Ada konsumen yang merugi saat bertransaksi melalui lokapasar sebab barang yang diterima tak sesuai pesanan. Pengawasan pemerintah dinanti untuk melindungi hak-hak konsumen.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Maraknya penipuan dalam proses pengiriman barang dari lokapasar dinilai akibat kurangnya filterisasi platform. Pemerintah yang lamban merespons kasus dianggap memperberat kondisi konsumen untuk mendapat hak-haknya.
Menurut Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim, penipuan kerap terjadi di lokapasar atau e-commercedalam berbagai bentuk, antara lain penjualan barang ilegal dan pemalsuan. Meski jarang terjadi, ada pula kasus penipuan ketika konsumen menerima barang tak sesuai dengan yang dipesan. Biasanya hal ini terjadi pada barang berharga mahal, seperti elektronik.
”Nah, ini yang harusnya memang tingkat security penyedia platform harus bisa melakukan filter dengan baik, cukup ketat. Filterisasi tidak hanya terkait kredibilitas, reputasi penjual, (tapi) termasuk legalitas mereka,” tutur Rizal saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (12/9/2023).
Selain dari sisi penyediaan barang, sisi ekspedisi juga membuka celah penipuan. Sebab, platform tak memiliki kendali jarak jauh untuk melakukan pengecekan barang hingga tingkat lapangan. Namun, pihak yang berkaitan langsung adalah penjual dan kurir.
”Mechanical check itu enggak putus. Jadi, perlu dipikirkan e-commerce untuk memastikan bahwa barang yang dipesan ini adalah barang yang sesuai dengan tampilan,” kata Rizal.
Menanggapi isu serupa, Senior Vice President Logistics Lazada Indonesia Adiputra Wiharja mengatakan, pihaknya berupaya memastikan seluruh pesanan sampai di tangan konsumen dengan aman dan sesuai. Hal tersebut menjadi salah satu perhatian utama dalam proses pemesanan hingga pengiriman barang konsumen.
Oleh karena itu, kejadian yang merugikan konsumen akan dilihat jumlah serta sumber permasalahan dari mana saja. Harapannya, masalah itu dapat diidentifikasi hingga ke akarnya.
Menanti pengawasan ketat
Adanya kasus berulang ketika konsumen dirugikan saat menerima barang yang tak sesuai, menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap lokapasar. Padahal, pemerintah bertanggung jawab mengevaluasi kejadian seperti ini.
Rizal mengatakan, seluruh kegiatan usaha dalam platform lokapasar berada dalam kendali pemerintah. Lokapasar harus mendapat otorisasi atau izin dari pemerintah sebelum dapat menjalankan usahanya.
Platform tidak hanya mendapat izin untuk usaha, tetapi dalam penyelenggara kegiatan usaha harus dimonitor pemerintah. Hal itu termasuk dievaluasi jika ada hal-hal yang dianggap melanggar ketentuan peraturan perundangan Indonesia.
”Jadi, wajib hukumnya, pemerintah melakukan evaluasi atau mungkin pengumpulan data terkait kasus-kasus seperti ini (penipuan),” kata Rizal.
Pemerintah pun berhak memberi sanksi pada lokapasar. Sebab, platform memberi ruang bagi pihak lain untuk berjualan sehingga ada potensi penyimpangan moral (moral hazard) dari tingginya risiko penipuan, transaksi fiktif, serta penjualan barang ilegal dan tak berizin.
Filterisasi ketat perlu dilakukan ketika pihak lain mendaftarkan diri sebagai penjual. Platform tak dapat melepaskan tanggung jawabnya pada individual pelapak.
Rizal menyayangkan pengawasan pemerintah, dalam hal ini adalah Kementerian Perdagangan yang mengawasi lokapasar. Ada anggaran negara yang digunakan sehingga semestinya dapat dimanfaatkan lebih baik.
”Hampir semua isu mekanisme pengawasan kita di penyelenggara pemerintah itu selalu lemah. Jadi, modelnya seperti ’pemadam kebakaran’ saja. Ada api dipadamkan, tetapi tak pernah ditarik ke belakang mengapa api itu muncul,” ujarnya.
Pemerintah cenderung merespons kejadian setelah viral. Istilah ”no viral, no justice” atau tak ada keadilan jika tak viral seharusnya menampar penyelenggara negara.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Rio Priambodo mengimbau proses bisnis yang telah ditetapkan lokapasar harus berjalan baik, diikuti mekanisme kontrol yang ketat. Hal ini dilakukan guna memastikan seluruh pegawai telah melakukan sesuai prosedur sehingga butuh dicek pengawas.
”Konsumen berhak mendapatkan barang dan jasa sesuai dengan nilai tukar atau harga yang telah disepakati. Artinya, konsumen berhak atas barang yang telah dibelinya dan tidak ditukar oleh barang lain, tanpa sepengetahuan dan sepertujuan konsumen,” tutur Rio.
Baik lokapasar maupun penyedia jasa ekspedisi perlu mengecek berlapis untuk memastikan kesesuaian barang. Ruang pengaduan bagi konsumen yang dirugikan juga disediakan.