Bansos ”Digoreng” Dadakan, Uangnya dari Mana?
Di tengah ketidakpastian sumber anggaran bansos dadakan Jokowi, kementerian diminta saweran 5 persen.
Keputusan pemerintah menggelontorkan bantuan tunai langsung (BLT) Mitigasi Risiko Pangan pada Februari 2024 menjelang hari pemungutan suara dinilai menunjukkan tata kelola kas negara yang tidak sehat. Apalagi, program bantuan sosial baru itu sampai sekarang belum jelas asal-usul sumber anggarannya.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN) 2024 sebenarnya sudah menganggarkan sejumlah program bantuan sosial rutin yang selama ini dikucurkan pemerintah. Total anggaran yang dialokasikan dalam UU APBN untuk kebutuhan perlindungan sosial mencapai Rp 496,8 triliun.
Akan tetapi, dalam rincian bansos yang sudah dianggarkan dalam UU APBN 2024, tidak ada nomenklatur bansos berupa BLT Mitigasi Risiko pangan atau BLT Pangan.
Baca juga: Jor-joran Bansos, Saat Uang Rakyat Dipolitisasi
Bansos yang sudah dianggarkan adalah program rutin yang selama ini disalurkan pemerintah, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), Program Kartu Sembako untuk 18,8 juta KPM, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa untuk 2,96 juta KPM.
Ketidakpastian tentang sumber dana untuk penerapan BLT Pangan itu sebelumnya disampaikan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu. Menurut dia, pemerintah masih akan mencari anggaran untuk membiayai program BLT Pangan itu.
”Sebagian besar (anggaran bansos) sudah ada di APBN, tetapi ini ada beberapa perubahan yang sifatnya mungkin merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global. Ini tentu akan kami carikan (anggarannya). Kalau ada kebutuhan yang butuh intervensi, APBN siap,” kata Febrio, Senin (29/1/2024).
Belum dianggarkan
Di tengah tanda tanya seputar anggaran bansos BLT Pangan itu, Kementerian Keuangan mengeluarkan surat edaran Nomor S-1082/MK.02/2023 pada 29 Desember 2023 yang bersifat sangat segera.
Surat berperihal Automatic Adjustment Belanja Kementerian/Lembaga TA 2024 itu ditujukan ke semua menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta kepala lembaga pemerintahan nonkementerian/lembaga dan pimpinan kesekretariatan lembaga negara.
Isi surat itu menyatakan bahwa sesuai arahan Presiden Joko Widodo, kebijakan automatic adjusment atau pemotongan anggaran dianggap perlu dilanjutkan dalam pelaksanaan APBN 2024. Alasannya adalah mempertimbangkan kondisi geopolitik global. Target pemotongan anggaran belanja kementerian dan lembaga yang ditetapkan untuk tahun ini Rp 50,14 triliun.
Target pemotongan anggaran belanja kementerian dan lembaga yang ditetapkan untuk tahun ini Rp 50,14 triliun.
Automatic adjusment adalah kebijakan pemblokiran sejumlah anggaran kementerian dan lembaga (K/L) untuk direalokasikan menjadi dana cadangan. Setiap K/L diminta memilah anggaran belanja yang bukan prioritas untuk disisihkan sebagai dana cadangan. Kebijakan ini sudah dimulai sejak 2022. Saat itu, ada urgensi pembiayaan belanja pemerintah selama pandemi Covid-19.
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Deni Surjantoro, Jumat (2/2/2024), mengatakan, setiap K/L terkena pemotongan anggaran sesuai pos anggarannya masing-masing. Besarnya adalah 5 persen dari total pagu belanja setiap K/L.
Kondisi geopolitik global yang dinamis, Deni menambahkan, berpotensi memengaruhi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada antisipasi potensi yang dapat terjadi pada 2024. ”Kebijakan ini salah satu metode untuk merespons dinamika global dan telah terbukti ampuh untuk menjaga ketahanan APBN, seperti pada 2022 dan 2023,” kata Deni.
