Panen Masih Ada, Harga GKP Tembus Rp 7.000 Per Kilogram Lebih
Kendati masih ada panen di sejumlah daerah, harga gabah terus naik dan menjauhi harga pembelian pemerintah. Pengadaan gabah/beras oleh Bulog untuk stok pemerintah hingga akhir tahun ini dikhawatirkan tidak optimal.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Lanskap sebagian besar lahan pertanian di kawasan Carita, Pandeglang, Banten, dibiarkan bera setelah musim panen padi selesai, Selasa (29/8/2023). Akibat kekurangan air karena terjadinya El Nino, produktivitas gabah pada musim panen gadu berpotensi menurun.
JAKARTA, KOMPAS — Panen padi musim tanam kedua atau MT II tahun ini masih berlangsung di sejumlah daerah. Namun, harga gabah kering panen sudah lebih dari Rp 7.000 per kilogram. Perum Bulog dikhawatirkan tak mampu menyerapnya.
Berdasarkan Panel Harga Pangan Badan Pangan Nasional (NFA), per Rabu (6/9/2023), harga rata-rata nasional gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 6.220 per kilogram (kg). Dalam sebulan terakhir, harga rata-rata nasional GKP naik 12,68 persen.
Di sejumlah daerah di Indonesia, harga GKP sudah di atas Rp 7.000 per kg. Di Mojokerto, Jawa Timur, misalnya, harga GKP tembus Rp 7.300 per kg, sementara di Brebes dan Pekalongan, Jawa Tengah, masing-masing Rp 7.100 per kg dan Rp 7.400 per kg. Harga GKP itu jauh di atas harga pembelian pemerintah (HPP) GKP yang ditetapkan Rp 5.000 per kg.
Koordinator Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani (AB2TI) Jawa Barat Masroni mengatakan, hingga akhir Oktober 2023, panen padi musim tanam (MT) II masih ada di sejumlah daerah di Jawa Barat. Namun, harga GKP di sejumlah daerah di Jawa Barat, seperti di sebagian wilayah Indramayu dan Subang, relatif tinggi, yakni berkisar Rp 7.500-Rp 7.800 per kg.
”Penggilingan kecil dan menengah serta Bulog sudah tidak bisa membeli GKP itu. Hanya penebas yang bermitra dengan korporasi beras besar yang menyerapnya,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (6/9/2023).
Penggilingan kecil dan menengah serta Bulog sudah tidak bisa membeli GKP itu. Hanya penebas yang bermitra dengan korporasi beras besar yang menyerapnya.
Masroni menjelaskan, tingginya harga GKP disebabkan sejumlah faktor. Pertama, produksi GKP di sejumlah wilayah itu turun dari 7-8 ton per hektar (ha) menjadi 5-6 ton per ha. Penurunan produksi itu terjadi lantaran serangan tikus dan kekurangan air.
Air irigasi memang masih mengalir, tetapi cukup terbatas lantaran ada perbaikan saluran irigasi dan penjadwalan pengairan setiap dua hari sekali. Hujan juga sudah tidak pernah turun sejak Agustus 2023.
Kedua, panen yang kurang optimal membuat GKP petani diperebutkan. Penebas yang bermitra dengan korporasi beras skala besar memiliki cukup modal untuk membeli gabah itu dengan harga yang lebih tinggi.
Masroni menambahkan, kondisi itu diperkirakan bakal berlangsung hingga akhir Oktober 2023. Pada November 2023, daerah aliran irigasi Bendung Rentang, Jawa Barat, akan memasuki masa pengeringan. MT I baru akan dimulai pada 1 Desember 2023.
Warga berjalan di antara tanah yang merekah bersamaan dengan mengeringnya dasar Waduk Tandon di Desa Pare, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, Selasa (8/8/2023).
Kenaikan harga GKP di tingkat petani itu berdampak signifikan terhadap lonjakan harga beras. Berdasarkan data Panel Harga Pangan NFA, harga rata-rata nasional beras medium di tingkat pengecer Rp 12.550 per kg. Harga tersebut telah naik 4,67 persen dibandingkan bulan lalu yang sebesar Rp 11.990 per kg. Harga beras medium itu juga jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 10.900 per kg.
Stok beras
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri menuturkan, sampai saat ini, pasokan beras ke pasar-pasar rakyat atau pasar tradisional masih cukup lancar dan aman. Namun, harga beras medium di pasar-pasar rakyat memang tinggi, yakni Rp 12.400-Rp 12.600 per kg, karena mengikuti kenaikan harga gabah.
Kendati begitu, masyarakat masih bisa mendapatkan beras seharga Rp 10.900 per kg walau jumlahnya terbatas. Beras tersebut merupakan bagian dari program Stabilitas Pangan dan Harga Pangan (SPHP) NFA dan Bulog.
”Yang terpenting saat ini adalah membuktikan bahwa stok beras, khususnya beras medium, benar-benar tersedia secara cukup di pasar-pasar rakyat. Hal itu penting untuk menepis anggapan masyarakat bahwa Indonesia saat ini sedang kesulitan menyetok beras,” tuturnya.
Yang terpenting saat ini adalah membuktikan bahwa stok beras, khususnya beras medium, benar-benar tersedia secara cukup di pasar-pasar rakyat. Hal itu penting untuk menepis anggapan masyarakat bahwa Indonesia saat ini sedang kesulitan menyetok beras.
Buruh mengangkut beras yang baru tiba di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, Selasa (5/9/2023). Kekeringan akibat El Nino dapat menggerus produksi serta mengerek harga gabah dan beras.
Berdasarkan data Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta, per 6 September 2023, stok beras di pasar induk tersebut 25.594 ton. Stok tersebut meningkat 7,3 persen dibandingkan bulan lalu dan turun 35,3 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Beras yang masuk ke PIBC juga lebih sedikit ketimbang beras yang keluar. Beras yang masuk PIBC 1.892 ton, sedangkan yang keluar 2.138 ton. Pasokan beras terbesar berasal dari Jawa Tengah, yakni sekitar 30 persen. Harga rata-rata beras IR di PIBC juga telah menembus Rp 13.085 per kg. Harga tersebut naik 5,4 persen secara bulanan dan 28,9 persen secara tahunan.
Sementara itu, cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog per awal September 2023 mencapai 1,52 juta ton. Pada September, Oktober, hingga November 2023, stok akan berkurang lantaran 640.000 ton beras akan disalurkan kepada 21,3 juta rumah tangga tidak mampu.
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menargetkan Bulog tetap bisa menjaga stok CBP sebanyak 1,4 juta ton pada 2024. Bulog akan berupaya menyerap gabah dan beras di dalam negeri dan tengah mengupayakan mengimpor 400.000 ton beras hingga akhir tahun ini.