Presiden Jokowi: Dana Desa Harus Beredar di Desa
Sejak 2015, dana desa yang dikucurkan pemerintah disebut Presiden Joko Widodo telah mencapai Rp 539 triliun.
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menyebut jumlah dana desa yang telah disalurkan sejak 2015 mencapai Rp 539 triliun. Penggunaan dan pengelolaan dana desa ke depan diharapkan semakin memberikan manfaat bagi masyarakat dan memutar perekonomian di daerah. Uang dana desa semestinya berputar di desa.
Saat bertemu para kepala desa se-Kabupaten Banjarnegara yang digelar di Desa Pagak, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (3/1/2024), Presiden Jokowi mencontohkan, dalam membangun infrastruktur desa, bahan-bahan bangunan seharusnya tidak dibeli dari luar daerah. Langkah ini diperlukan guna menjaga perputaran uang di desa.
”Oleh sebab itu, sering saya ucapkan bolak-balik, beli batu batanya lokal di desa atau paling jauh di kecamatan. Jangan diberi anggaran dana desa, misalnya Rp 1,5 miliar, belonjone teng (belanjanya ke) Jakarta. Ketoke luwih (kelihatannya lebih) murah, tapi perputaran uang jadi berpindah dari desa ke Jakarta. Balik lagi uangnya,” kata Presiden Jokowi.
Baca juga: Presiden: Dana Desa untuk Kegiatan Produktif di Pedesaan
Presiden Jokowi pun mengimbau agar kegiatan perekonomian di sebuah desa dapat mendorong peredaran dan perputaran uang di wilayahnya masing-masing. ”Biarkan uang itu beredar (di desa). Meskipun harganya sedikit lebih mahal, tapi uangnya beredar di desa kita,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menegaskan bentuk nyata komitmen pemerintah untuk membangun secara merata hingga ke desa. Hal tersebut dapat dilihat dari dana desa yang telah tersalurkan untuk membangun desa-desa di seluruh Tanah Air.
”Jangan keliru, ini saya beri tahu. Sampai saat ini sudah Rp 539 triliun dana desa yang disalurkan ke desa-desa. (Uang sebanyak) Rp 539 triliun, niku duit kathah sanget lho, uang gede banget, lho,” ujar Presiden Jokowi.
Biarkan uang itu beredar (di desa). Meskipun harganya sedikit lebih mahal, tapi uangnya beredar di desa kita.
Menurut Presiden, jumlah dana desa yang telah disalurkan sejak 2015 tersebut bukanlah angka kecil jika dibandingkan dengan anggaran sejumlah pembangunan proyek lainnya. Sebagai gambaran, total dana desa sebesar Rp 539 triliun tersebut dapat dipakai membangun sekitar 250 bandara ukuran menengah besar atau sekitar 400 bendungan.
”Airport niku, gawe airport sedengan ngoten nggih, itu Rp 2 triliun. Lha niki berarti dadi kiro-kiro 250 airport gede. Bendungan niku Rp 1 triliun, Rp 1,5 triliun, berarti dadi kira-kira 400 bendungan, waduk, kalau dijadikan. Artinya, uang itu gede sekali,” kata mantan Wali Kota Surakarta tersebut.
Baca juga: Membendung Air, Memompa Kesejahteraan
Jalan desa versus jalan tol
Terkait pembangunan jalan, Presiden Jokowi menuturkan bahwa pembangunan jalan desa sudah mencapai 350.000 kilometer. Jalan desa yang telah dibangun di seluruh Tanah Air tersebut jauh lebih panjang dibandingkan dengan pembangunan jalan tol.
”Jalan tol enggak ada apa-apanya, hanya 2.040 kilometer. Jalan desa 350.000 kilometer karena kita memiliki 74.800 desa di seluruh Tanah Air ini. Kalau 1 desa saja 5 kilo (meter), berarti kali 75 (ribu desa) berarti sudah 350.000 (kilometer) jalan desa,” katanya.
