Membendung Air, Memompa Kesejahteraan
Selama 2015-2021 sudah 29 bendungan selesai dibangun. Namun, ada saja yang belum dilengkapi irigasi. Presiden Jokowi mengingatkan agar bendungan disambungkan dengan jaringan irigasi sehingga dapat bermanfaat bagi petani.
Presiden Joko Widodo memutar tuas pintu air Bendungan Karalloe. Pintu air membuka dan air deras mengisi bendungan di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Pembukaan pintu air itu menandai peresmian bendungan yang berfungsi sebagai pengendali banjir dan penyedia air irigasi ini. Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga menandatangani prasasti peresmian didampingi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman.
Bendungan Karalloe yang berkapasitas 40,53 juta meter kubik akan mengairi lahan pertanian seluas 7.004 hektare di Kabupaten Jeneponto. ”Bendungannya ada di Kabupaten Gowa, tetapi yang mendapat manfaat petani di Jeneponto,” ujar Presiden Jokowi saat peresmian, Selasa (23/11/2021).
Manfaat lainnya adalah penyedia air baku dengan kapasitas 440 liter per detik dan pengendali banjir. Setidaknya, 49 persen banjir di Jeneponto bisa dikurangi dengan bendungan ini. Harapannya, banjir besar seperti yang pernah melanda Jeneponto pada 2019 bisa direduksi. Bendungan juga bisa menjadi obyek pariwisata dan menjadi pembangkit listrik sebesar 4,5 megawatt.
Bendungan Karalloe yang dibangun sejak 2013 ini menghabiskan anggaran Rp 1,27 triliun. Karenanya, diharapkan, bendungan betul-betul membawa manfaat bagi masyarakat. ”Dengan adanya Bendungan Karalloe ini, petani yang sebelumnya hanya panen padi sekali (dalam setahun), palawija sekali, nanti bisa dua kali panen padi dan sekali palawija sehingga bisa meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani,” kata Presiden.
Dalam keterangan yang dikirimkan Kementerian PUPR, Basuki menegaskan, pembangunan bendungan harus diikuti ketersediaan jaringan irigasi. Dengan demikian, bendungan yang dibangun dengan biaya besar dapat segera dimanfaatkan. Airnya pun bisa dipastikan mengalir ke sawah-sawah milik petani.
Namun, sejauh ini, rehabilitasi jaringan irigasi baru diprogramkan pada 2022-2024. Karena itu, menurut Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan Endra S Atmawidjaja, saat ini aliran irigasi masih menggunakan jaringan yang sudah ada di sekitar daerah irigasi Kelara.
Baca Juga: Segera Diresmikan Presiden, Waduk Ladongi Sisakan Penanganan Longsoran
29 bendungan
Sepanjang 2015-2021, Kementerian PUPR mencatat, sudah 29 bendungan selesai dibangun. Namun, Bendungan Karalloe adalah bendungan ke-23 yang diresmikan Presiden Joko Widodo. Masih ada enam bendungan yang sudah rampung pembangunannya dan menunggu peresmian.
Pada 2022 nanti ada sembilan bendungan yang ditarget selesai dibangun, sedangkan tahun berikutnya 13 bendungan. Pada 2024 dan 2025 akan ada enam dan empat bendungan lain yang rampung. ”Sisanya, selesai setelah 2025,” kata Endra.
Secara keseluruhan, sebanyak 65 bendungan yang dibangun ataupun direhabilitasi sepanjang 2014-2024. Namun, tentu semua pihak perlu menyiapkan pula infrastruktur penunjang supaya bendungan ini betul-betul bisa bermanfaat.
Hal ini juga diingatkan Presiden Jokowi saat meresmikan Bendungan Kuningan di Jawa Barat pada akhir Agustus lalu. ”Saya minta bendungan ini disambungkan dengan penataan jaringan irigasi, mulai saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier, sampai kuarter. Ini penting untuk ditekankan supaya bendungan betul-betul bermanfaat menyediakan air irigasi bagi petani,” tutur Presiden.
Kementerian PUPR, pemerintah provinsi, ataupun pemerintah kabupaten/kota perlu bahu-membahu menyiapkan jaringan irigasi supaya air dari bendungan dapat sampai ke lahan pertanian warga.
