El Nino Hambat Laju Penurunan Inflasi Pangan
ADB menyebutkan dampak El Nino berpotensi menghambat laju tren penurunan inflasi pangan. Di sisi lain, Indonesia bisa mengurai hambatan impor beras dari negara lain melalui barter pangan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F16%2Fa291ab20-aebb-499b-90a2-1a7a0f30b2fb_jpg.jpg)
Foto udara areal persawahan yang mengering di Desa Sukanegara, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9/2023). Kekeringan akibat fenomena kemarau dan El Nino membuat petani di sejumlah daerah merugi karena sawah mereka puso. Fenomena El Nino menguat dan diprediksi berlanjut hingga Februari 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Bank Pembangunan Asia merevisi turun inflasi tahunan kawasan Asia, termasuk Indonesia. Kendati begitu, dampak El Nino di wilayah Asia berpotensi menghambat laju penurunan inflasi karena memicu kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, terutama beras.
Dalam Asian Development Outlook Edisi September 2023 yang dirilis pada Rabu (20/9/2023), Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dan inflasi kawasan Asia pada 2023 masing-masing 4,7 persen dan 3,6 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi tersebut turun dari perkiraan ADB pada April 2023 yang masing-masing sebesar 4,8 persen dan 4,2 persen.
Untuk Indonesia, pertumbuhan ekonominya pada tahun ini direvisi naik dari 4,8 persen pada proyeksi April 2023 menjadi 5 persen pada September 2023. Dalam periode perbandingan yang sama, tingkat inflasi Indonesia diperkirakan turun dari 4,2 persen menjadi 3,6 persen.
Revisi itu mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti penurunan harga komoditas global, hambatan perdagangan, dan perlambatan ekonomi China akibat guncangan di sektor properti. Terkait hambatan perdagangan, faktor penyebabnya tidak hanya perang Rusia-Ukraina, tetapi juga larangan ekspor sejumlah negara untuk melindungi dan mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi dan inflasi di kawasan Asia yang dirilis Bank Pembangunan Asia, Rabu (20/9/2023).
Selain itu, El Nino yang menyebabkan kekeringan di sejumlah negara produsen pangan akan mengatrol kenaikan harga pangan, terutama beras. Kenaikan harga pangan itu akan berujung pada inflasi pangan.
”Risiko-risiko negatif itu semakin menguat. Diperlukan pengawasan ketat terhadap pelemahan sektor properti China. Setiap negara di kawasan Asia juga perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan dampak El Nino tidak mengganggu pasokan dan ketahanan pangan,” kata Kepala Ekonom ADB Albert Park.
Setiap negara di kawasan Asia juga perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk memastikan dampak El Nino tidak mengganggu pasokan dan ketahanan pangan.
Secara khusus, ADB mengupas tentang dampak El Nino terhadap aktivitas ekonomi dan harga pangan. Dampak El Nino terhadap negara-negara berkembang di Asia pada 2023 dan 2024 diperkirakan cukup besar.
Menyitir Badan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Departemen Perdagangan Amerika Serikat pada 10 Agustus 2023, ADB menyebutkan, El Nino akan berlanjut dengan kemungkinan lebih dari 95 persen hingga Desember 2023-Februari 2024. Pada November 2023-Januari 2024, El Nino kuat akan terjadi.
El Nino dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Kerugian ekonomi global akibat dampak El Nino pada 1982-1983 sebesar 4,1 triliun dollar AS dan pada 1997-1998 mencapai 5,7 triliun dollar AS.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Menguat, El Nino Diprediksi hingga Februari 2024

Negara-negara eksportir beras dunia
Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mencatat, ada 11 negara di kawasan Asia yang akan mengalami kekeringan akibat dampak El Nino. Negara-negara tersebut adalah Kamboja, Fiji, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Niugini, Filipina, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Di negara-negara tersebut, sektor pertanian sangat berperan penting.
Bahkan, sebagian dari negara-negara tersebut merupakan pengekspor beras. Thailand dan Vietnam, misalnya, masing-masing berkontribusi sebesar 12,17 persen dan 10,57 persen dari total ekspor beras dunia. Bersama India yang berkontribusi sebesar 35,76 persen dari total ekspor beras dunia, Thailand dan Vietnam mengurangi ekspor berasnya untuk menjaga ketahanan pangan domestik.
Penurunan produksi beras akibat El Nino dan hambatan ekspor beras menyebabkan harga beras naik. Hal itu akan menghambat tren penurunan inflasi pangan. Oleh karena itu, ADB meminta setiap negara mengambil kebijakan untuk mengurangi dampak terburuk.
Beberapa kebijakan yang bisa digulirkan antara lain mengembangkan varitas tanaman yang tahan kekeringan, penyelamatan sumber air dan perluasan irigasi, dan pendistribusian benih tanaman pangan. Selain itu, ADB juga meminta agar cakupan perlindungan sosial diperluas, pengelolaan air ditingkatkan, dan kerja sama pangan kawasan digalang.
Baca Juga: Kelas Bawah Tanggung Kenaikan Harga Beras Terbesar
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F13%2F1fcc31f0-d7e8-4f77-992d-b33acd26dd83_jpg.jpg)
Sejumlah pekerja memuat karung-karung berisi beras impor asal Vietnam ke atas truk pengangkut di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (13/09/2023). Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (NFA) per awal September 2023, cadangan beras pemerintah (CBP) yang disimpan di Bulog tercatat 1,52 juta ton.
