Peningkatan Kualitas Konsumsi Rumah Tangga Jadi Tantangan
Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II-2023 dinilai cukup baik, kualitas konsumsi rumah tangga tetap harus ditingkatkan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi Indonesia secara tahunan di triwulan II-2023 dinilai cukup baik apabila dibandingkan dengan kondisi beberapa negara yang mengalami perlambatan pada periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, masih ada tantangan bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas konsumsi rumah tangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia berdasarkan besaran produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku pada triwulan II-2023 sebesar Rp 5.226,7 triliun. Adapun PDB atas dasar harga konstan tahun 2010 sebesar Rp 3.075,7 triliun.
”Sehingga pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2023 apabila dibandingkan dengan triwulan I-2023, secara q-to-q, tumbuh sebesar 3,86 persen. Kemudian, apabila dibandingkan dengan triwulan II-2022, secara year on year, tumbuh sebesar 5,17 persen,” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud saat menyampaikan rilis berita resmi statistik di Jakarta, Senin (7/8/2023).
Menanggapi rilis BPS tersebut, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta berpendapat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan II-2023 ini cukup baik melihat beberapa negara tengah mengalami perlambatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sebut, misalnya, pertumbuhan ekonomi India yang 6,2 persen atau melambat dibandingkan 9,1 persen pada triwulan II-2022. Demikian pula pertumbuhan ekonomi Korea Selatan yang 0,9 persen atau melambat dibandingkan 2,9 persen pada triwulan II-2022.
Namun, beberapa negara mitra dagang utama mengalami percepatan, seperti China yang tumbuh 6,3 persen atau meningkat dibandingkan 0,4 persen pada triwulan II-2022. Demikian pula Amerika Serikat dengan pertumbuhan 2,6 persen atau lebih tinggi dibandingkan 1,8 persen pada periode sama tahun lalu.
Menurut Arif Budimanta, pertumbuhan ekonomi Indonesia ini juga telah berdampak terhadap turunnya angka kemiskinan dari 9,54 persen pada Maret 2022 menjadi 9,36 persen pada Maret 2023. Pun halnya pada penurunan angka kemiskinan ekstrem dari 2,04 persen pada Maret 2022 menjadi 1,12 persen per Maret 2023.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2023 apabila dibandingkan dengan triwulan I-2023, secara q-to-q, tumbuh sebesar 3,86 persen. Kemudian, apabila dibandingkan dengan triwulan II-2022, secara year on year, tumbuh sebesar 5,17 persen.
”Ke depan, kita masih memiliki tantangan cukup serius yang harus diselesaikan secara struktural, seperti dalam hal meningkatkan kualitas konsumsi rumah tangga yang saat ini memiliki andil 2,77 persen terhadap pertumbuhan atau memiliki kontribusi sebanyak 53,31 persen terhadap PDB kuartal (triwulan) II-2023 ini,” tuturnya.
Arif mengatakan, memang harus diakui bahwa sebagian yang menggerakkan konsumsi masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah, adalah bantuan sosial yang cukup banyak digelontorkan. Bantuan dimaksud baik berasal dari program reguler dalam rangka menurunkan angka kemiskinan maupun program dalam rangka pemulihan ekonomi akibat pandemi.
”Artinya, tugas kita bersama untuk memastikan bahwa orang yang keluar dari kemiskinan ataupun kemiskinan ekstrem tetap bertahan dan meningkat kesejahteraannya sekalipun program bansos yang sebelumnya diterima akan diberhentikan,” kata Arif.
Oleh karena itu, menurut Arif, hal yang mesti dipikirkan adalah agar konsumsi rumah tangga dapat terus tumbuh dan benar-benar didorong dari hasil meningkatnya pendapatan atau penghasilan masyarakat yang diperoleh dari hasil pekerjaan dan usaha.
Investasi yang tengah digencarkan pemerintah, dalam bidang infrastruktur, hilirisasi industri, dan sebagainya, harus dipastikan benar-benar membuka kesempatan kerja yang besar bagi masyarakat.
”Investasi juga mesti mendorong bergerak dan tumbuhnya kegiatan usaha masyarakat dengan adanya backward and forward linkage investasi yang terbangun. Kita juga masih memiliki tantangan untuk menghadirkan keterkaitan ekonomi antardaerah,” ujarnya.
Menurut Arif keterkaitan ekonomi antardaerah tersebut dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pertumbuhan ekonomi di daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah dengan daerah yang tidak atau kurang memiliki sumber daya alam. Transformasi ekonomi yang saat ini tengah dilakukan harus dapat menghadapi berbagai tantangan tersebut dan menjadikan ekonomi Indonesia ke depan lebih tinggi serta berkualitas untuk menghadirkan pertumbuhan yang inklusif dan merata.