JAKARTA, KOMPAS — Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi terkait pelanggaran etik di dalam tubuh Mahkamah Konstitusi meningkatkan kepercayaan publik pada sistem hukum. Dunia usaha menilai sangat penting lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi menjaga integritasnya.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (7/11/2023), Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan, Hakim Konstitusi Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat minimal usia calon presiden dan calon wakil presiden. Atas dasar itu, Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, apa yang belakangan terjadi di dalam tubuh MK sedikit banyak memengaruhi pandangan investor, khususnya asing, terhadap ketidakpastian hukum di Tanah Air.
Ia menilai, sangat penting bagi hakim MK untuk mematuhi kode etik dan menjaga integritas. Dengan berpegang pada prinsip-prinsip etika, para hakim telah memperkuat kepercayaan publik pada keadilan sistem hukum. ”Penting untuk mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan terus melakukan perbaikan untuk menjaga integritas lembaga dan kepercayaan masyarakat,” katanya.
Ia berharap, setelah adanya keputusan MKMK, MK dapat tetap menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan keadilan sehingga memberi dampak pada lingkungan hukum yang stabil untuk bisnis.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Muhammad Maulana menilai, putusan MKMK meminta betul agar para hakim MK belajar dari kasus ini dan lebih menjaga egalitarian, menolak intervensi, dan memulihkan kepercayaan publik. ”Hakim MK ke depan harus menaati kode etik dan perilaku hakim,” ujarnya.
Tidak mudah berubah
Maulana menekankan bahwa kepastian hukum penting untuk memberi kepastian dalam berbisnis sehingga sebaiknya produk hukum tidak mudah berubah-ubah.
Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi memandang, pada dasarnya apa yang terjadi dengan MK dinilai publik sebagai konflik kepentingan antara paman dan keponakan. Hal itu mengganggu kepercayaan publik terhadap sistem hukum.
Meski demikian, hasil dari MKMK sudah diputuskan. Ia berharap hal tersebut tidak menjadi preseden buruk. ”Keputusan MKMK justru harus menjadi koreksi dan hukum harus dipatuhi. Semoga pemilu tetap berjalan secara damai agar tidak mengganggu stabilitas ekonomi dan dunia usaha,” kata Syam.
Kompas juga menghubungi sejumlah pelaku usaha dari berbagai sektor dan asosiasi terkait hasil putusan sidang MKMK. Namun, kebanyakan enggan berkomentar lebih lanjut terkait putusan MK. Selain ada yang masih menunggu situasi, ada juga yang menilai hal hal itu tidak berkaitan langsung dengan kondisi perekonomian domestik.
Ketua Umum Asosiasi Modal Ventura untuk Start-up Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro berpendapat, investor di start up berinvestasi dalam jangka waktu panjang. Hal ini berbeda dengan investor pasar modal yang cenderung berinvestasi dalam jangka pendek.
”Kami yang investasi ke start up memiliki time horizon 5-8 tahun sehingga tidak terlalu fokus terhadap gejolak politik dan lain-lain. Fokus utamanya adalah makroekonomi, seperti tingkat suku bunga acuan, konflik geopolitik, pandemi, iklim usaha, dan peraturan terkait ekosistem,” ujarnya.