Sebelumnya, FAO menyebutkan, penurunan produksi beras akibat El Nino dan hambatan ekspor beras menyebabkan harga beras naik. FAO mencatat, Indeks Harga Beras pada Agustus naik 9,8 persen secara bulanan mencapai angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
Harga beras pecah 5 persen, terutama yang berasal dari Vietnam, pada Agustus 2023 mencapai 624,25 dollar AS per ton atau Rp 9,57 juta per ton, melonjak 62,25 persen secara tahunan. Lima belas tahun lalu, tepatnya Mei 2008, harga beras itu pernah mencapai titik tertinggi, yakni 996 dollar AS per ton (Kompas, 9/9/2023).
Baca Juga: FAO: Harga Beras Dunia Capai Titik Tertinggi dan Perdagangannya Diperkirakan Turun
Barter pangan
Di Indonesia, kekeringan akibat El Nino menyebabkan produksi pangan turun. Kementerian Pertanian memperkirakan, dampak El Nino sedang dapat menyebabkan produksi beras berkurang sebanyak 380.000 ton beras. Namun, jika yang terjadi El Nino kuat, produksi beras yang hilang bisa mencapai 1,2 juta ton.
Badan Pangan Nasional (NFA) melalui Perum Bulog juga kesulitan menyerap gabah kering panen (GKP) karena harganya jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 5.000 per kg. Pembatasan ekspor beras dari sejumlah negara juga menyebabkan Indonesia agak kesulitan mendatangkan beras impor untuk menambah cadangan beras pemerintah (CBP).
Per 15 September 2023, stok beras di Bulog sebanyak 1,497 juta ton. Stok tersebut terdiri dari CBP sebanyak 1,438 juta ton dan beras komersial 58.468 ton. Hingga akhir 2023, Bulog menargetkan memiliki stok beras sebanyak 1,2 juta ton untuk menjaga stabilitas dan ketahanan pangan pada tahun depan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, tren harga beras semakin melambung. Per akhir pekan kedua September 2023, harga rata-rata nasional beras medium mencapai Rp 13.221 per kilogram (kg). Harganya jauh di tas harga eceran tertinggi (HET) beras medium Rp 10.900 per kg. Dalam sepekan, jumlah daerah yang harga berasnya naik juga bertambah dari 300 kabupaten/kota menjadi 341 kabupaten kota.
Kendati terjadi deflasi sebesar 0,02 persen pada Agustus 2023, beras justru menjadi komoditas yang mengalami inflasi cukup tinggi, yakni 1,54 persen secara bulanan. Adapun tingkat inflasi beras selama Januari-Agustus 2023 sebesar 7,99 persen.
Baca Juga: Beras Sumbang Inflasi di Tengah Deflasi
Sementara itu, Berdasarkan Panel Harga Pangan NFA, harga rata-rata nasional GKP di tingkat petani juga masih tinggi, yakni Rp 6.650 per kg. Harga GKP tersebut naik 29,32 persen secara tahunan dan 33 persen di atas HPP GKP di tingkat petani saat ini.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, NFA telah meminta Bulog membanjiri beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta. Dari target 4.500 ton beras, sebanyak 2.000 ton beras sudah digulirkan ke pasar tersebut. ”Kami menargetkan harga beras bisa turun dalam 2-3 pekan ke depan,” katanya.
Berdasarkan data PIBC, per 19 September 2023, harga beras medium jenis IR-64 III sebesar Rp 12.256 per kg. Pada 15 September 2023, harga beras tersebut sempat tembus Rp 12.600 per kg.
Baca Juga: Pemerintah Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk Darurat Beras
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F15%2Fac79b0c8-8161-43bb-9bd0-88e403f8598e_jpg.jpg)
Petani menanam bibit kacang tanah di dasar Waduk Cengklik yang mengering di Desa Ngargorejo, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (15/9/2023). Penyusutan air setiap musim kemarau membuat area tepi waduk yang dibangun saat masa Kolonial Belanda itu dapat dimanfaatkan untuk bercocoktanam. Waduk Cengklik dibangun pada 1923 dengan volume efektif 9,7 juta meter kubik.
Ketua Tim Penasihat Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede berpendapat, perubahan iklim menjadi salah satu tantangan besar bagi Indonesia. Fenomena tersebut, termasuk El Nino yang telah berlangsung 3-4 bulan ini dapat berpengaruh pada inflasi dan kekurangan stok pangan, terutama beras.
”Saat produksi beras turun, maka beras akan berkontribusi menaikkan tingkat inflasi. Namun, yang saya khawatirkan bukan peningkatan inflasi, tetapi dampaknya ke masalah sosial jika (ke depan) terjadi kekurangan beras,” kata Pardede dalam acara IFG International Conference di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Pemerintah melalui Bulog tengah berupaya menambah CBP dengan mengimpor beras dari China dan India. Agar upaya tersebut membuahkan hasil, sistem barter pangan bisa diterapkan.
Menurut Pardede, hingga kini, hujan masih belum turun di banyak daerah di Indonesia. Kapan El Nino akan benar-benar berakhir masih belum dapat dipastikan, bisa jadi sampai Januari atau Februari 2024.
”Namun, saya berharap iklim berpihak pada kita sehingga tidak perlu terjadi kekurangan beras yang berujung pada masalah sosial. Kendati begitu, pemerintah tetap perlu mengantisipasinya,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Pardede, pemerintah melalui Bulog tengah berupaya menambah CBP dengan mengimpor beras dari China dan India. Agar upaya tersebut membuahkan hasil, sistem barter pangan bisa diterapkan. Misalnya dengan India, Indonesia bisa membarter beras dengan minyak sawit.
Baca Juga:
- Sumber Air di Sejumlah Daerah Produsen Beras Dekati Titik Kritis
- El Nino dan Kisah Sepiring Nasi Petani
