Kendala Jakarta Tiru Cara London Perbaiki Kualitas Udara
Surplus dari penerimaan denda zona rendah emisi di London pada tahun pertama penerapan mencapai 127 juta poundstering (Rp 2,39 triliun).
Tidak berbeda jauh dengan Kota Jakarta, lalu lintas di ibu kota Inggris, London, pada jam-jam sibuk juga disesaki padatnya hilir-mudik kendaraan dengan sesekali bising bunyi klakson.
Hal yang jadi pembeda antara kedua kota metropolitan ini adalah kualitas udaranya. Langit yang menaungi London berwarna biru dihiasi putih cerahnya awan, sangat kontras dengan kelamnya warna kelabu di langit Jakarta.
Salah satu ikhtiar London dalam memperbaiki dan mempertahankan kualitas udara kota adalah penerapan kebijakan zona rendah emisi atau low emission zone (LEZ).
Secara sederhana, zona rendah emisi adalah suatu zona kawasan khusus dengan aturan pembatasan atau larangan kendaraan yang melintas.
London menjadi salah satu contoh kota yang memiliki kebijakan zona rendah emisi paling kuat. Hingga saat ini, London memiliki dua kawasan rendah emisi, yakni LEZ dan ultra-LEZ.
Baca Juga: Kota Rendah Emisi Dimulai dari Kota Tua
Dikutip dari situs pemerintah Transport for London, kebijakan LEZ pertama kali diterapkan pada Februari 2008 yang mencakup hampir seluruh wilayah London Raya. Penerapannya setiap hari selama 24 jam.
Di kawasan LEZ, kendaraan, seperti bus, minibus, van, pengangkut atau kargo, harus memenuhi standar batas emisi yang berlaku di wilayah Eropa (Euro 3-4).
Apabila kendaraan tidak memenuhi standar, ada biaya yang harus dibayarkan sebagai syarat untuk melintasi kawasan itu.
Besaran biaya penalti berkisar 100 poundsterling atau Rp 1,9 juta (kurs Rp 18.897 per 1 poundsterling) hingga 300 poundsterling (Rp 5,6 juta) bergantung dari jenis mobil dan ketepatan waktu pembayaran.
Lima tahun pascapenerapan kebijakan LEZ di London, 95 persen kendaraan yang melintas di zona ini sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Tidak itu saja, kualitas udara di London pun meningkat. Zona rendah emisi berdampak menurunkan emisi partikel polutan.
Berkaca dari keberhasilan tersebut, pada April 2019, pemerintah membuat aturan yang lebih ketat lagi, yaitu ultra-LEZ.
Hal yang membuat kebijakan ultra-LEZ lebih ketat adalah penambahan jenis kendaraan yang dibatasi. Mobil, sepeda motor, dan moped termasuk jenis kendaraan yang dibatasi. Standar batas emisi pun ditingkatkan menjadi Euro 4-6.
Tarif denda dikenakan secara harian bagi para pelanggar sebesar 12,5 poundsterling (Rp 236.000) per hari. Besaran tarif akan terus terakumulasi setiap harinya selama kendaraan tetap berada di zona ultra-LEZ.
Gimik di Jakarta
Secara teori, keberhasilan London menerapkan zona rendah emisi dapat ditiru oleh Jakarta. Dari sisi regulasi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan LEZ di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, sejak 8 Februari 2021.
Dalam aturannya, hanya Transjakarta, pesepeda, dan pejalan kaki yang boleh masuk dan lewat di sekitar kawasan yang berbatasan dengan Jalan Pintu Besar Utara, Jalan Lada, dan depan Museum Mandiri.
Namun, realitasnya, hampir dua tahun berjalan, kendaraan bermotor di luar ketentuan peraturan masih terlihat keluar masuk di kawasan tersebut.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin menilai, implementasi kebijakan zona rendah emisi di kawasan Kota Tua sangat lemah karena kebijakan tersebut hanyalah sebuah gimik tanpa adanya political will (kemauan politik).
