Insentif Pajak Dinilai Sulit Genjot Bisnis Properti Tahun Ini
Sejumlah kalangan menilai regulasi insentif pajak sektor perumahan tidak optimal diterapkan dalam sisa waktu satu bulan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah resmi menetapkan insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah untuk pembelian rumah komersial dengan harga di bawah Rp 2 miliar. Ketentuan yang berlaku tanggal 21 November 2023 itu dinilai sulit efektif untuk menggenjot pasar perumahan sampai akhir tahun ini.
Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN DTP) untuk pembelian rumah komersial di bawah Rp 2 miliar sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120 Tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023. Pemerintah berencana menanggung 100 persen PPN untuk pembelian rumah sampai dengan Rp 2 miliar.
PPN yang ditanggung pemerintah akan diberikan 100 persen mulai 1 November sampai 30 Juni 2024, lalu untuk Juni-Desember 2024 diberikan 50 persen. Kriteria rumah tapak dan/atau rumah susun yang diberikan fasilitas, antara lain, memiliki harga jual maksimal Rp 5 miliar. Rumah merupakan unit baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni dan diserahkan secara fisik paling lambat 31 Desember 2024. Insentif diberikan maksimal 1 unit rumah tapak/rumah susun untuk 1 orang dan tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu 1 tahun.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengemukakan, PMK Nomor 120 Tahun 2023 masih mengundang pertanyaan dan menimbulkan ketidaknyamanan di pasar. Aturan dan mekanisme kebijakan PPN DTP ini berbeda dengan yang sebelumnya. Pasalnya, pemberian insentif PPN itu hanya untuk transaksi sampai Desember 2023 meskipun serah terima bisa sampai Desember 2024. Penetapan insentif sampai akhir tahun itu terkait APBN 2023.
Dalam ketentuan PPN DTP sebelumnya, yakni periode 2021-2022, transaksi yang mendapat insentif pajak masih dapat dilakukan sejalan dengan jadwal serah terima rumah. Perbedaan mekanisme itu membuat pasar kebingungan dan efektivitas PMK tahun ini dipertanyakan.
”Dari PMK yang saya pelajari, PPN DTP ini terkesan hanya dapat dimanfaatkan untuk transaksi pada tahun 2023. (Insentif) efektif hanya 2 bulan untuk konsumen melakukan pembelian di tengah sosialisasi yang juga belum efektif ke pelaku bisnis sampai saat ini,” ujarnya, saat dihubungi, Rabu (29/11/2023).
Ali mempertanyakan keseriusan pemerintah memberikan insentif. Apabila PMK hanya berlaku sampai Desember 2023, pengembang dan konsumen memiliki waktu sangat sempit untuk melakukan transaksi. Belum lagi, sosialisasi dari Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak terkesan lambat.
Ia menilai, pembelian properti tidak bisa disamakan dengan barang lain, butuh waktu konsumen untuk berpikir bisa sampai berbulan-bulan. Aturan saat ini dinilai tidak akan serta merta meningkatkan minat untuk membeli rumah. Sementara itu, sosialisasi belum berjalan sehingga para konsumen pun tidak siap untuk segera menentukan pilihannya. Selain itu, urusan perpajakan membingungkan pihak pengembang. Perpanjangan insentif PPN DTP untuk tahun anggaran 2024 juga belum dipastikan kapan digulirkan.
”Kebijakan insentif ini dikhawatirkan menjadi blunder dan tidak memberikan manfaat seperti yang diharapkan banyak pihak. Hal ini mencerminkan pemerintah kurang memahami karakter bisnis properti,” lanjut Ali.
Perlu terobosan
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Real Estat Indonesia (REI) Joko Suranto mengemukakan, insentif pajak pembelian rumah itu segera ditindaklanjuti pengembang guna menggairahkan pasar perumahan. Waktu satu bulan yang tersisa pada tahun ini diprediksi tidak maksimal mendorong penyerapan PPN DTP.
Ia mengakui, meskipun pemerintah mengumumkan rencana pemberian insentif PPN DTP mulai November 2023, sebagian pengembang belum bisa menindaklanjutinya dalam transaksi karena masih menunggu terbitnya aturan pelaksanaan. Regulasi yang diharapkan terbit pada awal November 2023 baru ditetapkan pemerintah pada akhir November 2023.
Dengan sisa waktu satu bulan untuk penerapan PPN DTP tahun ini, seluruh pemangku kepentingan perlu bekerja sama dan terobosan untuk memudahkan koordinasi dan administrasi sehingga mendorong pertumbuhan, penjualan, realisasi, dan target pemerintah. Ia optimistis pasar properti tahun ini lebih baik ketimbang tahun 2022, antara lain, karena didukung sektor industri yang bertumbuh.
”Kami mendorong tiga hal segera dilakukan pengembang, yakni memetakan profil unit, kavling dan harga mana yang disukai pasar. Segera bangun dan dorong (pasar) itu,” katanya saat dihubungi, Rabu (29/11/2023).
Joko menambahkan, hingga September 2023, pertumbuhan sektor properti tercatat 11 persen. Dengan berlakunya insentif PPN DTP, pertumbuhan sektor properti hingga akhir tahun diprediksi menjadi 11,5 persen secara tahunan.
Pasar residensial saat ini didominasi kebutuhan rumah dengan harga di bawah Rp 2 miliar. Peminat rumah komersial di bawah harga Rp 2 miliar ditaksir 40 persen dari total pasar. Dari hasil kajian REI, penyerapan rumah seharga Rp 400 juta per unit mampu menciptakan kapitalisasi pasar senilai Rp 9,35 triliun, serta dampak ekonomi Rp 1,79 triliun. Jika serapan rumah didorong hingga seharga Rp 2 miliar lewat stimulus PPN DTP, potensi penambahan kapitalisasi pasar ditaksir Rp 20 triliun.