APBN tidak sehat
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, berpendapat, utak-atik anggaran negara untuk bansos yang tidak mendesak itu berpotensi membuat pengelolaan APBN tidak sehat dan tidak transparan. Selain itu, program bansos baru yang muncul tiba-tiba tanpa perencanaan juga membuat penyalurannya tidak efektif. Potensi salah sasarannya pun akan lebih besar daripada biasanya.
”Untuk bansos yang sudah direncanakan saja masih bisa adaexclusion dan inclusion error. Ini bisa dipertanyakan efisiensi penggunaan anggarannya karena anggaran untuk ini masih harus dicari-cari dan dipotong dulu dari K/L lain. Ini, kan, tidak tepat dan tidak patut,” ujarnya.
Baca juga: Bansos, Dari Bantuan Negara Hingga Politisasi
Fithra juga menyoroti momentum keluarnya bansos BLT Pangan di tengah situasi yang tidak mendesak. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang masih bisa dijustifikasi karena ada urgensi pandemi dan kondisi ketidakpastian global yang tinggi.
”Kalau ada yang genting bisa dikeluarkan dana yang sifatnya taktis di luar perencanaan atau kalau ada kemarau panjang yang membuat harga-harga pangan meningkat. Tetapi, ini tidak terjadi. Inflasi tahun 2023 terendah dalam 20 tahun terakhir. Inflasi Januari 2024 terbaru juga masih salah satu yang terendah dalam beberapa tahun ini,” katanya.
Kebijakan pemotongan anggaran Fithra nilai juga tidak tepat karena bisa memotong anggaran dari K/L yang mungkin lebih produktif dan sudah direncanakan sebelumnya dalam APBN 2024. “Tiba-tiba dipotong karena ada kebutuhan ’mendesak’ di awal tahun. Padahal, definisi mendesaknya apa? Apa memang mendesak sehingga harus dikeluarkan bansos awal tahun?” ujar Fithra.
Sementara itu, di tengah heboh bansos dan kabar akan mundur, Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (2/2/2024) pukul 14.30. Namun, kali ini Sri Mulyani lewat ”jalur khusus”.
Setiap mobil yang membawa tamu Presiden ke Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, termasuk menteri, selalu lewat Jalan Veteran III dan masuk ke halaman Istana. Setelah mobil berhenti dan parkir di halaman, tamu turun dan berjalan masuk melalui gerbang di samping Istana Negara atau Pintu 6.
Lazimnya, tamu Presiden hanya bisa lewat jalur khusus itu atas permintaan Presiden, bukan inisiatif tamu.
Kali ini, mobil yang membawa Sri Mulyani tidak lewat jalur tamu yang lazim itu. Mobil berplat RI 26 itu masuk lewat pintu 5 di sekitar Wisma Negara. Lazimnya, tamu Presiden hanya bisa lewat jalur khusus itu atas permintaan Presiden, bukan inisiatif tamu. Selama ini, tamu-tamu yang diundang Presiden untuk pertemuan khusus yang biasanya diminta lewat ”jalur khusus” ini.
Wartawan dilarang beredar di sekitar jalur ini. Dengan demikian, wartawan hanya bisa memantau dari jarak tertentu, tak jauh dari jalur tamu-tamu umum. Selain identifikasi plat nomor RI 26, kepastian Sri Mulyani ke Istana bertemu Presiden dikonfirmasi salah seorang stafnya yang mengantar.
Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana juga mengonfirmasinya. ”Memang betul, hari ini pukul 14.30 Bu Sri Mulyani diterima Pak Presiden untuk membicarakan hal-hal terkait pelaksanaan APBN," ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta.
Ari sekaligus membantah isu Sri Mulyani akan mengundurkan diri. Pembahasan dalam pertemuan terkait APBN karena APBN 2024 sudah mulai dilaksanakan.
Ari menambahkan, Sri Mulyani melalui pintu yang tidak biasa dilalui tamu umum karena wartawan sudah menunggu di pilar depan pintu 6. ”Kalian nunggu makanya, kan. Kan, pintu Istana tidak satu, bisa lewat depan, lewat samping, kan, terserah Bu Sri Mulyani mau lewat mana,” ujarnya.
Sepanjang Jumat, selain Sri Mulyani, Presiden Jokowi memanggil beberapa menteri terkait tugasnya, seperti Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia Arifin Tasrif, serta Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.