Secara keseluruhan, sebanyak 65 bendungan yang dibangun ataupun direhabilitasi sepanjang 2014-2024. Namun, tentu semua pihak perlu menyiapkan pula infrastruktur penunjang supaya bendungan ini betul-betul bisa bermanfaat.
Baca Juga: Presiden Targetkan 17 Bendungan Rampung Dibangun Tahun Ini
Lintas zaman
Dari waktu ke waktu, melintasi era pemerintahan satu ke berikutnya, bendungan demi bendungan dibangun di negeri ini. Bendungan Prijetan di Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, adalah infrastruktur sumber daya air yang saat ini usianya lebih dari seabad. Merujuk Laman Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bendungan yang berfungsi menyediakan air baku, irigasi, dan PLTA tersebut dibangun sejak tahun 1910-1916 di era pemerintahan Hindia Belanda.
Pembangunan bendungan pun berlanjut di saat Republik Indonesia merdeka. Portal Sistem Informasi Bendungan dan Waduk SDA mencatat pembangunan Bendungan Jatiluhur di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Peletakan batu pertama bendungan yang membendung Sungai Citarum tersebut dilakukan oleh Presiden pertama RI Soekarno di tahun 1957. Adapun peresmiannya dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 26 Agustus 1967.
Saat itu, sebanyak 5.002 orang dari 14 desa yang wilayahnya tenggelam akibat pembangunan Bendungan Jatiluhur pun pindah ke sekitar bendungan. Sebagian lainnya pindah ke Kabupaten Karawang. Hal ini adalah ekses lain dari pembangunan Waduk Jatiluhur yang berfungsi menyediakan air irigasi dan air baku, PLTA, budidaya, penanggulangan banjir, hingga fungsi pariwisata tersebut.
Peran bendungan terhadap sektor pertanian pun sempat disinggung Presiden Soeharto dalam otobiografi Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya (PT Citra Lamtoro Gung Persada, 1989), khususnya menyangkut kesuksesan produksi beras. ”Sukses beras kita ini merupakan sukses terpadu. Artinya, sukses yang didukung oleh keputusan politik, alokasi anggaran yang konsekuen, di samping sejumlah upaya teknis,” katanya.
Baca Juga: Resmi Beroperasi, Bendungan Bendo Ditargetkan Tingkatkan Indeks Pertanaman Pangan di Jatim
Menurut Soeharto, dukungan ini mencakup pula pembangunan bendungan-bendungan besar sampai jaringan irigasi tersier, pembangunan pabrik pupuk dan industri penunjang pembangunan pertanian, kerja tekun pekerja ilmiah di lembaga-lembaga penelitian yang menghasilkan bibit unggul, hingga kerja aparatur pemerintah dari pusat sampai daerah yang menangani pembangunan pertanian. Dan, hal terpenting dan penentunya adalah kerja keras, cucuran keringat, semangat, dan kegairahan berjuta petani Indonesia.
Setiap kebijakan atau proyek tentu memiliki dampak atau dibayangi persoalan. Salah satu persoalan yang acap terjadi dalam pembangunan sebuah proyek, termasuk waduk, adalah menyangkut soal ganti rugi tanah. Kompas, Rabu, 27 Februari 1991, misalnya, memberitakan 200 warga Kedung Ombo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yang mengadu ke DPR RI di Jakarta karena tanah sawahnya hanya dihargai Rp 360 tiap meter persegi. Dengan harga itu pun banyak warga yang mengadu belum menerima ganti rugi. Warga yang telah menerima ganti rugi dalam bentuk Tabanas, setiap kali mengambil dipungut Rp 50.000 per Rp 1 juta.
Salah satu persoalan yang acap terjadi dalam pembangunan sebuah proyek, termasuk waduk, adalah menyangkut soal ganti rugi tanah. Kompas, Rabu, 27 Februari 1991, misalnya, memberitakan 200 warga Kedung Ombo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, yang mengadu ke DPR RI di Jakarta karena tanah sawahnya hanya dihargai Rp 360 tiap meter persegi.
Menteri Dalam Negeri Rudini ketika menjawab pertanyaan wartawan di Depdagri, Selasa (26/2/1991), saat itu menyatakan, sepengetahuan dia, sesuai dengan laporan para pejabat di daerah, masalah Kedung Ombo sudah selesai. Apalagi, pemda setempat telah membuka posko selama 24 jam untuk menerima keluhan masyarakat.
