Alasan Keseimbangan Hidup dan Gaji, Banyak Pekerja Cari Pekerjaan Baru
Sebanyak 85 persen dari 1.004 orang responden pekerja di Indonesia mengaku masih ingin mencari pekerjaan baru pada 2024.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja tetap berusaha mencari pekerjaan baru pada tahun 2024. Akan tetapi, di antara mereka merasa kesulitan tembus lamaran dan mencocokkan keterampilan dengan kriteria yang dipersyaratkan perusahaan.
Berdasarkan laporan survei LinkedIn dan Cencuswide yang dirilis baru-baru ini, 85 persen dari 1.004 orang responden pekerja di Indonesia mengaku masih ingin mencari pekerjaan baru pada 2024 walaupun tahun ini dibayang-bayangi isu ketidakpastian ekonomi. Motivasi utamanya, 42 persen responden menyatakan mereka membutuhkan pekerjaan yang bisa membantu menyeimbangkan antara kehidupan bekerja dan pribadi, dan sebanyak 32 persen responden menyatakan mereka membutuhkan kenaikan pendapatan.
Responden disurvei secara daring pada 24 November- 15 Desember 2023. Mayoritas mereka berusia 18–42 tahun. Lebih dari setengah responden bekerja di level manajer, sisanya adalah karyawan biasa dan direktur.
Adapun lama bekerja responden bervariasi. Sebanyak 294 orang responden bekerja lebih dari 7 tahun, 280 orang bekerja 3–4 tahun, 186 orang bekerja 1–2 tahun, 156 orang bekerja 5–6 tahun, dan 88 orang bekerja kurang dari 1 tahun.
Sementara asal industri responden dari manufaktur dan utilitas; keuangan; serta teknologi informasi dan telekomunikasi. Lokasi responden terbanyak ada di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Walaupun mau mencari pekerjaan baru, pekerja merasa saat ini mencari kerja tidak mudah. Sebanyak 47 persen responden menyatakan mencari pekerjaan adalah proses yang cukup sulit. Sebanyak 46 persen menyatakan tidak mendapat respons dari perekrut seusai memasukkan lamaran kerja. Lalu, 30 persen mengaku hal tersulit dalam mencari kerja adalah tidak yakin bagaimana mencocokkan keterampilan mereka dengan pekerjaan yang diinginkan.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Senin (22/1/2024), di Jakarta, mengatakan, sejak pandemi Covid-19 hingga saat ini, mencari pekerjaan baru relatif sulit. Apabila ada pembukaan lowongan kerja baru, jumlahnya tidak sebanding dengan pencari kerja.
”Saat ini memang marak pemutusan hubungan kerja (PHK), tetapi perusahaan tidak serta-merta mau merekrut tenaga baru sebab ada faktor penghematan biaya. Lalu, ada kecenderungan perekrutan berbasis relasi,” ujarnya.
Selain itu, menurut Timboel, isu ketidakpastian ekonomi semakin berkorelasi dengan ketidakpastian hubungan kerja. Pola bekerja kontrak diperkirakan semakin naik. Cara menyikapinya tergantung masing-masing individu pekerja.
”Jika ingin tetap bekerja dan hal terpenting memperoleh pendapatan, pekerja bisa memilih menerima tawaran kerja kontrak. Hanya saja, sampai sekarang, masih ada pekerja butuh tambahan pendapatan tetapi gengsi kerja kontrak sehingga kelompok pekerja seperti ini yang mungkin susah mencari kecocokan pekerjaan,” ujarnya.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirah berpendapat, di Indonesia masih ada masalah kurikulum pendidikan yang tidak tersambung dengan persyaratan keterampilan dunia industri. Masalah ini belum tuntas sampai sekarang. Akibatnya, sejumlah lulusan sekolah menengah atas, kejuruan, dan pendidikan tinggi susah terserap pasar kerja formal.
Pada saat bersamaan, Mirah mengamati, kualifikasi yang tertera di sejumlah lowongan kerja ada yang terlalu tinggi. Sebagai contoh, kriteria mencari tenaga kerja terampil, berpengalaman, tetapi dibatasi usia tertentu. Contoh seperti ini menyebabkan pekerja dengan masa kerja di bawah dua tahun atau entry level susah diterima.
Kualifikasi
Sementara itu, Founder dan Managing Director Headhunter Indonesia Haryo Suryosumarto mengatakan, 90 persen pelamar yang melamar pekerjaan tidak memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan oleh perusahaan. Fenomena ini sudah lama terjadi.
”Apabila sampai sekarang masih ada fenomena pekerja kesulitan mencocokkan keterampilan yang dimiliki dengan persyaratan lowongan kerja, itu berarti masih ada pekerja belum memahami dirinya sendiri. Sebelum melamar pekerjaan, kami selalu mendorong agar mereka memahami kualifikasi keterampilan dan pengetahuan mereka terlebih dulu,” kata Haryo.
Praktisi dan kreator sumber daya manusia (human resources) Vina Muliana mempunyai pandangan senada. Bagi human resources pada umumnya, untuk menempatkan seseorang mengisi sebuah posisi tertentu, orang tersebut harus memiliki profil yang sukses. Profil yang sukses diketahui dari ilmu yang dia peroleh, pengalaman yang sudah dijalani, kompetensi, serta minat dan motivasi terkait dengan pekerjaan yang dilamar.
Mengidentifikasi profil tersebut tidak mudah. Apalagi, sesuai pengamatan Vina, banyak pelamar merasa mempunyai minat dan motivasi saja sudah cukup. Padahal, kenyataannya, perusahaan meminta lebih.
Oleh karena itu, kendati mencari pekerjaan baru karena butuh pendapatan yang lebih tinggi, pekerja tetap harus lebih spesifik memilih posisi. Sebelum melamar, dia menyarankan agar kandidat mencoba mengidentifikasi persyaratan terlebih dulu dan jangan sampai klik semua posisi lowongan pekerjaan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2023 sebanyak 147,71 juta orang, naik 3,99 juta orang dibanding Agustus 2022. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) naik sebesar 0,85 persen poin dibanding Agustus 2022. Lalu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2023 sebesar 5,32 persen, turun sebesar 0,54 persen poin dibanding Agustus 2022.