Hingga Juli 2023, Jumlah Peserta BPJS Ketenagakerjaan Baru 37,4 Juta Orang
Jumlah ini terdiri dari peserta penerima upah (31,05 juta orang), peserta bukan penerima upah (6,35 juta orang), peserta pada sektor jasa konstruksi (7,40 juta orang), dan pekerja migran Indonesia (391.344 orang).
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan mengeluhkan jumlah kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan yang belum kunjung mencakup seluruh penduduk bekerja. Padahal, program jaminan sosial ketenagakerjaan diyakini memiliki manfaat yang besar bagi pekerja. Salah satunya adalah dapat menurunkan angka kemiskinan.
”Begitu besarnya manfaat dari jaminan sosial ketenagakerjaan, tapi belum diimbangi dengan jumlah kepesertaan yang ada,” ucap Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, dalam siaran pers pembukaan Forum Komunikasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Senin (4/9/2023) malam, di Jakarta.
Contoh manfaat jaminan kecelakaan kerja, yang menjadi bagian dari program jaminan sosial ketenagakerjaan, adalah pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis, santunan berupa uang, dan program kembali bekerja (return to work). Kemudian, contoh manfaat jaminan kematian, yaitu santunan kematian, santunan berkala, biaya pemakaman, dan beasiswa pendidikan anak.
Mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2023, menurut Ida, jumlah penduduk usia kerja di Indonesia tercatat 211,59 juta orang. Dari jumlah tersebut, penduduk yang bekerja 138,63 juta orang.
Jumlah penduduk bekerja yang sebanyak 138,63 juta orang itu terdiri dari penduduk bekerja di sektor informal 83,34 juta orang (60,12 persen) dan bekerja di sektor formal 55,29 juta orang (39,88 persen).
Kemudian, sesuai data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan hingga Juli 2023, jumlah kepesertaan baru 37,40 juta orang penduduk bekerja. Jumlah ini terdiri dari peserta penerima upah (31,05 juta orang), peserta bukan penerima upah (6,35 juta orang), peserta pada sektor jasa konstruksi (7,40 juta orang), dan pekerja migran Indonesia (391.344 orang).
Artinya, jika berpijak pada data BPJS Ketenagakerjaan tersebut, dari seluruh penduduk bekerja yang telah terlindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan sebanyak 26,97 persen dan 7,61 persen di antaranya merupakan pekerja sektor informal.
”Kondisi seperti itu perlu didiskusikan tentang bagaimana memastikan seluruh penduduk bekerja bisa mendapatkan pelayanan jaminan sosial ketenagakerjaan. Saya rasa itu semua pemangku kepentingan di ketenagakerjaan harus berkolaborasi dan bersinergi,” kata Ida.
Direktur Apindo Research Institute Agung Pambudi, saat dikonfirmasi Selasa (5/9/2023), di Jakarta, mengatakan, hampir semua perusahaan besar telah mengikutsertakan karyawannya ke program jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni jaminan kematian (JKM), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan hari tua (JHT), jaminan pensiun, dan jaminan kehilangan pekerjaan. Menurut Agung, sebagian besar perusahaan skala menengah juga telah mengikutsertakan pekerjanya.
Perusahaan skala mikro dan kecil, imbuh Agung, cenderung belum mengikutsertakan pekerjanya ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Dari sisi usaha mikro-kecil, mereka relatif tidak memiliki kemampuan membayar iuran jaminan sosial, bahkan belum bisa membayar upah karyawan sebesar upah minimum. Belum semua di antara mereka juga memahami pentingnya program jaminan sosial ketenagakerjaan.
”Padahal, justru di usaha mikro-kecil ini para pekerjanya justru paling perlu dilindungi karena mereka belum mendapatkan perlindungan dari perusahaannya,” kata Agung.
Lebih jauh, Agung menilai, BPJS Ketenagakerjaan belum optimal mengakuisisi peserta. Kendati BPJS Ketenagakerjaan telah melakukan perekrutan peserta melalui basis - basis komunitas di masyarakat, dampak upaya seperti itu dinilai masih terbatas.
Sebagai solusi, Agung menyarankan perlunya sosialisasi masif tentang manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan dari pekerja yang telah menjadi peserta aktif. Masyarakat Indonesia umumnya lebih percaya pada contoh nyata yang telah terjadi.
Pemerintah daerah
Koordinator BPJS Watch, Indra Munaswar, saat dihubungi hari Selasa (5/9/2023), di Jakarta, berpendapat pentingnya mengoptimalkan kerja sama dengan pemerintah daerah agar dibukakan akses data perusahaan sampai skala menengah dan kecil di kabupaten/kota. Dengan demikian, BPJS Ketenagakerjaan akan mudah memperoleh data berapa jumlah pekerja yang belum didaftarkan sebagai peserta program jaminan sosial ketenagakerjaan. Jika terdapat hambatan atau kesulitan, badan penyelenggara bisa menggandeng aparat hukum.
Selain itu, untuk memberikan perlindungan kepada pekerja informal yang kurang mampu dan jumlahnya cukup besar, dia memandang negara semestinya memberikan bantuan iuran, khususnya untuk program JKK dan JKM. Cara seperti ini efektif untuk mendukung kenaikan kepesertaan aktif kendati tak kunjung dilakukan pemerintah.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar berpendapat, keluhan Kemenaker tersebut harus ditindaklanjuti oleh kementerian/lembaga lain. Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mengamanatkan 19 kementerian/lembaga, Kejaksaan Agung, tiga Kepala Badan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, serta pejabat daerah antara lain 34 gubernur, 416 bupati, dan 98 wali kota mendukung optimalisasi program jaminan sosial ketenagakerjaan.
”Kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan bisa menurunkan tingkat kemiskinan. Oleh sebab itu, cakupan kepesertaan aktif menjadi kunci. Permasalahan selama ini, pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia belum siap,” ucap Timboel.