Larangan Terbang Sementara Bisa Timbulkan Beragam Kerugian
Dalam inspeksi akibat insiden Alaska Airlines, ditemukan baut kendur pada United Airlines dengan tipe pesawat serupa.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Larangan terbang sementara Lion Air untuk mengoperasikan pesawatBoeing 737 Max 9 berisiko makin merugikan maskapai. Namun, demi keselamatan, inspeksi dan koordinasi antarpihak terkait terus dilakukan.
Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan (Apjapi) Alvin Lie mengemukakan, pesawat Lion Air Boeing 737 Max 9 berstatus sewa (leased). Imbas penghentian operasi sementara, sejumlah kerugian ditanggung maskapai.
Sejumlah aspek yang dimaksud adalah biaya sewa, ketidakproduktifan pesawat, dan pembayaran sewa parkir pesawat. Perawatan pesawat ketika diparkir dalam jangka panjang untuk kemudian direaktivasi kembali membutuhkan biaya pula.
”Pesawat yang diparkir jangka panjang harus dikeringkan semua minyak. Bagian eksterior yang mengandung karet juga harus dilindungi agar tidak getas terpapar sinar matahari. Lubang-lubang harus ditutup agar tidak kemasukan serangga dan berdebu,” ujar Alvin saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Ketika dikonfirmasi terkait risiko kerugian yang harus ditanggung, pihak Lion Air enggan mengungkap aspek-aspek yang dirugikan. Hal ini berlaku pula untuk besaran kerugiannya.
”Data tersebut belum bisa disampaikan dan tidak dapat berspekulasi,” kata Corporate Communications Strategic of Lion Air Danang Mandala Prihantoro.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) M Kristi Endah Murni memutuskan memberhentikan pengoperasian sementara (temporary grounded) pesawat Boeing 737 Max 9. Ketetapan ini berlaku sejak Sabtu (6/11/2024) hingga waktu yang tak ditentukan sembari menanti perkembangan lebih lanjut.
Keputusan ini diambil setelah Kemenhub berkoordinasi dengan pihak Badan Penerbangan Federal (FAA) Amerika Serikat Regional Pasifik bersama Boeing, dan Lion Air. Seluruh pengoperasian pesawat jenis Boeing 737 Max 9 di Indonesia dengan berpintu darurat tengah (mid exit door plug) akan diinspeksi lebih lanjut. Meski tipe pintu pesawat Alaska Airlines yang mengalami kecelakaan berbeda dengan Lion Air, Pemerintah Indonesia tetap mengambil langkah preventif.
Rentetan kejadian ini bermula ketika pesawat Alaska Airlines Boeing 737 Max 9 mendarat darurat di Portland, Oregon, AS, Jumat (5/1/2024). Pendaratan hanya berselang 20 menit setelah lepas landas. Penerbangan bernomor 1282 itu mengangkut 171 penumpang dan enam awak kabin menuju Ontario, California, AS.
Saat insiden terjadi, para penumpang melaporkan bahwa mereka mendengar suara kencang hingga menyadari terdapat panel kabin pesawat (fuselage) yang terlepas ketika mengudara. Pesawat terpaksa kembali ke Portland dengan lubang seukuran pintu pada badan pesawat. Tak ada penumpang yang terluka parah akibat kejadian ini.
Efek insiden pendaratan darurat ini, FAA memerintahkan sejumlah maskapai melarang penggunaan pesawat Max-9 hingga tuntas diperiksa. Setidaknya 171 pesawat Alaska Airlines, United Airlines, dan maskapai lain terdampak aturan ini, seperti dikutip The New York Times.
Temuan baut kendur
Menurut keterangan terakhir, United Airlines menemukan sejumlah baut yang kendur pada pintu pesawatnya, seperti yang terjadi pada Alaska Airlines. Isu yang sama ditemukan pada lima pesawat.
”Sejak awal mula inspeksi, telah ditemukan masalah berkaitan dengan instalasi pada pintu pesawat (door plug), sebagai contoh baut-baut yang butuh dikencangkan lagi,” ujar Erin, perwakilan United Airlines, seperti dikutip The Verge.
Saat ini temuan-temuan itu telah diikoordinasikan dengan para teknisinya untuk diperbaiki dan dikembalikan pada pihak terkait agar diservis. United Airlines memiliki 79 armada Boeing 737 Max 9 dengan 200 penerbangan dan telah dibatalkan hingga Senin (8/1/2024).
Direktur Hubungan Media Boeing Jessica Kowal mengatakan, perusahaannya berkomitmen memastikan setiap pesawat Boeing sesuai dengan spesifikasi desain. Pihaknya menyesali dampak yang dirasakan pelanggan beserta penumpang-penumpangnya.
Melansir Los Angeles Times, Boeing tak membuka daftar pelanggannya. Namun, Alaska Airlines memiliki 65 armada Boeing 737 Max 9. Angka itu setara dengan 21 persen dari total seluruh armada yang dipunyainya. Situs Aviasi Flightradar24 menyebut tiga maskapai lainnya juga mengoperasikan Max 9 dengan door plugs, yakni Copa Airlines, Aeromexico, dan Turkish Airlines.
Sebelumnya, Boeing 737 Max 8 mengalami masalah pada sistem kendali penerbangan otomatisnya. Akibatnya, kecelakaan pada dua pesawat dari maskapai yang berbeda tak terelakkan. Pertama, kecelakaan terjadi pada pesawat Lion Air di Laut Jawa, Indonesia, yang menewaskan 189 penumpang dan awak pesawat pada 2018.
Pada 2019, kecelakaan serupa terjadi pada Ethiopian Airlines. Seluruh penumpang dan awak pesawat berjumlah 157 orang dinyatakan tewas.
Menanggapi fenomena ini, Alvin mengatakan, kepercayaan masyarakat terganggu pada Boeing. ”Saya tidak mampu bayangkan bagaimana kepercayaan publik bisa pulih terhadap quality control Boeing. Ini murni kecerobohan Boeing, sangat tidak patut,” katanya.