Turut mendampingi Presiden Jokowi pada kesempatan tersebut, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Baca juga: Membangun Peradaban di Jalan Bebas Hambatan dari Soekarno, Soeharto, ke Joko Widodo
Selain itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, Penjabat Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana, dan Penjabat Bupati Banjarnegara Tri Harso Widirahmanto.
Sementara itu, pada Rabu sore, Presiden Jokowi di Kabupaten Brebes meresmikan sejumlah jembatan. ”Setelah kemarin di lintas selatan kita resmikan tiga jembatan sebagai pengganti tiga jembatan Callender Hamilton, pada sore hari ini juga, di lintas utara, akan kita resmikan enam jembatan sebagai pengganti jembatan Callender Hamilton yang sudah lebih dari 40 tahun usia layanannya,” ujarnya.
Keenam jembatan tersebut adalah Jembatan Pemali Brebes B dan Jembatan Pedes B di Kabupaten Brebes, Jembatan Kalibanger A di Kota Semarang, Jembatan Wonokerto II A di Kabupaten Demak, Jembatan Juana I A di Kabupaten Pati, dan Jembatan Pang I di Kabupaten Rembang. ”Total biaya konstruksinya Rp 292 miliar dan total investasi Rp 705 miliar,” ujar Presiden Jokowi.
Logistik
Menurut Presiden, jembatan-jembatan tersebut memang sudah tidak layak sehingga harus diganti. ”Karena beban berat yang setiap hari melintas, jembatan-jembatan ini perlu pengganti yang baru. Dengan demikian, bebannya menjadi lebih baik dan mobilitas orang, mobilitas barang, mobilitas logistik itu bisa berjalan dengan cepat di atasnya,” katanya.
Baca juga: Berkelana dari ”Jembatan Emas” Era Bung Karno ke Jembatan Youtefa di Masa Jokowi
CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi dalam rilis catatan awal tahunnya, Rabu, menuturkan, sektor logistik dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melambat pada tahun 2024. Salah satu indikatornya adalah peningkatan kontribusi sektor transportasi dan pergudangan terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik triwulan III-2023, SCI memproyeksikan kontribusi sektor transportasi dan pergudangan tahun 2023 sebesar Rp 1.245 triliun atau tumbuh 14,99 persen. Adapun kontribusi sektor tersebut pada tahun 2024 diproyeksikan sebesar Rp 1.436 triliun atau tumbuh 14,16 persen.
Selain berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, menurut Setijadi, sektor logistik berpotensi meningkatkan pertumbuhan sektor-sektor lainnya dengan peningkatan efektivitas dan efisiensi melalui pengembangan teknologi, proses, serta kompetensi sumber daya manusia. Selain itu, juga melalui kolaborasi dan sinergi, baik antarpara penyedia jasa logistik maupun antara penyedia jasa logistik dan pemilik barang.
Baca juga: Saat Percepatan Infrastruktur Versus Paradoks Penurunan Kinerja Logistik
SCI memperkirakan industri utama sektor logistik tahun 2024 mencakup industri pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan, dan konstruksi. Pada industri pengolahan nonmigas, potensi logistik terbesar pada industri makanan dan minuman, diikuti industri otomotif, industri kimia dan farmasi, industri barang logam, serta industri tekstil.
Untuk berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan perekonomian nasional 2024, penyedia jasa logistik dapat berperan meningkatkan efisiensi penanganan logistik komoditas industri utama itu ataupun komoditas-komoditas lain yang potensial tetapi terkendala sistem logistiknya dan membutuhkan pengembangan rantai pasok secara end-to-end.
”Peran pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas logistik, terutama dalam upaya pengembangan sistem transportasi multimoda. Selain itu, dibutuhkan dukungan regulasi dan birokrasi serta insentif fiskal dan nonfiskal,” ujar Setijadi.