-Maret 2024. Percepatan tanam itu menyasar 2,6 juta hektar lahan yang masih bera dan dalam tahap pengolahan.
”Kami akan mempercepat bantuan benih gratis untuk percepatan tanam padi di lahan seluas 2 juta hektar tersebut. Percepatan tanam itu akan dibarengi dengan percepatan distribusi pupuk bersubsidi yang telah ditambah anggarannya pada tahun ini sebesar Rp 14 triliun,” ujarnya.
Baca juga: Banjir Saat Defisit Beras Picu Harga Gabah Makin Tinggi
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa juga memperkirakan harga beras akan turun pada Maret 2023 seiring dengan potensi surplus beras di bulan tersebut. Agar kenaikan harga beras dapat lebih ditekan, Bapanas menggulirkan sejumlah langkah.
Pertama, memasifkan distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke pasar ritel modern, serta pasar induk beras dan pasar-pasar tradisional. Total realisasinya per 18 Februari 2024 sudah mencapai 265.398 ton.
Kedua, mengalihkan CBP komersial yang dikelola Bulog sebanyak 200.000 ton untuk menstabilkan harga beras premium. Dari jumlah itu, sebanyak 50.000 ton akan disalurkan ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, dan 150.000 ton ke penggilingan padi.
”PIBC diharapkan dapat menyalurkannya ke pasar ritel modern. Sementara penggilingan beras dapat mencampur beras Bulog itu dengan beras produksi sendiri yang harganya tinggi sehingga harga beras premium bisa turun,” kata Ketut.
Baca juga: Harga Beras di Kupang Rp 17.000 Per Kilogram, Warga Terpaksa Beli Beras Kotor
Ketiga, Bapanas telah meminta 514 pemerintah kabupaten/kota akan memasifkan gerakan pangan murah menggunakan anggaran dekonsentrasi. Setiap pemerintah daerah akan menggelar gerakan pangan murah minimal dua kali selama Ramadhan.
Keempat, Bapanas dan Bulog juga akan mengoptimalkan penyaluran bantuan beras 10 kg per keluarga per bulan bagi 22 juta keluarga berpenghasilan rendah. Total penyaluran 1,49 juta ton pada tahap I (Januari-Maret 2024) sudah terealisasi sebanyak 194.408 ton.
PIBC diharapkan dapat menyalurkannya ke pasar ritel modern. Sementara penggilingan beras dapat mencampur beras Bulog itu dengan beras produksi sendiri yang harganya tinggi sehingga harga beras premium bisa turun.
Kepala Divisi Pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah Perum Bulog Cahyaningtiyas Rispinatri menambahkan, stok CBP yang dikelola Bulog masih cukup meskipun digunakan untuk program SPHP, gerakan pangan murah, dan bantuan beras. Per 18 Februari 2024, stok CBP yang didominasi beras impor itu sebanyak 1,45 juta ton dan tersedia di berbagai pusat distribusi Bulog di seluruh Indonesia.
Impor beras dari penugasan tahun ini yang sebanyak 2 juta ton, per 18 Februari 2024 sudah terealisasi 507.772 juta ton. Saat ini, pengadaan beras dari luar negeri juga terus berjalan seiring penyaluran SPHP, gerakan pangan murah, dan bantuan beras.
”Penyerapan gabah dan beras di dalam negeri juga masih belum memungkinkan kami lakukan lantaran harganya masih tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, stok CBP yang dikelola Bulog juga dapat disalurkan ke pasar ritel modern. Hal itu lantaran CBP tersebut termasuk beras premium dengan patahan bulir 5 persen.
Baca juga: Atasi Kelangkaan, Bulog Longgarkan Suplai ke Pedagang
Dalam rapat itu, Tomsi Tohir berharap agar setiap pemerintah daerah dan Kementan benar-benar mempercepat tanam padi dan potensi produksi beras berbarengan dengan penyaluran CBP. Ia juga meminta mereka agar tidak menyalahkan perubahan iklim yang menghambat produksi beras nasional tahun ini.
”Percepatan tanam jangan sekadar imbauan, tetapi harus ada tindakan dan bantuan-bantuan lain, seperti benih, pupuk, serta sarana-prasarana untuk mengatasi persoalan banjir atau kekurangan air di areal persawahan,” katanya.
Baca juga: Jika Skenario Berjalan, Surplus Beras Capai 10,46 Juta Ton Tahun Ini