Sampai Pertengahan Tahun, Utang Pemerintah Masih Terjaga Rendah
Utang pemerintah hingga Juli 2023 baru mencapai 28 persen dari pagu. Meski masih terkelola dengan baik, keinginan menekan utang itu jangan sampai mengorbankan penyerapan dan kualitas belanja pemerintah tahun ini.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
Lanskap kota Jakarta yang dipenuhi bangunan tapak dan gedung pencakar langit, Senin (17/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Hingga pertengahan tahun, realisasi penarikan utang pemerintah terpantau masih jauh di bawah target yang dipasang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023. Pengelolaan utang negara dinilai terjaga dengan baik asalkan tidak sampai mengorbankan realisasi dan kualitas belanja pemerintah tahun ini.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, hingga akhir Juli 2023, pemerintah telah menarik utang sebesar Rp 194,9 triliun atau 28 persen dari target yang dipatok dalam APBN 2023 sebesar Rp 696,3 triliun. Realisasi pembiayaan utang itu terdiri dari penarikan surat berharga negara (SBN) senilai Rp 184,1 triliun dan penarikan pinjaman (neto) senilai Rp 10,9 triliun.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penarikan utang pemerintah turun sebesar 17,8 persen secara tahunan (year on year). Pada Juli 2022, realisasi penarikan utang pemerintah adalah Rp 237 triliun atau mencapai 25,1 persen dari target APBN.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede, Sabtu (12/8/2023), menilai, pengelolaan utang negara sejauh ini masih terjaga baik setelah sempat membengkak demi memenuhi kebutuhan pembiayaan selama pandemi Covid-19.
Ia memperkirakan rasio utang tahun ini akan mencapai 37,9 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), turun dari 39,57 persen pada 2022 dan 41 persen pada 2021.
”Tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari segi penarikan utang baru, karena setelah pandemi, pemerintah memang terlihat tidak ingin ugal-ugalan dalam hal manajemen utang,” kata Josua saat dihubungi.
Tren turunnya penarikan utang ini sudah mulai terlihat sejak tahun 2022. Saat itu, pemerintah dapat menekan defisit APBN lebih cepat ke 2,38 persen dari PDB, separuh dari target dalam APBN yang awalnya dipatok 4,5 persen dari PDB. Memasuki tahun politik menjelang Pemilihan Umum 2024, kebutuhan untuk menekan utang dinilai akan lebih kentara.
Meski demikian, Josua mengingatkan agar keinginan untuk menekan utang itu tidak sampai mengorbankan realisasi dan kualitas belanja pemerintah tahun ini. Ia menyoroti, salah satu sebab APBN masih mencatatkan surplus hingga Juli 2023 dan pembiayaan utang masih terjaga rendah adalah pertumbuhan belanja pemerintah pusat yang masih di bawah laju penerimaan.
Keinginan untuk menekan utang itu tidak sampai mengorbankan realisasi dan kualitas belanja pemerintah tahun ini.
Hingga akhir Juli 2023, belanja pemerintah pusat baru terealisasi Rp 1.020,4 triliun atau 45,4 persen dari total pagu anggaran. Itu terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp 493 triliun (49,3 persen dari pagu) dan belanja non-K/L Rp 527,4 triliun (42,3 persen dari pagu). Realisasi belanja pemerintah pusat itu terkontraksi 1 persen dibandingkan dengan tahun lalu.
Ia juga menyoroti kualitas produktivitas belanja pemerintah yang berkurang karena porsi pembayaran bunga utang terhadap total belanja terus meningkat.
”Kita perlu berhati-hati. Jangan sampai untuk menghindari kritik soal utang, pemerintah menahan belanja. Belanja harus tetap direalisasikan sesuai rencana dan ditingkatkan produktivitasnya sehingga benar-benar memiliki dampak domino yang besar,” kata Josua.
Meningkat di akhir
Ia memperkirakan pembiayaan utang akan sedikit meningkat menjelang akhir tahun seiring dengan pola realisasi belanja pemerintah pusat dan daerah yang biasanya baru dikebut pada akhir tahun. Selain itu, akibat masih adanya saldo anggaran lebih (SAL) yang cukup tinggi dari tahun lalu, pemerintah juga mengalihkan strategi pembiayaan dari frontloading (penarikan utang pada awal tahun) menjadi backloading (penarikan utang pada akhir tahun).
Meski demikian, secara keseluruhan tahun ini, penarikan utang diperkirakan masih di bawah target APBN. Meskipun pemerintah berpotensi menggenjot belanja di semester II tahun 2023 untuk mengantisipasi efek rambatan perlambatan ekonomi global sekalipun, Josua meyakini pengelolaan utang tetap terjaga dan defisit APBN tetap di bawah batas aman 3 persen dari PDB.
”Kecil kemungkinan ada belanja dadakan. Memang belanja akan lebih besar di semester II karena kebutuhan yang lebih banyak pada akhir tahun dan pembayaran pelunasan proyek-proyek tertentu. Tetapi, sebagian besar sudah dianggarkan,” tutur Josua.
Dalam konferensi pers APBN Kita edisi Agustus 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi pembiayaan utang pemerintah jauh di bawah target dan menurun dibandingkan dengan tahun lalu. Pemerintah memilih menahan menerbitkan utang baru karena penerimaan negara masih terjaga hingga pertengahan tahun.
Hal itu berpengaruh ke penerbitan SBN yang mampu ditekan sebesar 25,8 persen dari target APBN. Sampai akhir Juli 2023, penerbitan SBN mencapai Rp 184 triliun, jauh di bawah target Rp 712,9 triliun. Pemerintah memang berencana mengurangi penerbitan utang tahun ini hingga hampir separuh dari target.
”Dengan penerimaan negara masih baik, belanja juga terjaga, kita bisa menurunkan penerbitan SBN kita. Ini juga yang membuat peringkat kredit dan kinerja APBN kita dinilai masih positif dan stabil dengan prospek yang semakin membaik,” katanya.