Waspadai Defisit Beras pada Januari-Februari 2024
Indonesia akan mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024. Defisit beras pada Januari 2024 diperkirakan 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 mencapai 1,22 juta ton.
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia akan mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024. Defisit itu berpotensi menyebabkan harga beras naik kembali. Untuk itu, pemerintah perlu mewaspadai dan mengantisipasinya di saat Indonesia mengalami tiga kondisi cuaca yang berbeda pada awal tahun ini.
Hal itu mengemuka dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kementerian Dalam Negeri secara hibrida di Jakarta, Rabu (3/1/2024). Rapat yang dipimpin Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian itu juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widysanti, Rabu (3/1/2024), mengatakan, inflasi beras dari waktu ke waktu terus turun. Tingkat inflasi beras tertinggi terjadi pada September 2023, yakni sebesar 5,61 persen.
Kemudian pada Desember 2023, tingkat inflasi beras itu turun menjadi 0,28 persen. Hal itu mengindikasikan harga beras relatif terkendali berkat program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang digulirkan pemerintah pusat dan daerah.
Di sisi lain, lanjut Amalia, Indonesia memang masih mengalami surplus beras sebanyak 270.000 ton pada Januari-Desember 2023 meskipun terdampak La Nina dan El Nino. Namun, yang perlu diwaspadai adalah Indonesia bakal mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024.
”Defisit beras pada Januari 2024 diperkirakan sebanyak 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 mencapai 1,22 juta ton. Hal ini perlu diantisipasi agar harga beras tetap terkendali atau tidak naik kembali,” ujarnya.
Defisit beras pada Januari 2024 diperkirakan sebanyak 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 mencapai 1,22 juta ton.
Baca juga: Inflasi 2023 Terendah dalam Dua Dekade Terakhir
Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), per 3 Januari 2023, harga rata-rata nasional beras medium Rp 13.240 per kilogram. Harga bahan pangan pokok itu telah naik sebesar 0,38 persen dibandingkan denganharga pada 31 Desember 2023 yang mencapai Rp 13.190 per kg.
Dampak cuaca
Dalam kesempatan yang sama, Moeldoko dan Direktur Perbenihan Hortikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Inti Pertiwi Nashwari juga menegaskan tentang defisit beras itu. Selain itu, mereka juga menekankan pentingnya mencermati kondisi cuaca di setiap daerah produsen beras untuk mengoptimalkan hasil panenan musim tanam I.
Menurut Moeldoko, panen raya padi pada tahun ini diperkirakan mundur pada April-Mei akibat dampak El Nino tahun lalu. Produksi padi nasional juga diperkirakan turun pada Desember 2023 hingga pertengahan Maret 2024.
”Titik terendah produksi padi nasional terjadi pada Januari dan Februari 2024. Sepanjang dua bulan itu, produksi padi dalam kondisi sangat kritis. Produksi padi diperkirakan baru akan mulai merangkak naik pada pertengahan Maret 2024 hingga mencapai puncaknya pada April 2023,” katanya.
Baca juga: ”Adu Balap” Produksi dan Impor Beras di Tahun Politik
Merujuk informasi Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Moeldoko menuturkan, El Nino di Indonesia memang sudah mulai berakhir atau tidak sekuat pada Juni-Oktober 2023. Kendati begitu, tidak semua daerah di Indonesia mengalami kondisi cuaca yang sama pada awal tahun ini.
Ada daerah yang kondisinya masih kering sehingga belum tanam padi dan ada pula yang sudah mulai basah sehingga bisa tanam padi. Selain itu, ada juga daerah rawan banjir yang curah hujannya berlebihan dan sudah tanam padi.
”Daerah-daerah itu perlu dipetakan berikut luas tanam padi. Antisipasi perlu dilakukan, terutama untuk daerah-daerah dengan curah hujan tinggi. Jangan sampai sudah tanam, tetapi waktu menjelang panen justru kebanjiran,” ujarnya.
