RI Miliki Bursa CPO, Harga Acuan CPO Ditargetkan Terbentuk pada 2024
Bursa CPO ditargetkan bisa membuat RI memiliki harga acuan CPO domestik dan internasional pada 2024. Tantangannya cukup besar, mulai dari membuat Bursa CPO itu kredibel hingga bisa menciptakan keadilan harga TBS petani.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah meluncurkan Bursa Berjangka Penyelenggara Pasar Fisik Minyak Sawit Mentah atau Bursa CPO. Bursa yang akan mulai efektif beroperasi pada 23 Oktober 2023 itu ditargetkan mampu membentuk harga acuan CPO pada triwulan I-2024.
Bursa CPO itu diluncurkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan secara hibrida di Jakarta, Jumat (13/10/2023). Penyelenggara bursa tersebut adalah Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (ICDX) di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Kepala Bapebbti Didid Noordiatmoko mengatakan, Bursa CPO dibentuk agar ke depan Indonesia memiliki harga acuan CPO sendiri. Selama ini, referensi harga CPO Indonesia mengacu pada bursa komoditas berjangka Malaysia dan Rotterdam, Belanda.
Perdagangan CPO secara fisik melalui Bursa CPO akan dimulai pada 23 Oktober 2023. Perdagangan itu bersifat voluntary atau sukarela dan sudah ada 18 pelaku usaha CPO yang terdaftar di ICDX untuk bertransaksi di bursa tersebut. Bappebti bersama dengan ICDX akan menyosialisasikan peraturan dan tata cara perdagangan fisik CPO di Bursa CPO mulai 16 September 2023.
”Hingga sisa akhir tahun ini, Bappebti berharap proses price discovery (penemuan harga) dapat terjadi. Kemudian pada triwulan I-2024, reference price (harga acuan) CPO Indonesia ditargetkan bisa terbentuk,” katanya dalam peluncuran bursa tersebut.
Pada triwulan I-2024, reference price (harga acuan) CPO Indonesia ditargetkan bisa terbentuk.
Tata cara pelaksanaan perdagangan pasar fisik CPO dalam bursa berjangka itu diatur dalam Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2023 yang ditetapkan pada 15 September 2023. Dalam regulasi itu disebutkan, tujuan perdagangan fisik CPO dalam Bursa CPO itu adalah membentuk pasar fisik CPO.
Pasar fisik CPO itu akan menjadi acuan harga CPO dalam negeri dan internasional. Selain itu, pasar fisik CPO itu bisa menjadi sarana pendukung untuk mengoptimalkan kontribusi pendapatan negara dan pengembangan industri hilir dalam negeri.
Perdagangan CPO di Bursa CPO menggunakan mekanisme kontrak pasar fisik CPO atau kontrak standar jual dan beli CPO. Terdapat dua jenis kontrak fisik, yakni kontrak fisik CPO dengan penyerahan segera dan kontrak fisik dengan penyerahan kemudian.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuturkan, kehadiran Bursa CPO akan membuat Indonesia memiliki harga acuan CPO sendiri. Hal ini penting mengingat Indonesia merupakan negara produsen CPO nomor satu dunia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2022, total produksi CPO Indonesia sebanyak 46,73 juta ton. Nilai ekspor CPO Indonesia mencapai 29,62 miliar dollar AS atau 3,56 secara tahunan sekaligus merupakan rekor tertinggi dalam satu dekade terakhir.
”Namun, selama bertahun-tahun, harga acuan CPO Indonesia justru merujuk pada bursa Malaysia dan Rotterdam. Selama ini, kita diam saja, tidak merasa terusik dan malu. Oleh karena itu, pemerintah membentuk Bursa CPO agar dapat menjadi acuan baik di dalam negeri maupun internasional,” tuturnya.
Zulkifli juga menegaskan, pemerintah tidak mewajibkan pengusaha CPO menjual CPO melalui bursa itu karena sifatnya sukarela. Namun, ia berharap pelaku usaha bersama pemerintah dan pemangku kepentingan terkait mau peduli dan terlibat mengembangkan Bursa CPO.
Hal ini juga merupakan salah satu bagian dari upaya pemerintah menjadikan Indonesia sebagai negara maju pada saat Indonesia Emas 2045. Indonesia akan mengalami usia emas pada 2045. Pada saat itu, Indonesia genap berusia 100 tahun atau satu abad.
Tantangan
Merealisasikan Indonesia memiliki harga acuan CPO sendiri melalui Bursa CPO tidak mudah. Bursa CPO harus kredibel atau dapat dipercaya. Selain itu, ke depan Bursa CPO diharapkan dapat menciptakan kepastian harga tandan buah segar (TBS) sawit petani.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengemukakan, Bursa CPO menjadi awal bagi Indonesia untuk menciptakan perdagangan CPO yang adil dan transparan. Butuh waktu yang lama agar bisa menjadi seperti bursa komoditas berjangka Malaysia dan Rotterdam.
Agar harga acuan CPO yang terbentuk dapat diakui di dalam negeri dan di tingkat internasional, para pelaku perdagangan CPO harus membuat Bursa CPO kredibel atau bisa dipercaya. Mereka, sebagai pelaku pasar, harus bisa memberikan sinyal positif tentang Bursa CPO.
”Jangan ada yang menimbun atau main petak umpet. Dan yang paling penting, Bursa CPO harus dapat menunjukkan dan mengarah pada upaya-upaya Indonesia membangun sawit berkelanjutan,” ujarnya dalam diskusi yang digelar seusai peluncuran Bursa CPO.
Selain itu, lanjut Bustanul, Bursa CPO diharapkan tidak sekadar mengarah pada pembentukan harga acuan CPO Indonesia, tetapi juga menciptakan keadilan harga TBS bagi petani. Yang terjadi selama ini adalah di saat harga CPO turun, transmisinya ke penurunan harga TBS petani cepat sekali. Sebaliknya, saat naik, transmini kenaikan harga CPO ke TBS justu lambat.
Bustanul juga meminta pemerintah memberikan insentif, seperti pajak, bagi para pelaku usaha CPO yang terlibat. Hal ini penting agar semakin banyak pelaku usaha CPO terlibat dalam perdagangan CPO di Bursa CPO.
Bursa CPO diharapkan tidak sekadar mengarah pada pembentukan harga acuan CPO Indonesia, tetapi juga menciptakan keadilan harga TBS bagi petani.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur ICDX Yugieandy Tirta Saputra menyampaikan, Bursa CPO harus kredibel agar harga CPO yang terbentuk dapat menjadi harga acuan. Hal itu juga dibutuhkan peserta dan volume perdagangan yang besar sehingga harga yang tercipta nanti bisa lebih dipertanggungjawabkan.
”Insentif sangat diperlukan agar peserta perdagangan, baik penjual dan pembeli, semakin bertambah banyak. Untuk itu, kami berharap pemerintah juga memberikan insentif bagi para pelakunya,” kata Yugie.
Untuk saat ini, ICDX masih menjadi penyelenggara tunggal Bursa CPO yang ditunjuk Bappebti. Hal itu berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bappebti No 1/Bappebti/SC-SCPO/10/2023 yang diterbitkan pada 9 Oktober 2023.