Aturan Properti untuk Warga Asing Butuh Sosialisasi
Kemudahan regulasi bagi warga asing untuk memiliki hunian di Indonesia dinilai masih butuh dikoordinasikan di tingkat pusat dan daerah.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemudahan kepemilikan properti bagi warga asing dinilai membutuhkan sosialisasi. Hal itu dikarenakan masih ada perbedaan persepsi di tingkat pemerintah pusat dan daerah dalam implementasi kebijakan terkait kepemilikan tersebut.
Pemerintah menggulirkan sejumlah kebijakan untuk memudahkan warga asing memiliki hunian di Indonesia. Kemudahan regulasi itu di antaranya warga asing yang sudah mengantongi paspor dan visa tidak wajib memiliki kartu izin tinggal tetap/terbatas (Kitas/Kitap) untuk bisa membeli hunian.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Selain itu, status hak kepemilikan satuan rumah susun bagi warga asing diperluas dari hak pakai menjadi hak guna bangunan dengan jangka waktu hingga 80 tahun.
Kemudahan regulasi itu di antaranya warga asing yang sudah mengantongi paspor dan visa tidak wajib memiliki kartu izin tinggal tetap/terbatas (Kitas/Kitap) untuk bisa membeli hunian.
Berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN No 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing, patokan harga minimal satuan hunian bagi warga asing ditetapkan beragam sesuai wilayah, yakni di kisaran Rp 1 miliar-Rp 5 miliar. Nilai batasan harga itu juga sudah diturunkan jika dibandingkan dengan ketentuan patokan harga sebelumnya, yakni minimal Rp 750 juta-Rp 10 miliar, berdasarkan lokasi.
Pengamat properti dari Panangian School of Property, Panangian Simanungkalit, berpendapat, kemudahan kepemilikan properti bagi warga asing dipandang untuk membuka investasi. Indonesia berupaya ”go international” melalui kemudahan-kemudahan supaya orang asing menyukai investasi ataupun membeli properti di Indonesia.
”Selama ini, regulasi (kepemilikan properti) yang diberikan seolah tidak mempan untuk menarik asing. Meski demikian, harga minimal properti yang ditawarkan jangan terlalu murah supaya tidak menimbulkan kecemburuan dengan warga lokal yang masih banyak belum punya rumah,” kata Panangian, saat dihubungi, Sabtu (5/8/2023).
Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (REI) bidang Peraturan dan Regulasi Properti, Ignesjz Kemalawarta, kemudahan regulasi untuk memudahkan warga asing memiliki hunian di Indonesia masih perlu didukung koordinasi pemerintah pusat-daerah dalam pelaksanaan. Masih ada perbedaan tafsir regulasi, terutama di tingkat pemerintah daerah, sehingga kerap menghambat transaksi hunian bagi warga negara asing.
”Regulasi sudah siap, tinggal implementasi. Secara bertahap, diperlukan sosialisasi dengan pemerintah daerah untuk menyamakan persepsi terkait pelaksanaan transaksi hunian bagi warga negara asing,” kata Ignesjz di sela-sela Sosialisasi Regulasi Kepemilikan Hunian untuk Orang Asing, di Jakarta, Kamis.
Masih ada perbedaan tafsir regulasi, terutama di tingkat pemerintah daerah, sehingga kerap menghambat transaksi hunian bagi warga negara asing.
Head of Research Colliers Indonesia, lembaga konsultan properti, Ferry Salanto, menilai, kepemilikan properti bagi warga asing selama ini dinilai tidak mudah karena sejumlah persyaratan yang cenderung rumit. Di luar negeri, pembelian properti oleh warga asing cenderung lebih mudah.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana, negara-negara di Asia Tenggara sedang gencar mendatangkan warga asing untuk memiliki hunian atau properti. Sosialisasi akan terus dilakukan terkait kemudahan regulasi kepemilikan hunian bagi warga asing.
Ia menilai, masih banyak nominee atau perjanjian kepemilikan tanah dengan pinjam nama dalam transaksi warga asing, terutama di Bali dan Lombok, yang merugikan negara. Dengan kemudahan regulasi saat ini, perjanjian nominee itu seharusnya dibatalkan dan digantikan sesuai dengan PP No 18/2021 dan peraturan turunan.