Di Indonesia, dampak El Nino terhadap sawit diperkirakan tidak akan terlalu parah. Di Malaysia, dampak El Nino tahun ini diperkirakan baru akan mengurangi produksi CPO sebanyak 1-3 juta ton pada 2024.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Harga minyak kelapa sawit mentah atau CPO kembali berada di atas 4.000 ringgit Malaysia per ton. Kenaikan harga komoditas itu dipengaruhi sentimen pasar yang mengkhawatikan dampak El Nino.
TradingEconomics mencatat, perdagangan CPO di Bursa Derivatif Malaysia pada Jumat (1/9/2023) ditutup seharga 4.040 ringgit Malaysia (RM) per ton. Harga komoditas itu meningkat 3,19 persen baik secara bulanan maupun tahunan.
Harga CPO itu mendekati level tertinggi yang sebelumnya dicapai pada 26 Juli 2023 yang sebesar 4.050 RM per ton. Harga tersebut juga menuju kenaikan ketiga berturut-turut dalam sepekan terakhir di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap El Nino.
Faktor lain yang turut menopang kenaikan harga adalah menguatnya kembali permintaan dari India dan China. Permintaan dari India diperkirakan bakal meningkat pada beberapa bulan mendatang didorong oleh perayaan Diwali pada November 2023.
Adapun di China, aktivitas manufaktur mulai meningkat perlahan meskipun masih di bawah ambang batas ekspansi, yakni 50. Per Agustus 2023, indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur China sebesar 49,7 atau meningkat tipis dari Juli 2023 yang sebesar 49,3.
Harga CPO itu mendekati level tertinggi yang sebelumnya dicapai pada 26 Juli 2023 yang sebesar 4.050 RM per ton. Harga tersebut juga menuju kenaikan ketiga berturut-turut dalam sepekan terakhir di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap El Nino.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan, dampak El Nino pada tahun ini tidak akan separah tahun 2015 dan 2019. Pada musim kemarau kali ini, hujan masih terjadi di sejumlah daerah penghasil sawit kendati curahnya tidak terlalu tinggi.
“Curah hujan yang minim itu akan berpengaruh pada keterlambatan kematangan tandan buah segar sawit (TBS), sehingga panen TBS bisa mundur. Beberapa perusahaan sudah mengantisipasinya dengan menambah pupuk,” ujarnya.
Selain itu, Gapki bekerjasama dengan pemerintah daerah berupaya mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan, terutama semak belukar, gambut, dan lahan terlantar. Selain mengedukasi petani atau warga sekitar hutan, Gapki juga akan memitigasi risiko kebakaran itu melalui teknologi modifikasi cuaca.
Gapki mencatat, pertumbuhan produksi CPO nasional semakin menurun dari waktu ke waktu. Pada 2005-2010, produksi CPO nasional tumbuh 10,12 persen per tahun. Dalam satu dekade kemudian, yakni pada 2010-2015 dan 2015-2020, pertumbuhan produksinya turun masing-masing 7,39 persen dan 3,2 persen. Kemudian pada 2020-2025, produksi CPO tahunan diperkirakan bakal tumbuh negatif 1,15 persen.
Gapki menyebut, penyebab utama penurunan produksi itu adalah usia tanaman kelapa sawit yang semakin tua yang tidak diimbangi dengan percepatan peremajaan tanaman. Faktor lainnya adalah pupuk yang harganya mahal dan ketersediaannya terbatas.
Di Malaysia, Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) memperkirakan dampak El Nino pada tahun ini terhadap produksi CPO baru akan terlihat pada 2024. MPOB memperkirakan produksi CPO pada 2024 bisa turun 1-3 juta ton.
Direktur Jenderal MPOB Ahmad Parveez Ghulam Kadir menyatakan, El Nino sepertinya tidak akan mempengaruhi produksi tahun ini karena dibutuhkan waktu sekitar 15-18 bulan ke depan agar dampaknya terhadap produksi terlihat. Produksi CPO pada 2023 diperkirakan mencapai 19 juta ton, meningkat tipis dari tahun lalu yang sebanyak 18,45 juta ton.
El Nino baru akan memengaruhi penurunan produksi CPO pada 2024 sebesar 1 juta ton dan dalam skenario terburuk bisa turun 3 juta ton.
El Nino baru akan memengaruhi penurunan produksi CPO pada 2024 sebesar 1 juta ton dan dalam skenario terburuk bisa turun 3 juta ton. Namun seharusnya dampaknya tidak akan terlalu parah lantaran El Nino tidak separah sebelumnya, serta kondisi tanaman dan ketersediaan tenaga kerja sudah lebih baik.
"Kendati begitu, perubahan cuaca itu akan membuat harga CPO naik antara 3.800-4.000 RM per ton,” katanya (Reuters, 25 Mei 2023).
Sementara itu, Kementerian Perdagangan menetapkan harga referensi CPO pada periode 1-15 September 2023 sebesar 805,2 dollar AS per ton. Harga patokan untuk penetapan bea keluar (BK) dan pungutan ekspor (PE) sawit itu turun 1,85 persen dibandingkan periode 16-31 Agustus 2023.
“Harga referensi CPO itu mendekati ambang batas, yakni 680 dollar AS per ton. Dengan begitu, BK dan PE yang dikenakan sepanjang 1-15 September 2023 masing-masing 33 dollar AS per ton dan 85 dollar AS per ton,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso melalui siaran pers, Jumat.
Menurut Budi, penurunan harga referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor. Faktor-faktor itu antara lain penurunan harga minyak nabati lain, seperti minyak kedelai dan bunga matahari; pelemahan mata uang ringgit Malaysia terhadap dollar AS; penurunan permintaan minyak sawit; dan penurunan tarif bea masuk minyak kedelai dan bunga matahari oleh India.
Mulai 15 Juni 2023, Pemerintah India memberlakukan bea masuk baru. Untuk minyak nabati mentah, baik sawit, kedelai, maupun biji bunga matahari akan dikenakan bea masuk 5 persen. Adapun untuk minyak nabati olahan, bea masuk akan dikurangi dari 17,5 persen menjadi 12,5 persen. Hal itu bertujuan untuk mengendalikan inflasi harga pangan di dalam negeri (The Hindu Business Line, 15 Juni 2023).