Hati-hati, ”Banjir” Beras Impor Bisa Tekan Harga Gabah Petani Tahun Depan
Pemerintah dinilai gagal meningkatkan produksi dan mengendalikan harga beras pada tahun ini. Hal itu terindikasi dari kenaikan harga beras, jorjoran impor beras, dan penurunan pertumbuhan sektor pertanian.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga gabah kering panen atau GKP di tingkat petani diperkirakan akan terus turun pada awal 2024. Bahkan, pada panen raya musim tanam I-2024, harga GKP diperkirakan bisa di bawah biaya produksi Rp 5.667 per kilogram dan harga pembelian pemerintah Rp 5.000 per kilogram. ”Banjir” berasimpor menjadi penyebab utama.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa mengatakan, saat ini harga GKP sudah cenderung mulai turun. Berdasarkan data Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) di 64 daerah produsen padi, harga GKP di tingkat petani pada pekan I November 2023 di kisaran Rp 6.400-Rp 6.800 per kilogram (kg).
Harga GKP itu cukup jauh di bawah rata-rata harga pada September dan Oktober 2023 yang masing-masing Rp 7.240 per kg dan 7.090 per kg. Harga GKP itu juga mulai mendekati biaya produksi padi tahun ini.
”Di kala panenan terbatas setiap musim paceklik, biasanya harga GKP naik. Namun, yang terjadi saat ini, harga GKP petani cenderung turun. Penyebab utama penurunan GKP itu adalah impor, bantuan, dan operasi pasar beras yang jorjoran,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Penyebab utama penurunan GKP itu adalah impor, bantuan, dan operasi pasar beras yang jorjoran.
Dwi memperkirakan hal itu akan menyebabkan harga GKP petani pada awal 2024 turun mendekati biaya produksi Rp 5.667 per kg dan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 5.000 per kg. Pada panen raya yang diperkirakan mundur ke medio Maret 2024 atau awal April 2024, harga GKP bahkan berpotensi berada di bawah HPP.
Jika hal itu terjadi, nilai tukar petani (NTP) tanaman pangan pada Maret 2024 akan turun di bawah ambang batas 100. Per Oktober 2023, NTP tanaman pangan sebesar 114,55, naik 2,68 persen secara bulanan.
”Memang bagus pemerintah juga berorientasi menjaga daya beli konsumen. Namun, ke depan, pemerintah juga harus menjaga harga GKP petani tidak anjlok,” kata Dwi, yang juga Ketua Umum AB2TI.
Pada tahun ini, pemerintah menambah kuota impor beras dari 2 juta ton menjadi 3,5 juta ton. Dalam waktu dekat, sisa 600.000 ton beras impor dari penugasan awal sebanyak 2 juta ton akan masuk Indonesia. Adapun 1,5 juta ton tambahan beras impor ditargetkan tiba pada pertengahan Januari 2024.
Harga GKP petani pada awal 2024 diperkirakan turun mendekati biaya produksi Rp 5.667 per kg dan harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 5.000 per kg.
Pemerintah bahkan memberikan insentif berupa pembebasan bea masuk beras impor dengan tarif spesifik Rp 450 per kg. Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan menghitung total bea masuk yang ditanggung Perum Bulog. Bea masuk itu akan diganti oleh Kementerian Keuangan.
”Bulog memerlukan insentif itu karena saat ini harga beras internasional cukup tinggi. Selain itu, nilai tukar rupiah juga tengah melemah terhadap dollar AS,” kata Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.
Selain itu, pemerintah juga akan memperpanjang bantuan beras bagi 22,004 juta keluarga berpenghasilan rendah atau keluarga penerima manfaat (KPM) hingga Juni 2024. Setiap bulan, mereka akan mendapatkan bantuan beras sebanyak 10 kg per KPM agar ketahanan daya beli tetap terjaga.
Pemerintah, lanjut Arief, juga tidak akan membiarkan harga GKP petani turun drastis di bawah HPP. Bulog juga akan memperkuat cadangan beras pemerintah (CBP) dengan menyerap gabah dan beras di dalam negeri, hasil panenan musim tanam I 2024. Presiden Joko Widodo telah meminta Kementerian Pertanian mempercepat musim tanam pada November dan Desember 2023 sehingga bisa diserap Bulog pada April dan Mei 2024.
Sementara itu, sejumlah kalangan berharap agar beras tidak dijadikan sebagai komoditas politik pada tahun depan. Harga GKP petani tetap harus dijaga agar tidak anjlok dan produksi beras harus ditingkatkan.
Dwi Andreas berharap pemerintah bisa menjamin harga GKP petani tetap terjaga setidaknya di atas biaya produksi, yakni Rp 5.667 per kg pada tahun depan. Jangan sampai ”banjir” impor beras hingga Januari 2024 dan jorjoran bantuan beras hingga Juni 2024 justru semakin menekan harga GKP petani.
”Apabila harga GKP tahun depan di bawah biaya produksi dan HPP, motivasi petani menanam padi akan surut. Hal ini dapat mengganggu target produksi beras tahun depan,” ujar Dwi.
Pada 2024, Kementerian Pertanian menargetkan produksi beras naik menjadi 35 juta ton dari target tahun ini yang sebanyak 31 juta ton. Target ini cukup menantang mengingat tahun depan merupakan tahun politik, tahun penyerahan tongkat estafet kepemimpinan lama ke kepemimpinan baru.
Vice Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai pemerintah gagal meningkatkan produksi dan mengendalikan harga beras pada tahun ini. Hal itu terindikasi dari kenaikan harga beras medium, alokasi impor beras yang cukup banyak, dan penurunan pertumbuhan sektor pertanian.
Pada triwulan III-2023, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 4,94 persen. Sektor pertanian hanya tumbuh 1,46 persen secara tahunan atau lebih buruk dari triwulan II-2023 dan triwulan II-2022 yang tumbuh masing-masing 2,02 persen dan 1,97 persen secara tahunan.
”Salah satu penyebab merosotnya sektor pertanian ini adalah kekeringan akibat El Nino yang terjadi sejak Juli hingga Oktober 2023. Secara faktual, produksi beras nasional diperkirakan turun sebanyak 1,5 juta ton,” kata Eko.
Sektor pertanian hanya tumbuh 1,46 persen secara tahunan atau lebih buruk dari triwulan II-2023 dan triwulan II-2022 yang tumbuh masing-masing 2,02 persen dan 1,97 persen secara tahunan.
Eko memperkirakan ketidakmampuan pemerintah menghadirkan harga beras yang stabil masih akan terus berlanjut hingga awal 2024 kendati sudah mengimpor beras cukup banyak. Situasi ini dapat berakibat pada terganggunya stabilitas politik mengingat beras adalah kebutuhan semua penduduk di Indonesia apa pun status sosial-ekonominya.
Arief memastikan beras yang berasal pengadaan luar negeri disiapkan hanya untuk bantuan pangan beras dan menjadi CBP yang dikelola Bulog. Perpanjangan periode bantuan pangan beras hingga Juni 2024 semata-mata merupakan upaya pemerintah menjaga daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Bantuan pangan beras itu tidak ada kaitan dengan politik atau unsur lainnya.