Limbung Beras
Dengan stok beras awal tahun sebesar 7,3 juta ton berdasarkan Prognosa Neraca Pangan 2024, limbung beras justru terjadi.
Harga beras semakin tinggi. Pasar beras premium mulai tak terisi. Kala paceklik terjadi, banjir justru menghampiri. Kini, limbung beras tengah terjadi. Akankah bisa terhenti?
Dalam setahun terakhir, harga beras medium naik 15,21 persen. Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) menunjukkan, per 13 Februari 2024, harga rata-rata nasional beras medium Rp 13.870 per kilogram (kg), lebih tinggi dari harga rerata Februari 2023 senilai Rp 11.760 per kg.
Begitu juga beras premium, harga rerata nasionalnya naik 15,34 persen secara tahunan dari Rp 13.410 per kg menjadi 15.840 per kg.
Baca juga: Beras Picu Inflasi Selama Enam Bulan Berturut-turut
Selama enam bulan berturut-turut, Agustus 2023-Januari 2024, kenaikan harga beras telah memicu inflasi. Tingkat inflasi bulanan beras pada Agustus 2023 sebesar 1,43 persen. Pada September 2023, inflasi bulanan beras berada di level tertinggi, yakni 5,61 persen.
Pada Oktober, November, dan Desember 2023, tingkat inflasinya turun masing-masing menjadi 1,72 persen, 0,43 persen, dan 0,48 persen. Kemudian pada Januari 2024, tingkat inflasi bulanan beras kembali naik menjadi 0,64 persen.
Hal itu terjadi lantaran produksi beras nasional turun sekitar 650.000 ton dari 31,54 juta ton pada 2022 menjadi 30,89 juta ton pada 2023. Penurunan produksi itu membuat neraca produksi dan konsumsi beras di luar impor dan ekspor beras pada 2023 hanya surplus 270.000 ton.
Pada Januari-Februari 2024, Badan Pusat Statistik juga menyebutkan bakal terjadi defisit beras sebesar 2,83 juta ton. Neraca beras baru akan surplus mulai Maret 2024, diperkirakan sebesar 970.000 ton. Namun, surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Maret 2023 yang mencapai 2,59 juta ton.
Perubahan cuaca, terutama fenomena El Nino yang berkepanjangan, menjadi biang keladinya. Hal itu juga membuat musim tanam I berikut panen raya padi mundur. Masa paceklik beras juga kian panjang.
Baca juga: Banjir Saat Defisit Beras Picu Harga Gabah Makin Tinggi
Pada periode 2022/2023, masa paceklik beras berlangsung selama enam bulan, yakni Agustus 2022-Januari 2023. Adapun pada periode 2023/2024, masa paceklik tersebut terjadi selama delapan bulan, yakni Juli 2023-Februari 2024.
Saat neraca produksi-konsumsi beras mengalami defisit, banjir justru melanda sejumlah daerah di Indonesia. Pada 5-13 Februari 2024, misalnya, banjir melanda Kabupaten Demak, Kudus, dan Grobogan, Jawa Tengah. Kementerian Pertanian mencatat, banjir di tiga daerah itu melanda 7.026 hektar lahan pertanian yang didominasi areal persawahan.
Banjir tersebut memengaruhi psikologi pasar perberasan nasional sehingga harga beras kian melambung. Tak hanya harga naik, masyarakat juga mulai kesulitan mendapatkan beras premium di sejumlah minimarket dan swalayan atau pasar ritel modern dalam beberapa hari terakhir ini.
Untungnya, masyarakat masih bisa memperoleh beras di pasar tradisional atau warung-warung yang menjual kebutuhan pokok. Sebanyak 22 juta keluarga berpenghasilan rendah juga tak perlu membeli beras terlalu banyak karena mendapatkan bantuan beras sebanyak 10 kg per keluarga.