Ada daerah yang kondisinya masih kering sehingga belum tanam padi dan ada pula yang sudah mulai basah sehingga bisa tanam padi. Selain itu, ada juga daerah rawan banjir yang curah hujannya berlebihan dan sudah tanam padi.
Adapun Pertiwi meminta pemerintah daerah turut memantau wilayahnya yang akan panen padi pada Januari-Februari 2024, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat. Perum Bulog juga dapat mengoptimalkan serapan gabah atau beras di daerah-daerah tersebut.
Ia juga berharap agar pemerintah daerah menyiapkan sarana dan prasarana pengeringan gabah. Upaya itu diperlukan mengingat frekuensi hujan yang terus meningkat dapat menyebabkan kadar air gabah cukup tinggi.
Berdasarkan Neraca Pangan Bapanas, stok beras pada akhir Desember 2023 sebanyak 7,4 juta ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 3 juta ton merupakan realisasi impor beras. Stok beras itu diperkirakan cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 88 hari atau hingga Maret 2024.
Baca juga: Jalan Terjal Pertanian dan ”Kerja Rodi” Lahan Pangan
Impor beras
Dalam rapat itu juga terungkap cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog sangat sedikit. CBP itu tidak akan mencukupi untuk program SPHP dan bantuan beras bagi keluarga tidak mampu. Namun, Bulog telah mengajukan perpanjangan persetujuan impor (PI) beras untuk menambah CBP tahun ini.
Sekretaris Bapanas Sarwo Edhy mengatakan, saat ini badan usaha pangan milik pemerintah hanya memiliki stok pangan yang sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan bulanan nasional. Per 2 Januari 2024, stok beras Bulog hanya sebanyak 1,36 juta ton atau lebih rendah dari kebutuhan nasional yang sebanyak 2,54 juta ton per bulan.
Kendati nanti akan ada tambahan dari serapan dalam negeri dan impor, CBP pada tahun ini akan digunakan untuk melanjutkan program SPHP dan bantuan beras bagi 22.004.077 keluarga penerima manfaat (KPM). Jumlah KPM itu meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang sebanyak 21,3 juta KPM.
Setiap KPM, lanjut Sarwo, akan menerima 10 kg beras per bulan dalam dua tahap. Penyaluran bantuan beras tahap I akan berlangsung pada Januari-Maret 2024 dan tahap II pada April-Juni 2024.
”Idealnya, pemerintah setidaknya memiliki CBP sebanyak 10 persen dari total produksi beras nasional. Untuk itu, pada tahun ini Bapanas mencoba berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan agar menyediakan dana revolving (dana bergulir tanpa batasan tahun fiskal) untuk memperkuat cadangan pangan pemerintah, termasuk beras,” katanya.
Pada tahun ini, Bapanas mencoba berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan agar menyediakan dana revolving (dana bergulir tanpa batasan tahun fiskal) untuk memperkuat cadangan pangan pemerintah, termasuk beras.
Pada tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan kuota impor beras sebanyak 2 juta ton. Adapun pada tahun lalu, kuota impor beras yang dialokasikan sebanyak 3,5 juta ton.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Bambang Wisnubroto mengatakan, Kemendag telah menerbitkan semua PI beras sebanyak 3,8 juta ton pada 2023. Dari jumlah itu, sebanyak 300.000 ton merupakan kuota impor beras carry over tahun lalu, 2,5 juta ton kuota impor pada awal tahun ini, dan 1,8 juta ton tambahan kuota impor di tahun ini.
”Per 29 Desember 2023, realisasinya baru sebanyak 2,66 juta ton atau 70,11 persen. Untuk sisa PI yang telah diterbitkan tahun lalu, Bulog sudah memperpanjangnya. Oleh karena itu, kami berharap agar Bulog segera merealisasikannya sehingga CBP pemerintah bisa semakin bertambah,” katanya.
Baca juga: Persetujuan Impor Gula dan Beras Bisa Diperpanjang