”January Effect”, Investor Tetap Perlu Selektif Pilih Saham
Penguatan IHSG diperkirakan berlanjut pada awal 2024, tetapi investor perlu selektif dalam memilih saham.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penguatan Indeks Harga Saham Gabungan diperkirakan masih akan berlanjut di awal tahun 2024. Kondisi ini memberi sinyal bahwa investor bisa memanfaatkan ”January Effect” untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu singkat. Namun, kali ini, investor perlu lebih selektif.
Rabu (3/1/2024), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertahan di bawah area resistensi 7.300 poin setelah sempat memecahkan rekor tertinggi sepanjang masa pada Selasa (2/1/2024) di posisi 7.323 poin.
Peneliti Phintraco Sekuritas, Valdy K, menilai, posisi tersebut masih melanjutkan tren ”window dressing” di dua bulan terakhir 2023. ”Window dressing” kerap dijelaskan sebagai upaya para investor besar untuk mempercantik portofolionya menjelang akhir tahun.
Ini dilakukan dengan banyak membeli saham bernilai tinggi dan memang berhasil memperbaiki IHSG yang selama sepuluh bulan tumbuh di bawah posisi 7.000.
Fenomena itu pun disebut akan berefek pada kenaikan kinerja saham di bulan Januari. Situasi ini dikenal dengan istilah ”January Effect”. Pada momentum ini, investor bisa mencoba melakukan jual beli saham dalam waktu singkat untuk mendulang bonus.
Tren itu tidak terjadi di semua saham. ”Saham-saham bluechip, terutama perbankan, diperkirakan masih menjadi penggerak IHSG,” kata Valdy dalam keterangannya hari ini.
Pengamat pasar modal & Founder WH-Project, William Hartanto, juga berpendapat sama. Ia menemukan penguatan IHSG adalah efek bobot saham-saham tertentu saja. ”Jika berbicara bobot, maka kita akan melihat saham-saham big caps (berkapitalisasi besar),” ujarnya.
Situasi ini terbaca dari kecilnya transaksi jual beli pada dua hari pertama perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada Selasa dan Rabu hari ini, nilai transaksi hanya berkisar Rp 6,8 triliun. Nilai itu hanya setengah dari rata-rata nilai transaksi harian Rp 13,72 triliun sepekan jelang awal Desember 2023.
Dari data perdagangan Selasa kemarin, sebanyak 320 saham menguat, 240 saham menurun, dan 212 saham tidak mengalami perubahan harga. Hari ini, tercatat sebanyak 259 saham turun, 262 saham menguat, dan 249 saham tetap tidak berubah.
Artinya, kata William, pilihan kini mengerucut karena penguatan IHSG terfokus pada saham-saham tertentu saja.
”Kalau nilai transaksi tipis, itu berarti saham yang bergerak tidak banyak, tapi penguatan IHSG-nya signifikan, terlihat jelas fokusnya hanya pada saham-saham big caps. Kalau kondisi begini, pemilihan sahamnya harus lebih hati-hati karena kalau salah pilih bisa kena saham yang lama sekali baru mengalami penguatan, atau malah kena yang trennya menurun,” pesannya.
Optimisme
Pertumbuhan IHSG sepanjang tahun 2024 diperkirakan tetap positif. Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat meresmikan pembukaan perdagangan pasar modal di 2024, kemarin, optimistis bahwa kinerja pasar modal dapat menopang stabilitas pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
”Dengan eksekusi strategi dan kebijakan yang tepat, saya meyakini pasar modal Indonesia mampu berkinerja lebih cerah,” kata Wakil Presiden di Bursa Efek Indonesia, di Jakarta.
Optimisme ini ditopang oleh kondisi perekonomian Indonesia yang stabil di tengah pertumbuhan ekonomi kebanyakan negara maju yang merosot akibat faktor politik perang hingga dampak jangka panjang pandemi.
Indonesia terbukti mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang baik. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2023 mencapai hampir 5 persen secara tahunan, yang salah satunya ditopang oleh kinerja pasar modal Indonesia.
Pencapaian inflasi Indonesia tahun 2023 juga terjaga stabil dan terkendali pada rentang target sasaran 3 persen plus minus 1 persen. Capaian yang diumumkan kemarin menunjukkan, inflasi tahun 2023 sebesar 2,61 persen atau menurun dibandingkan realisasi tahun 2022, yakni sebesar 5,51 persen. Realisasi inflasi tersebut merupakan yang terendah sejak tahun 2000.
”Pencapaian ini tidak terlepas dari koordinasi dan sinergi yang kuat dari berbagai pihak dalam mengendalikan gejolak harga di tengah ketidakpastian yang masih tinggi, salah satunya akibat gangguan cuaca dari El Nino. Selain itu, capaian tersebut juga lebih baik dibandingkan realisasi inflasi sejumlah negara yang masih berada di atas sasaran targetnya,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta.
Sentimen positif pasar modal tahun ini, menurut analis Mirae Asset Rulli Arya, dalam keterangannya hari ini, juga akan didukung potensi penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia. Penurunan suku bunga ini berpotensi terjadi seiring rendahnya inflasi dan mulai longgarnya kebijakan moneter di negara maju.
”Kami memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga acuan pada awal semester dua 2024 mendatang, dengan asumsi The Fed (bank sentral AS) memberi sinyal akan menurunkan suku bunganya seiring terus menurunnya inflasi AS,” ujarnya.