Cadangan beras pemerintah pada akhir 2023 sekaligus awal 2024 semakin strategis. Tak hanya karena produksi nasional dan perdagangan internasional beras terbatas tetapi juga 2024 adalah tahun politik.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah pemangku kepentingan berpendapat bahwa pemerintah perlu memastikan cadangan beras tercukupi bukan hanya hingga akhir 2023, melainkan juga sampai awal 2024. Tahun 2024 adalah tahun sensitif dari sisi pangan maupun politik.
Pada 2024, produksi beras diperkirakan terbatas akibat dampak El Nino. Sementara selama empat bulan pertama pada 2024 akan ada sejumlah agenda besar, seperti pemilu, puasa, dan Idul Fitri, yang akan meningkatkan konsumsi beras. Pada saat yang sama, 2024 adalah tahun politik sehingga pangan sebagai kebutuhan dasar masyarakat akan makin strategis nilainya.
Ada sejumlah alternatif untuk mencukupi cadangan beras tersebut. Di antaranya menyerap produksi dalam negeri sebagai prioritas sembari tetap membuka peluang impor guna memenuhi ketersediaan beras.
Pemerintah perlu memastikan cadangan beras tercukupi bukan hanya hingga akhir 2023, melainkan juga sampai awal 2024.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (NFA) per awal September 2023, cadangan beras pemerintah (CBP) yang disimpan di Bulog tercatat 1,52 juta ton. Jumlah itu kemudian akan bertambah sekitar 400.000 ton yang berasal dari impor. Dengan demikian, total CBP hingga akhir 2023 mencapai 1,92 juta ton.
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia dan Komite Pendayagunaan Pertanian, Khudori, Selasa (12/9/2023), memperkirakan CBP tidak akan sesuai dengan target akhir tahun sebesar 1,2 juta ton. Sebab, CBP akan digunakan untuk alokasi bantuan pangan dan operasi pasar.
Pemerintah akan menggelontorkan bantuan pangan untuk masyarakat berpendapatan rendah sebesar 640.590 ton selama September-November 2023. Bantuan itu diberikan kepada 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) untuk meminimalkan imbas kenaikan harga beras.
Pemerintah melalui Bulog juga mengintervensi pasar melalui program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP). Bulog mencatat, penyaluran SPHP sejak awal tahun sampai awal September 2023 mencapai 756.000 ton atau rata-rata sekitar 94.500 ton per bulan.
”Dengan adanya bantuan sosial (beras), alokasi SPHP diperkirakan 150.000 ton selama tiga bulan dan 100.000 ton pada Desember karena mungkin tidak ada bansos. Sampai akhir tahun, total alokasi SPHP mencapai 250.000 ton. Artinya, sisa CBP diperkirakan tidak sampai dengan yang ditargetkan, yakni sekitar 1 juta ton,” tutur Khudori.
Target 1,2 juta ton
Total CBP sampai akhir 2023 tersebut diperoleh dari kalkulasi CBP sebesar 1,92 juta ton dikurangi total alokasi bantuan pangan dan alokasi SPHP, yakni 890.590 ton. Dengan demikian, stok akhir 2023 sebanyak 1,03 juta ton alias di bawah target pemerintah sebanyak 1,2 juta ton.
Khudori menambahkan, CBP tidak hanya menjadi target yang harus tercapai hingga akhir tahun, tetapi juga menjadi basis cadangan awal tahun mendatang. Sebab, kekeringan akibat El Nino menyebabkan produksi beras terbatas. Dengan demikian, butuh intervensi pasar guna stabilisasi harga.
Selain itu, pada 2024 juga terdapat sejumlah agenda besar, seperti tahun politik, bulan puasa, dan Idul Fitri. Ketiga agenda tersebut, lanjut Khudori, membutuhkan ketersediaan beras yang cukup mengingat permintaan konsumen akan meningkat.
”Kebutuhan akan sangat besar, sedangkan produksi musim panen belum ada. Dugaan saya, Desember 2023 tidak ada bansos sehingga pada Januari hingga Maret 2024, pemerintah akan menyalurkan bansos akibat kenaikan harga. Kalau Januari hingga Maret ada bansos, stok 1 juta ton akan berkurang lagi sebesar 640.000 ton. Belum lagi untuk SPHP,” ujarnya.
Idealnya, Khudori melanjutkan, pemerintah wajib menyiapkan 1,2 juta ton beras sebagai cadangan akhir tahun sekaligus bekal awal tahun. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas harga pasar, terutama di pasar tradisional yang pergerakan harganya liar.
Untuk itu, serapan produksi dalam negeri mesti menjadi prioritas. Hingga saat ini, total serapan produksi beras dalam negeri mencapai 760.000 ton dari total target mencapai 2,4 juta ton selama 2023. Sebanyak 70 persen di antaranya direalisasikan pada masa panen raya.
Jika kondisi itu tidak memungkinkan, pilihan lain untuk menyerap produksi dalam negeri adalah dengan skema komersial Bulog sebagai perusahaan komersial yang kemudian dikonversikan sebagai CBP.
Pilihan lain untuk menyerap produksi dalam negeri adalah dengan skema komersial Bulog sebagai perusahaan komersial yang kemudian dikonversikan sebagai CBP.
Dalam rangka memperkuat stok pemerintah untuk mengintervensi harga beras di pasar, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, pada Desember 2022, mengatakan, akan ada peralihan beras komersial ke CBP. Pemerintah juga terus memindahkan stok dari wilayah surplus ke daerah defisit.
Sembari memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri, pemerintah juga perlu mempertahankan peluang impor guna memenuhi ketersediaan CBP. Hal ini mengingat produktivitas padi atau beras dalam negeri masih tertekan akibat kondisi kekeringan dan memasuki masa paceklik.
Anggota Dewan Penasihat Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian, M Husein Sawit, menyebut, pemerintah telah melakukan pengadaan beras luar negeri sebesar 1,39 juta ton dengan mengambil pangsa pasar 63 persen dari total 2,2 juta ton. Sementara itu, sebagian besar CBP berasal dari impor, yakni 1,25 juta ton.
”Sampai akhir 2023, penyerapan dalam negeri diperkirakan paling tinggi 1 juta ton, sedangkan targetnya 2,4 juta ton,” katanya.
Selain itu, bantuan pangan yang kini sedang berlangsung juga perlu diperbesar alokasinya. Saat ini, setiap KPM menerima bantuan 10 kilogram per bulan selama tiga bulan. Sebaiknya, mereka menerima bantuan 30-40 kg. Husein juga menilai, operasi pasar yang dilakukan oleh pemerintah tidak terlalu efektif sehingga sebaiknya dihentikan. Hal ini karena situasi kenaikan harga dinilai sangat liar.
Direktur Utama Bulog Budi Waseso, Senin (11/9/2023), menyebut, pihaknya tidak akan lagi mengimpor beras. Hal itu disebabkan impor beras sebanyak 400.000 ton sudah dalam perjalanan dan akan sampai di gudang-gudang Bulog paling lambat November 2023.
"Impor sudah selesai. Berarti kita tidak impor lagi,” kata Budi di Gudang Bulog DKI Jakarta dan Banten di Kelapa Gading, Jakarta, Senin (10/9/2023).
Walakin, Budi tidak menyebut secara rinci dari mana saja beras tersebut berasal. Namun, dia memastikan jika beras itu diimpor dari negara-negara pengimpor sebelumnya, seperti Vietnam dan Thailand. (AGP/BRO/ETA/IKI/FLO)