Moratorium Penempatan Pekerja Migran ke Timur Tengah Dicabut
Setelah hampir delapan tahun berlaku, Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 resmi dicabut. Pemerintah berjanji menyiapkan mekanisme penempatan pekerja migran Indonesia sektor domestik yang aman.
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Ketenagakerjaan resmi mencabut Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia pada Pengguna Perseorangan di Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Kebijakan ini menandai moratorium penempatan pekerja migran Indonesia sektor domestik ke negara kawasan Timur Tengah tidak berlaku lagi.
Pengumuman pencabutan Kepmenaker No 260/2015 dilakukan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Rabu (23/8/2023), di Jakarta. Menurutnya, pembukaan kembali penempatan pekerja migran Indonesia sektor domestik ke negara kawasan Timur Tengah akan sepenuhnya mengikuti mekanisme dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sesuai dengan UU No 18/2017, penempatan pekerja migran Indonesia harus mengikuti ketentuan, antara lain negara tujuan penempatan harus mempunyai peraturan perundang-undangan yang melindungi tenaga kerja asing; memiliki perjanjian tertulis dengan Indonesia; dan memiliki sistem jaminan sosial dan/atau asuransi yang melindungi pekerja asing. Selain itu, pemerintah negara tujuan penempatan juga harus sepakat membuat sistem yang terintegrasi antara Pemerintah Indonesia.
Masih terkait dengan penempatan ke Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, Ida juga mencabut Kepmenaker No 291/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Kerajaan Arab Saudi Melalui Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK). Langkah ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada seluruh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) untuk dapat mengikuti SPSK, yakni dengan mengubah persyaratan P3MI yang dapat ikut serta dalam program SPSK penempatan PMI sektor domestik di Arab Saudi.
Di luar kebijakan penempatan ke negara kawasan Timur Tengah, Kemenaker pun memutuskan untuk mencabut kebijakan penempatan pada masa adaptasi kebiasaan baru pandemi Covid-19. Kebijakan yang dimaksud adalah Kepmenaker No 294/2020 tentang Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Dengan demikian, total ada tiga Kepmenaker yang dicabut pada Rabu. Selanjutnya, Kemenaker akan menyusun draf peraturan baru bersama kementerian/lembaga lain.
”Kami telah melakukan tindak lanjut perbaikan tata kelola penempatan PMI dengan melakukan Rapat Koordinasi Teknis untuk Menyusun Tim Teknis dan Petunjuk Teknis guna mengatur tata cara pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah,” imbuh Ida.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, secara terpisah, berpendapat, Kepmenaker No 260/2015 sudah sepantasnya dicabut karena menimbulkan masalah yang serius selama pelaksanaannya sejak 2015. Masalah itu berupa adanya uji coba penempatan satu kanal ke Arab Saudi, padahal Kepmenaker No 260/2015 belum dicabut saat itu.
”Kepmenaker No 260/2015 menganjurkan moratorium penempatan pekerja migran Indonesia sektor domestik ke Timur Tengah, tetapi realitasnya pemerintah tidak melakukan pengetatan pengawasan. ‘Pasar gelap’ pekerja rumah tangga ke Timur Tengah sangat tinggi. Akibatnya, kasus tindak pidana perdagangan orang ke kawasan itu cenderung tinggi,” kata Wahyu.
Wahyu berharap, pascapencabutan Kepmenaker No 260/2015, pemerintah serius menyiapkan proses penempatan calon pekerja migran Indonesia sektor rumah tangga. Pemerintah harus membuat perjanjian bilateral dengan negara-negara kawasan Timur Tengah.