Hal tersebut terbukti dari tidak adanya konsekuensi atau risiko yang didapat dari pelanggar, baik berupa sanksi maupun denda.
Baca Juga: Zona Rendah Emisi Kota Tua Minim Implementasi
”Kebijakan hanya ada di atas kertas. Tidak ada kemauan untuk diterapkan secara sungguh-sungguh. Lebih ke pencitraan semata,” kata Ahmad.
Kebijakan hanya ada di atas kertas. Tidak ada kemauan untuk diterapkan secara sungguh-sungguh. (Ahmad Safrudin)
Padahal, apabila denda diterapkan untuk penegakan aturan, hasil pendapatan tilang tersebut dapat dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur serta program-program yang mendukung perbaikan kualitas udara Ibu Kota.
Berkaca dari kebijakan yang diterapkan di London, pemerintah setempat menggunakan penerimaan dari pendapatan hasil denda ultra-LEZ untuk meningkatkan jaringan transportasi minim emisi sehingga dapat menjadikan udara London lebih bersih.
Dikutip dari situs pemerintah Transport for London, surplus dari penerimaan denda ultra-LEZ pada tahun pertama penerapan mencapai 127 juta poundstering (Rp 2,39 triliun).
Pendapatan tersebut setiap tahunnya akan berkurang karena implementasi kebijakan ultra-LEZ berdampak pada berkurangnya penggunaan kendaraan di bawah standar emisi penghasil polusi di jalan raya London.
Kendala pengawasan
Ahmad menilai, selain tidak adanya penegakan hukum yang kuat untuk menerapkan LEZ secara optimal, para pemangku kebijakan di Jakarta juga terkendala teknis pengawasan.
Komponen aturan LEZ umumnya terbagi menjadi tiga hal, yakni cakupan wilayah, durasi atau waktu penerapan aturan, serta ketentuan jenis kendaraan.
Di London, pengawasan lalu-lalang kendaraan sudah dilakukan serba otomatis. LZE dipantau lewat kamera pengenalan plat nomor otomatis (ANPR) di berbagai sudut kota yang terhubung dengan database perizinan kendaraan lokal dan nasional.
Kamera-kamera ini akan mendeteksi kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi. Kendaraan stasioner tidak tunduk pada batasan LEZ.
Sementara itu, di Jakarta dan kebanyakan kota-kota besar lain di Indonesia, pengawasan terhadap lalu lintas kendaraan dilakukan secara manual dan sporadis.
Teknis pengawasan termutakhir yang dapat dilakukan penegak hukum di Jakarta adalah melakukan razia emisi dan penindakan terhadap pencemar secara ketat. Razia emisi kendaraan bermotor belakangan dilakukan oleh Dirlantas Polda Metro Jaya dengan dampingan DLH DKI Jakarta dan juga kota-kota satelit lainnya.
Menurut Ahmad, pemberlakuan kawasan rendah emisi hanya bisa dilakukan untuk kota dan permukiman yang telah memiliki fasilitas angkutan umum massal, fasilitas pejalan kaki, dan fasilitas lajur sepeda.
”Di Jakarta, kawasan yang sudah siap untuk menerapkan LEZ di antaranya sepanjang Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka di Jakarta Pusat,” lanjut Ahmad.
Penerapan LEZ di Jakarta dapat dilakukan sejalan dengan pengembangan infrastruktur serta transportasi umum secara memadai. Dengan begitu, upaya pembatasan dan pengurangan penggunaan kendaraan pribadi bisa lebih optimal.
Baca Juga: Integrasi Angkutan Umum Sebelum Penerapan Zona Rendah Emisi Tebet Eco Park
Selain itu, agar program LEZ itu berhasil dan dapat diterima masyarakat, pemerintah juga perlu menyediakan fasilitas yang memadai, pemberian insentif, serta biaya murah dalam penggunaan transportasi massal.
”Masyarakat juga perlu dilibatkan dalam perencanaan LEZ sehingga sedari awal dapat menjadi satu kesatuan dalam membangun kesadaran lingkungan,” ujar Ahmad.