Uji Coba Penempatan Satu Kanal ke Arab Saudi Kembali Dilanjutkan
Melalui sistem penempatan satu kanal, penempatan pekerja migran hanya bisa dilakukan oleh perusahaan Indonesia dan Arab Saudi yang telah terdaftar pada sistem serta memenuhi syarat.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Uji coba sistem penempatan satu kanal untuk penempatan terbatas pekerja migran Indonesia atau PMI ke Arab Saudi kembali dilanjutkan. Saat ini, prosesnya telah memasuki tahap perekrutan calon PMI untuk dapat dimasukkan ke dalam sistem.
”Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi telah menandatangani pengaturan teknis (technical arrangement) tentang proyek percontohan sistem penempatan satu kanal (SPSK) untuk penempatan terbatas pekerja migran Indonesia di Arab Saudi pada 11 Agustus 2022. Hal ini termasuk ke dalam upaya memperluas pasar kerja ke luar negeri,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dalam siaran pers, Minggu (26/2/2023), di Jakarta.
Kedua negara telah selesai melakukan integrasi aplikasi. Saat ini pun sedang berlangsung tahap memasukkan data calon PMI yang direkrut ke SPSK.
Ida menjelaskan, ia telah meninjau kesiapan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Arab Saudi untuk penerapan SPSK. Dia meminta dukungan kedutaan untuk membantu mengawal komitmen pemerintah Kerajaan Arab Saudi dalam mengimplementasikan SPSK.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Ayub Basalamah saat dikonfirmasi, Senin (27/2/2023), di Jakarta, membenarkan hal itu. Sekitar 200 calon PMI akan mengikuti uji coba SPSK untuk penempatan terbatas ke Arab Saudi. Menurut Ayub, mereka sedang mengikuti pelatihan kompetensi dan berbagai persiapan pemberangkatan.
SPSK menghubungkan sistem yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi.
Inisiatif SPSK sebenarnya telah dimulai sejak 2019. SPSK menghubungkan sistem yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi, seperti Sisnaker dan Musaned. Uji coba penempatan terbatas menggunakan SPSK ini sempat terbentur oleh pandemi Covid-19.
Dari 324 perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, hanya 117 perusahaan yang mendaftar. Berdasarkan seleksi dan penilaian oleh pemerintah, kini tersisa 49 perusahaan yang tercatat bisa ikut di SPSK untuk penempatan ke Arab Saudi.
Beberapa faktor yang diperhitungkan dalam seleksi adalah kapasitas dan pernah tidaknya perusahaan terlibat penempatan tenaga kerja secara ilegal.
Melalui SPSK, kata Ayub, penempatan hanya dilakukan oleh perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia dan perusahaan penyalur pekerja di Arab Saudi yang telah terdaftar pada sistem. Perusahaan penyalur di Arab Saudi akan berperan menempatkan pekerja pada pemberi kerja, baik pengguna perorangan (rumah tangga) maupun badan usaha.
”Mirip outsourcing. Akan tetapi, PMI mendapat gaji layak, dapat libur, upah lembur, dibekali alat komunikasi, dan hanya mengerjakan pekerjaan sesuai kompetensi yang dimiliki. Uji coba ini akan berlangsung enam bulan dulu,” imbuhnya.
Pilihan negara tujuan
Ketua Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Aspatki) Saiful Masud berpendapat, warga Indonesia, terutama pekerja sektor domestik, memerlukan semakin banyak pilihan negara tujuan penempatan. Implementasi SPSK ke Arab Saudi, meski baru mencakup uji coba penempatan terbatas, dinilai mampu memenuhi kebutuhan itu.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, saat dihubungi terpisah, berpendapat, Pemerintah Indonesia belum mencabut moratorium penempatan PMI kepada pengguna perorangan atau pekerja sektor domestik ke Timur Tengah. Moratorium ini terangkum dalam Keputusan Menaker Nomor 260 Tahun 2015. Jika implementasi SPSK ke Arab Saudi dilanjutkan dan moratorium itu tidak dicabut, dia mengkhawatirkan akan terjadi kegaduhan. Apalagi, kawasan Timur Tengah merupakan tujuan PMI terbanyak.
”Pascapandemi Covid-19 terjadi fenomena orang ’lapar bekerja’. Fenomena ini semestinya direspons pemerintah dengan menyiapkan koridor penempatan yang aman, yakni yang mengakui perlindungan hak asasi manusia. Penempatan satu kanal pun masih punya potensi penyalahgunaan kekuasaan, seperti potensi penunjukan perusahaan penempatan yang dekat dengan pejabat,” kata Wahyu.
Menurut dia, penempatan satu kanal seharusnya melibatkan penuh Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). Lalu, pemerintah mengevaluasi kembali biaya penempatan supaya calon PMI bisa terbebas dari beban biaya yang berat. Selain itu, pemerintah mengajak masyarakat sipil dan auditor independen untuk mengevaluasi kinerja perusahaan penempatan PMI.
Pascapandemi Covid-19 terjadi fenomena orang ’lapar bekerja’. Fenomena ini semestinya direspons pemerintah dengan menyiapkan koridor penempatan yang aman.
Berdasarkan data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), jumlah penempatan per Januari 2023 mencapai 24.050 PMI. Jumlah ini terdiri dari penempatan pekerja migran memakai skema pemerintah ke pemerintah sejumlah 1.081 orang, ditempatkan oleh perusahaan penempatan 20.928 orang, perseorangan 1.137 orang, untuk kepentingan perusahaan sendiri 16 orang, perpanjangan kontrak di Indonesia 103 orang, serta perpanjangan kontrak di negara penempatan 785 orang.
Dilihat dari sisi jabatan, setengah dari total PMI yang ditempatkan pada Januari 2023 bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan perawat orang tua. Adapun sepanjang Januari 2023, pengaduan terbanyak berasal dari PMI yang bekerja di Taiwan, Hong Kong, Arab Saudi, Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Kamboja.