Masyarakat dari kelas ekonomi bawah memakai tabungannya untuk berbelanja. Tren penggunaan uang tabungan untuk konsumsi sehari-hari itu bisa menjadi persoalan di kemudian hari.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Laju konsumsi rumah tangga hingga pertengahan bulan ini masih terpantau stabil, bahkan berpotensi meningkat menjelang akhir tahun. Meski demikian, tren konsumsi masyarakat dari kelas ekonomi bawah yang merogoh tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi hal yang perlu diantisipasi di tengah tren perlambatan ekonomi.
Berdasarkan data Mandiri Spending Index (MSI), tren belanja masyarakat hingga memasuki pertengahan Agustus 2023 masih terjaga stabil dan menunjukkan resiliensi. Per 13 Agustus 2023, MSI mencatatkan nilai 164,4. Jika dibandingkan dengan periode sebelum pandemi atau Januari 2020, tingkat belanja masyarakat tumbuh hingga 64,4 persen.
Sementara, sampai Juli 2023, tren belanja masyarakat mencatat angka 168,1, atau tumbuh 31,8 persen secara tahunan (year on year) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laju belanja masyarakat itu diperkirakan akan terus meningkat di sisa tahun ini mendekati masa kampanye pemilihan umum.
Berdasarkan kelompok pendapatannya, belanja oleh kelompok bawah (masyarakat dengan rata-rata saldo tabungan di bawah Rp 1 juta) per Juli 2023 tumbuh 66,2 persen secara tahunan dibandingkan posisi pada Juli 2022.
Laju konsumsi oleh masyarakat kelompok bawah itu lebih tinggi dibandingkan belanja kelompok menengah (masyarakat dengan saldo tabungan Rp 1 juta-Rp10 juta) yang tumbuh 35,96 persen secara tahunan dan kelompok atas (masyarakat dengan saldo tabungan di atas Rp 10 juta) yang tumbuh 18 persen secara tahunan.
Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono mengatakan, secara umum, kenaikan belanja masyarakat dari kelompok bawah lebih banyak ditopang oleh tabungan. Seiring dengan belanja yang naik, tingkat dana pihak ketiga (DPK) atau dana tabungan kelompok bawah pun anjlok hingga menyentuh level terendah sejak Januari 2022, yaitu 83,0.
Kondisi itu berbeda dengan kelompok menengah yang tabungannya relatif terjaga stabil, meski sedikit menurun, serta kelompok atas yang tabungannya meningkat sejak Juni 2023.
Secara umum, belanja terbesar kelompok bawah adalah untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan. ”Kebiasaan konsumsi itu sesuatu yang sulit diubah untuk jangka pendek sehingga untuk tetap menjaga pola konsumsinya, masyarakat mulai menggunakan tabungan,” kata Yudo dalam konferensi pers Mandiri Macroeconomic Outlook, Senin (22/8/2023).
Kenaikan belanja masyarakat dari kelompok bawah lebih banyak ditopang oleh tabungan.
Antisipasi
Yudo mengatakan, pola konsumsi masyarakat bawah yang mulai menguras dana tabungan untuk memenuhi kebutuhan dasar itu belum tentu berkaitan langsung dengan tingkat daya beli masyarakat. Hal itu lebih berkaitan dengan pola dan kebiasaan masyarakat yang belum berubah pasca relaksasi pembatasan mobilitas sosial.
”Tingkat income masyarakat dari kelompok bawah memang sedikit menurun, tetapi sejauh ini masih terjaga. Ini lebih berkaitan dengan pola perilaku konsumen, yang tidak mudah untuk tiba-tiba menurunkan konsumsinya dari level tertentu. Apalagi, pascarelaksasi pembatasan pandemi, memang ada tren peningkatan belanja,” katanya.
Namun, ke depan, tren penggunaan uang tabungan untuk konsumsi sehari-hari ini bisa menjadi persoalan. Apalagi, jika tidak diiringi dengan penambahan pemasukan bulanan serta jika terjadi guncangan ekonomi yang menekan daya beli. Sebab, kelompok masyarakat dengan tabungan di bawah Rp 1 juta ini termasuk kelompok ekonomi yang rentan terhadap guncangan ekonomi.
Ia mencontohkan, jika tren perlambatan ekonomi global terus berlanjut dan semakin menekan sektor riil, hal itu bisa berimplikasi pada gelombang pemutusan hubungan kerja dan penurunan upah. ”Kalau itu terjadi, income pasti terganggu, sementara saving sudah berkurang karena sudah dipakai untuk konsumsi. Ini akan memengaruhi daya beli,” kata Yudo.
Ia memperkirakan, memasuki akhir tahun, pada triwulan IV, pola konsumsi kelompok bawah akan berubah dan tingkat belanja mereka mulai menurun. ”Ketika berkurangnya dana tabungan itu mulai terasa, kebiasaan belanja pasti akan disesuaikan dan ikut berkurang,” ujarnya.
Secara umum, tren pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini diperkirakan bisa melanjutkan tren positif, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03 persen dengan inflasi yang terjaga di level 3-3,2 persen.
Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, jika kondisi perekonomian terjaga dan tidak terjadi guncangan ekonomi yang signifikan, inflasi berpotensi bergerak ke level 3 persen atau lebih rendah dari itu. Sebagai perbandingan, Bank Indonesia menargetkan inflasi pada tahun 2023 berada di kisaran 2-4 persen.
Menurut dia, inflasi bisa terjaga selama tidak ada guncangan ekonomi akibat fenomena El Nino yang berpotensi mengganggu produksi pangan dan mendorong inflasi. Jika hal itu terjadi, inflasi berpotensi naik hingga melewati 3,2 persen. Saat ini, per Juli 2023, inflasi tahunan tercatat sebesar 3,08 persen.
Andry mengatakan, jika terjadi El Nino yang parah, produksi beras dalam negeri terancam turun hingga 3-6 persen pada tahun 2023. ”Kalau hal itu terjadi, inflasi bisa bergerak ke arah 3,2 persen dan itu tentu bisa berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat. Namun, sejauh ini dampak dari El Nino masih terpantau dalam kondisi mild,” kata Andry.
Inflasi bisa terjaga selama tidak ada guncangan ekonomi akibat El Nino yang berpotensi mengganggu produksi pangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, untuk menjaga daya beli, pemerintah terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia untuk menjaga inflasi supaya terjaga di level rendah, terutama di tengah ancaman dampak El Nino. APBN juga dikerahkan untuk menjaga daya beli lewat program perlindungan sosial dan upaya pengendalian inflasi di daerah.
Ia mengatakan, penguatan ekonomi domestik, khususnya konsumsi rumah tangga, menjadi kunci untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global. ”Kita harus menjaga pertumbuhan konsumsi karena permintaan dalam negeri yang bisa menjaga momentum pertumbuhan,” ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita.