Harapan Positif Buka Perdagangan Perdana Pasar Modal 2024
Berakhirnya masa suku bunga tinggi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sentimen positif bagi pasar modal. Pada saat bersamaan, inovasi perlu terus dikembangkan.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar modal Indonesia diproyeksi akan melanjutkan resiliensinya dengan tumbuh positif pada 2024. Untuk itu, pemangku kebijakan di sistem pasar modal perlu berinovasi untuk meningkatkan ketahanan, khususnya di pasar domestik.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan, pasar modal diproyeksikan akan semakin positif di tahun baru ini setelah menunjukkan kebangkitannya pada 2023. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pasar modal tahun lalu ditutup di posisi 7.272 poin atau tumbuh 6,16 persen dibandingkan dengan penutupan perdagangan tahun 2022. Rekor tertinggi tercatat pada perdagangan Kamis (29/12/2023) di posisi 7.303 poin.
”Jika bergaca pada kinerja pasar modal Indonesia sepanjang tahun 2023, maka kita pun sepantasnya optimistis. Selain stabilitas pasar modal yang terjaga, pertumbuhan positif tampak dari meningkatnya aktivitas perdagangan, jumlah penghimpunan dana, serta jumlah investor ritel,” kata Wakil Presiden saat membuka perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Menurut data, pasar modal berhasil mencapai rekor kapitalisasi pasar tertinggi pada 28 Desember 2023 senilai Rp 11.762 triliun. Atas capaian tersebut, Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku penyelenggara pasar modal menempati peringkat ke-9 dari segi total penghimpunan dana di antara bursa saham global.
BEI juga menempati peringkat ke-6 dunia tahun ini dari segi penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. Hal ini didukung aktivitas IPO oleh 80 perusahaan baru pada 2023, yang menjadi pemecah rekor sepanjang sejarah pasar modal Indonesia.
Total penggalangan dana atau emisi dilakukan 222 kali. Total dana terkumpul mencapai Rp 255,21 triliun.
Wakil Presiden mengapresiasi capaian tersebut. Menurut dia, prestasi itu tidak lepas dari partisipasi 12 juta investor. Sebanyak 79 persen di antaranya adalah investor ritel di bawah 40 tahun.
”Berbagai prestasi bursa efek juga diharapkan memberikan suntikan optimisme yang lebih besar lagi bagi pelaku pasar modal ataupun masyarakat luas. Dengan eksekusi strategi dan kebijakan yang tepat, saya meyakini pasar modal Indonesia mampu berkinerja lebih cerah,” ujarnya.
Ia pun berpesan agar pasar modal mengupayakan agenda-agenda strategis sebagaimana yang dilakukan di seluruh dunia. Upaya itu, pertama dengan meningkatkan inovasi dalam penguasaan teknologi artifisial untuk layanan kepada para investor dan pendalaman pasar modal.
Bursa Efek Indonesia (BEI) selaku penyelenggara pasar modal menempati peringkat ke-9 dari segi total penghimpunan dana di antara bursa saham global.
Jika bergaca pada kinerja pasar modal Indonesia sepanjang tahun 2023, maka kita pun sepantasnya optimistis.
Kedua, mengoptimalkan dan mengembangkan potensi pembiayaan melalui pasar modal dengan peningkatan literasi kepada masyarakat. Hal ini agar bursa tidak lagi eksklusif milik korporasi besar, tapi juga rumah pendanaan bagi usaha kecil dan menengah (UKM). Program ini harus diikuti peningkatan literasi keuangan dan pasar modal.
Ketiga, perluas jejaring dan sinergi pemangku kepentingan guna mendorong peningkatan perdagangan saham di BEI. ”Tingkatkan partisipasi semua pemangku kepentingan untuk turut mempromosikan pasar modal Indonesia dan memanfaatkan beragam media digital dalam edukasi pasar modal,” pesannya.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dalam sambutannya, mengapresiasi kerja sama atas dukungan sinergi seluruh pemangku kepentingan dalam menjaga stabilitas ekonomi dan sektor jasa keuangan, yang ikut menjaga kinerja pasar modal. Kerja sama tetap perlu dilanjutkan dengan semakin menantangnya situasi perekonomian global.
Tahun lalu, sebagaimana disampaikan Wakil Presiden, gejolak perekonomian global akibat tekanan inflasi, fluktuasi harga komoditas, ataupun fragmentasi geopolitik, menuntut antisipasi serta respons kebijakan yang fleksibel, terukur, sekaligus andal, khususnya di bidang fiskal dan moneter.
Pada 2024, tensi geopolitik diperkirakan terus meningkat dan prospek pertumbuhan ekonomi global melambat, bahkan lebih rendah daripada pertumbuhan dalam negeri yang diperkirakan tetap stabil di angka 5 persen. Akan tetapi, optimisme tetap berkembang karena beberapa indikator ekonomi global yang mulai menunjukkan perbaikan, seperti tingkat inflasi negara maju dan suku bunga yang menurun.
”Perkembangan ekonomi global semakin menuntut integritas, kredibilitas, dan governance pasar, termasuk OJK sebagai regulator. Penggalangan dana dan pembiayaan ke depan akan semakin mengandalkan kemampuan dalam negeri yang semakin besar yang akan terjadi, termasuk dengan perlindungan konsumen,” pesannya.
Ia pun meminta agar semua perusahaan, pelaku pasar, dan industri mematuhi prinsip tersebut tanpa pengecualian agar perkembangannya dapat secara reguler dilaporkan ke publik.
Kepala Riset Praus Capital, Marolop Alfred Nainggolan, menyebut, penguatan IHSG akan terus berlanjut. ”Kami membuat target IHSG di level 7.500-7.700. IHSG akan menembus level all time high-nya di 7.377,” ungkapnya (Kompas, 26/12/2023).
Praktisi pasar modal Lucky Bayu Purnomo, saat dihubungi lewat telepon, Kamis (21/12/2023), juga memprediksi bahwa IHSG akan menembus 7.500. Posisi itu salah satunya dipengaruhi pemilihan umum pada Februari 2024.
”Kebetulan hasil pemilu akan mulai terbaca di awal tahun Feb 2024. Di sana, indeks akan fluktuasi tinggi 7.100-7.200. Perkiraan saya, pada pertengahan 2024, IHSG akan menguat sampai ke angka 7.500,” katanya.
Selain hasil pemilu, kinerja positif pasar modal pada 2024, menurut Lucky, juga akan ditopang beberapa hal, antara lain pertumbuhan ekonomi. ”IHSG dipengaruhi PDB atau pertumbuhan ekonomi. Sepuluh tahun terakhir, PDB kita rata-rata 5 persen secara tahunan. Dengan angka 5 persen saat ini, PDB memang belum alami kenaikan signifikan. Tapi, dia mampu bertahan dan terkendali. Ini jadi catatan positif bagi kinerja ekonomi,” jelasnya.
Di sisi lain, menguatnya dollar Amerika Serikat yang diperkirakan masih akan berlanjut dapat meningkatkan biaya impor dan utang negara. ”Kondisi geopolitik yang saat ini masih cukup tinggi tensinya juga bisa menyebabkan insitusi perbankan dan bank sentral harus mengambil keputusan secara hati-hati,” pungkasnya.