Perlindungan Pekerja Rentan Jadi PR BPJS Ketenagakerjaan
Perlindungan pekerja rentan masih menjadi pekerjaan rumah. BPJS Ketenagakerjaan mencatat, dari target 20 juta pekerja rentan, baru 1,2 juta pekerja rentan yang terlindungi jaminan sosial.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan mencatat masih banyak pekerja rentan di Indonesia yang belum terlindungi karena mereka tidak mampu membayar iuran. Sejumlah langkah mesti dilakukan untuk memperluas cakupan kepesertaan demi melindungi para pekerja informal tersebut.
”Direksi BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) perlu melakukan akselerasi program untuk memperluas cakupan kepesertaan pekerja informal atau sektor informal, dengan peningkatan literasi, edukasi, dan sosialisasi bagi pekerja di sektor informal,” kata Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga ketika dimintai pandangan, Minggu (9/10/2022).
Direksi BP Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) perlu melakukan akselerasi program untuk memperluas cakupan kepesertaan pekerja informal atau sektor informal, dengan peningkatan literasi, edukasi, dan sosialisasi bagi pekerja di sektor informal.
Menurut Andy, BPJS Ketenagakerjaan perlu membuka kantor-kantor pelayanan unit di daerah-daerah dengan pertumbuhan sektor informal yang pesat. Daerah dimaksud semisal Pulo Gadung di Jakarta Timur; Kabupaten Bandung, Jawa Barat; Kabupaten Brebes dan Tegal di Jawa Tengah; serta Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Agen perisai, petugas yang direkrut untuk menyosialisasikan dan merekrut peserta BPJS Ketenagakerjaan, perlu diperbanyak dan disebar di kawasan industri usaha kecil menengah yang tumbuh pesat. Lokasi UMKM perlu segera dipetakan oleh BPJS Ketenagakerjaan sebagai potensi perekrutan kepesertaan.
Andy mengatakan bahwa BPJS Ketenagakerjaan juga perlu membangun kerja sama dengan organisasi yang mengadvokasi para pekerja informal. Organisasi dimaksud seperti Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia, Asosiasi Pedagang Kaki Lima, dan Asosiasi UMKM Indonesia.
Upaya ini dibutuhkan untuk memperkuat kerja sama perekrutan kepesertaan baru BPJS Ketenagakerjaan. ”Pola percepatan pelayanan juga perlu lebih dioptimalkan sehingga para peserta merasa nyaman dan bangga sebagai peserta Jamsostek. Dengan kata lain, customer value added BP Jamsostek perlu lebih ditingkatkan,” ujar Andy.
Terkait dengan hal tersebut, Andy pun menuturkan bahwa seluruh direksi dan dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan harus menjalankan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Pada Jumat (7/10/2022), jajaran Dewan Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta. Pada kesempatan tersebut mereka menyampaikan kinerja selama 19 bulan terakhir, yakni sejak mereka dilantik oleh Presiden pada Februari 2021.
”Intinya, semua indikator itu on track, kepesertaan tumbuh dari 28 juta peserta saat kami diberikan amanah, sekarang sudah 35 juta (peserta). Dari sisi layanan juga membaik; dulu klaim itu 15 hari, sekarang 15 menit bisa klaim,” kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo, ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, seusai bertemu Presiden Jokowi, Jumat.
Terkait dengan investasi, Anggoro menuturkan, saat ini dana kelolaan sebesar Rp 607 triliun atau meningkat dibandingkan dengan posisi 19 bulan lalu yang Rp 487 triliun. ”Efisiensi juga kami sampaikan ke Pak Presiden. Kalau yang lalu cost of per peserta itu Rp 11.000-Rp 12.000, hari ini sudah Rp 10.000 dan tahun depan ditargetkan Rp 9.500. Artinya, semakin efisien. Termasuk juga biaya-biaya yang lain,” ujarnya.
