Hanya 0,37 Persen Kelompok Termiskin yang Terima Bansos Lengkap
Penanggulangan kemiskinan masih berkutat dengan data. Akibatnya, masyarakat termiskin yang mendapat program bansos secara lengkap masih sangat sedikit.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran program bantuan sosial untuk kelompok termiskin semestinya mencapai nilai Rp 1,1 juta dengan delapan program. Namun, hanya sekitar 0,37 persen dari kelompok masyarakat termiskin yang menerima program bansos secara lengkap.
Sepanjang 2022, program bantuan sosial terdiri atas bantuan reguler dan bantuan stimulus pemulihan ekonomi nasional (PEN). Bantuan reguler terdiri atas program keluarga harapan (PKH), sembako, bantuan langsung tunai daerah (BLTD), dan bansos daerah. Adapun bantuan stimulus PEN terdiri atas bantuan sosial tunai (BST), bantuan pangan, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dan bantuan produktif usaha mikro (BPUM).
Dalam data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022, 0,37 persen rumah tangga yang berada di desil 1 yang menerima lima sampai delapan program tersebut. Sisanya hanya menerima satu sampai empat program saja. Desil 1 adalah 10 persen keluarga yang termasuk dalam kondisi ekonomi terlemah.
”Kalau dimonitor ke lapangan, sangat sedikit yang mendapatkan lima sampai delapan program,” kata Deputi 2 Sekretariat Wakil Presiden yang juga Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Suprayoga Hadi dalam keterangan kepada wartawan di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Penyaluran program perlindungan sosial ini, menurut Suprayoga, masih menghadapi masalah data. Saat ini, data kemiskinan ekstrem masih menggunakan beberapa data yakni data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang ditangani Kementerian Sosial, data pengendalian kemiskinan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), data pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem (P3KE) yang ditetapkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, dan data registrasi sosial ekonomi (regsosek) yang ditangani Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Karena itu, TNP2K menyebut tantangan penanggulangan kemiskinan di tahun 2024 masih berkutat pada data baik penyempurnaan basis data, memperbaiki kelompok yang belum termasuk dalam daftar penerima (exclusion error), memperbaiki data kelompok yang termasuk dalam daftar tetapi semestinya tidak berhak (inclusion error), serta perbaikan kelembagaan pelaksana program dan penetapan sasaran.
Kendati masih banyak masalah dengan data dan sasaran bansos, jumlah warga miskin di Indonesia dinilai menurun. Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2023, tingkat kemiskinan sudah di angka 9,36 persen menurun tipis dari 9,54 persen pada Maret 2022. Tingkat kemiskinan tersebut setara dengan 25,9 juta jiwa.
Adapun tingkat kemiskinan ekstrem pada Maret 2023 berada di angka 1,12 persen, menurun dari 2,04 persen di Maret 2022. Karenanya, jumlah warga miskin ekstrem tahun ini diklaim 3,1 juta jiwa.
Namun, data kemiskinan ekstrem ini masih menggunakan standar lama Bank Dunia dengan paritas daya beli (PPP) 1,9 dollar AS per hari per orang. Pada Mei lalu, Bank Dunia mengubah standar kemiskinan ekstrem menjadi PPP 2,15 dollar AS perhari per orang. Perubahan standar ini dipastikan akan menambah kembali jumlah warga yang miskin ekstrem. Karena itu, Pemerintah Indonesia masih menggunakan standar 1,9 dollar AS per hari per orang.
Kalau dimonitor ke lapangan, sangat sedikit yang mendapatkan lima sampai delapan program.
"Tidak tertutup kemungkinan ke depan, standar disesuaikan," tambah Elan Satriawan, Kepala Tim Kebijakan TNP2K.
Pemberdayaan
Penanggulangan kemiskinan juga mencakup program pemberdayaan masyarakat. Program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat ini mendapat alokasi Rp 480 triliun. Namun, hanya Rp 78 triliun yang bisa dimanfaatkan masyarakat.
Yoga menilai, adanya anggaran pemberdayaan masyarakat ini jauh lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali. Perbaikan pensasaran juga terus dilakukan. Karenanya, sasaran program tidak melulu individual melainkan juga komunitas-komunitas seperti kelompok tani, kelompok nelayan, dan lainnya.
Ketua Tim Kebijakan Peningkatan Kapasitas Ekonomi TNP2K Raden Muhamad Purnagunawan menjelaskan program pemberdayaan masyarakat tak seperti bansos. ”Tidak semua orang mau dilatih, mau punya usaha, atau mau berusaha. Jadi, dilihat program-program mana yang bisa (diterima warga),” ujarnya.
Selain itu, menurut Purnagunawan yang lebih kerap dipanggil Wawan itu, basis data pelaku usaha mikro tidak ada. Setelah diupayakan, baru tahun 2022 terdata sembilan juta pelaku usaha mikro. Karena itu, saat program PEN, salah satu yang bisa segera menerima bantuan adalah penerima program Permodalan Nasional Madani (PNM) Mekaar. Ke depan, diyakini jumlah warga yang akan menerima program pemberdayaan masyarakat ini akan bertambah.