Baca juga: El Nino dan Kisah Sepiring Nasi Petani
Sebenarnya, jika mengacu pada Prognosa Neraca Pangan Nasional Periode Januari-Desember 2024 Bapanas, gejolak pasar perberasan itu dapat diredam. Dalam prognosa disebutkan, stok akhir tahun lalu yang dijadikan stok awal tahun ini sebanyak 7,3 juta ton. Stok tersebut tersebar di petani, penggilingan, pedagang, peritel, Perum Bulog, ID Food, dan rumah tangga.
Dengan kebutuhan rerata bulanan beras 2,6 juta ton, stok awal tahun yang sebesar 7,3 juta ton itu bisa untuk memenuhi kebutuhan selama hampir tiga bulan. Namun, faktanya, sejumlah penggilingan padi justru kekurangan bahan baku. Konsekuensinya, Bulog harus memasok beras sebanyak 200.000 ton pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini.
Rumah tangga tani juga banyak yang tergiur dengan harga gabah yang tinggi, sehingga tak banyak gabah yang disimpan. Saat stok gabah habis, mereka akhirnya juga membeli beras yang harganya tengah naik.
Pemerintah juga merencanakan mengimpor beras sebanyak 2,44 juta ton pada tahun ini. Bahkan, Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, terus diguyur beras Bulog agar stok beras berada di atas batas aman, yakni 30.000 ton.
Lalu, di mana stok beras awal tahun sebanyak 7,3 juta ton itu? Hanya sekadar angka atau penghitungan sematakah?
Baca juga: Jika Skenario Berjalan, Surplus Beras Capai 10,46 Juta Ton Tahun Ini
Dalam Prognosa Neraca Pangan, Bapanas bahkan memperkirakan produksi beras nasional sepanjang tahun ini sebanyak 31,93 juta ton. Angka tersebut lebih tinggi dari realisasi produksi beras pada 2022 dan 2023.
Berdasarkan angka stok awal tahun, produksi beras, impor beras, dan kebutuhan beras setahun yang sebanyak 31,21 juta ton, Indonesia diperkirakan akar surplus beras 10,46 juta ton. Bapanas menekankan, surplus sebesar itu bisa terealisasi jika semua skenario tersebut berjalan baik (Kompas, 12/2/2024). Sekali lagi, jika semua skenario itu berjalan baik.
Namun, kondisi cuaca yang berbeda-beda di setiap daerah berpotensi menyebabkan gagal panen dan gangguan tanam padi. Apalagi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperkirakan musim hujan pada tahun ini berlangsung pendek, yakni Januari-Maret.
Dalam kondisi normal, musim hujan terjadi pada November-Maret. Pada April 2024, angin monsun timuran dari Australia akan mulai eksis kembali. Sementara El Nino diprediksi masih berlangsung hingga Mei 2024.
Musim hujan pada tahun ini diperkirakan berlangsung pendek, yakni Januari-Maret. Dalam kondisi normal, musim hujan terjadi pada November-Maret.
Kantor Staf Presiden juga telah mendata, pada Februari 2024, terdapat 19 daerah yang berisiko tinggi mengalami gangguan tanam dan 50 daerah yang berisiko tinggi gagal panen akibat perubahan cuaca. Gangguan itu bisa berupa akibat banjir, curah hujan yang masih minim, serta kadar air gabah yang tinggi akibat curah dan frekuensi hujan yang tinggi.
Banjir juga sudah melanda sejumlah daerah di Indonesia pada Januari-medio Februari 2024. Di sisi lain, masih ada daerah-daerah yang sawahnya masih bera atau belum ditanami padi lantaran curah hujan masih minim.
Baca juga:
Akankah limbung beras akan terhenti dan tidak berkepanjangan hingga akhir tahun ini? Jawabannya adalah jika semua skenario dalam Prognosa Neraca Pangan 2024 berjalan baik, limbung beras bisa terhenti.
Menjaga produksi beras dalam negeri di tengah tantangan perubahan cuaca menjadi kunci utama. Cadangan beras pemerintah di Bulog juga perlu diperkuat. Untuk jangka pendek, segera redam kenaikan harga beras sebelum melambung lebih tinggi pada masa Ramadhan-Lebaran nanti.