Pada kesempatan tersebut Anggoro menuturkan, jajaran BPJS Ketenakerjaan juga menyampaikan kepada Presiden Jokowi terkait rencana korporasi selama lima tahun ke depan, yakni sampai tahun 2026. ”Corporate plan itu semuanya dobel. Kepesertaan dari 28 juta (peserta) menjadi 70 juta (peserta). Dana investasi dari Rp 487 triliun menjadi Rp 1.000 triliun. Ini disampaikan ke Pak Presiden (bahwa) progresnya menuju ke sana,” katanya.
Pekerja rentan
Anggoro menuturkan, BPJS Ketenagakerjaan pun meminta arahan dan dukungan dari Presiden Jokowi. ”(Hal ini) karena banyak lagi yang bisa kita lakukan, termasuk di antaranya (perlindungan bagi) para pekerja rentan. Para pekerja rentan itu mereka belum terlindungi, bukan karena mereka enggak mau, melainkan karena mereka memang enggak mampu membayar iuran,” ujarnya.
Menurut Anggoro, kondisi ini dalam kesempatan berikutnya akan dielaborasi lebih lanjut agar para pekerja rentan tersebut dapat terlindungi. Hal ini karena para pekerja rentan tersebut memiliki risiko kerja, tetapi mereka tidak mampu melindungi dirinya.
Sementara itu, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin mengatakan, pekerjaan rumah (PR) saat ini adalah menyangkut pekerja informal. ”Sesuai arahan Pak Presiden, tahun lalu itu (peserta dari pekerja informal) naik 42 persen year on year (secara tahunan) dan per September (2022) ini sudah naik 62 persen,” katanya.
Beberapa strategi meningkatkan kepesertaan disampaikan kepada Presiden Jokowi. Strategi dimaksud mencakup keagenan sehingga dapat masuk sampai ke desa, ke kalangan petani, nelayan, ke pasar, dan sebagainya. Demikian pula disampaikan persoalan terkait pekerja rentan yang tidak mampu membayar iuran.
”Perlu ada intervensi negara, intervensi pemerintah. Dari 20 juta (orang yang menjadi) target RPJMN (rencana pembangunan jangka menengah nasional) untuk pekerja rentan itu, sekarang sudah terlindungi 1,2 juta (pekerja rentan). Jadi, kami ingin mengakselerasi untuk melindungi pekerja-pekerja yang tidak mampu ini sehingga kalau terjadi risiko, tentu, selain santunan (maka) anaknya juga bisa mendapat beasiswa,” kata Zainudin.
Saat ditanya terkait bentuk intervensi, Zainudin menuturkan, karena ada inpres, BPJS akan mencoba ke pemerintah daerah. ”Pemda yang punya (kemampuan) fiskal bagus, itu kami coba dari pemdanya untuk, misalnya, melindungi buruh bangunan, pekerja disabilitas, marbot masjid, penjaga gereja, dan sebagainya,” ujarnya.
RPJMN sebenarnya juga sudah menetapkan harus ada dukungan dari pemerintah pusat. ”Nah, ini butuh dukungan regulasi. Regulasinya lagi dibahas (sehingga) bagaimana pekerja miskin dan pekerja tidak mampu yang masuk dalam (kategori) pekerja rentan terlindungi. Kami terus bicara dengan kementerian-kementerian terkait untuk memfinalkan regulasi,” kata Zainudin.
Regulasinya lagi dibahas (sehingga) bagaimana pekerja miskin dan pekerja tidak mampu yang masuk dalam (kategori) pekerja rentan terlindungi.
Adapun Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Muhammad Zuhri Bahri mengemukakan, Presiden Jokowi tiga kali menegaskan agar aspek pengawasan harus lebih efektif dan optimal. Ada dua hal yang melatarbelakangi.
Pertama, kondisi sosial ekonomi tahun-tahun ke depan susah diprediksi. ”Kedua, ada beberapa kasus di beberapa lembaga yang membuat Presiden (menegaskan) harus lebih aware agar kasus-kasus itu jangan terjadi lagi di tempat-tempat, lembaga, atau institusi milik pemerintah, termasuk BPJS. Saya kira aspek pengawasan ini menjadi penting. Baik itu terkait investasi, layanan, dan kepesertaan itu menjadi bagian dari aspek pengawasan kami,” kata Muhammad Zuhri.