Baca Juga: 2.127 Hektar Kawasan Hutan Dibebaskan untuk Bendungan Terbesar Ketiga di Indonesia
Lingkungan hidup
Keberadaan infrastruktur, termasuk bendungan, pun berkelindan dengan aspek lingkungan. Wartawan Kompas, Suryopratomo dan August Parengkuan, pada Selasa (26/3/2002) melaporkan pujian Presiden Megawati Soekarnoputri saat melakukan kunjungan ke Chengdu, Ibu Kota Provinsi Sichuan, China. Saat itu, Megawati mengagumi sistem irigasi Dujiangyan yang telah berusia 2.250 tahun serta penataan taman yang sangat asri di sekitar bendungan.
Seusai melihat dan mendengar penjelasan mengenai sistem irigasi Dujiangyan, Megawati pun segera menuliskan pujiannya di buku tamu. ”Saya sangat kagum pada bendungan ini. Ini menunjukkan bahwa manusia dan alam bisa bersatu untuk membangun dan menyejahterakan manusia,” tulis Megawati di buku tamu tersebut.
Bendungan tertua di dunia tersebut terdiri dari tiga bagian utama, yaitu cabang tanggul air Yu Zui, alur limpahan Feishan, dan mulut pengairan air Baopingkou. Tanggul air Yu Zui membagi Sungai Min menjadi dua; yakni Sungai Luar atau disebut Jin Mahe yang berfungsi mengendalikan banjir dan Sungai Dalam yang merupakan sungai buatan dan berfungsi sebagai pengairan.
Alur limpahan Feishan berfungsi ganda, yakni mengatur besarnya air yang mengalir ke Sungai Dalam serta mengalihkan pasir dan batu-batu yang dapat menyumbat Baopingkou dan daerah pengairan. Adapun Baopingkou berfungsi mengatur air yang masuk ke Sungai Dalam untuk kemudian dipakai sebagai irigasi lahan pertanian. Dujiangyan mampu mengairi daerah pertanian seluas 650.000 hektar sehingga Provinsi Sichuan pun dikenal sebagai daerah penghasil produk-produk pertanian di China.
Dua tahun kemudian, sebelum meresmikan Bendungan Batutegi di Desa Way Harong, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, Senin (8/3/2004), Presiden Megawati menuturkan bahwa dalam waktu kurang lebih 25 tahun Indonesia akan kekurangan sumber air bersih jika tidak mampu menjaga lingkungan dan hutan. ”Untuk itulah, gerakan rehabilitasi hutan menjadi penting karena memperbarui lagi kondisi hutan dan melindungi sumber air di dalamnya,” ujar Megawati seperti diberitakan Kompas, Selasa (9/3/2004).
Megawati, dalam amanatnya, pun mengajak semua warga menjaga kondisi lingkungan sekitar bendungan agar sumber air di wilayah tersebut tidak rusak. Selanjutnya, di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga dibangun beberapa bendungan. Salah satunya Bendungan Titab di Buleleng, Bali, yang dibangun mulai 2011 dan rampung pada 2015.
Selain itu, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR mencatat pembangunan Bendungan Pandanduri di DAS Palung Desa Suwangi, Kecamatan Sakra, Kabupaten Lombok Timur, yang dimulai 2011 dan selesai 2014. Bendungan Pandanduri dengan volume tampungan 27 juta meter kubik juga berfungsi sebagai penyedia air irigasi, pengendali banjir, perikanan darat, dan pengembangan pembangkit listrik.
Pembangunan bendungan tentu diperlukan sesuai fungsinya, seperti menjaga ketersediaan air irigasi, pengendalian banjir, dan pemasok air baku. Namun, bukan hanya membangun infrastruktur utama ini, infrastruktur penunjang juga perlu disiapkan supaya semua berfungsi optimal. Pemeliharaan juga perlu dilakukan supaya manfaatnya berkelanjutan. Dan, upaya pelestarian hutan pun jangan dilupakan untuk menjaga daya dukung lingkungan, termasuk menjaga sumber air. Tanpa itu semua, triliunan anggaran negara tak akan memberi manfaat kesejahteraan kepada masyarakat sekitar.