Penjualan Properti untuk Warga Asing Semakin Dimudahkan
Kemudahan syarat bagi warga negara asing membeli tempat hunian di Indonesia berpotensi menimbulkan ketimpangan. Masih ada 12,7 juta keluarga di Indonesia belum memiliki rumah.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melakukan sejumlah upaya untuk memudahkan warga negara asing memiliki properti atau rumah tinggal di Indonesia. Sejumlah syarat disederhanakan, di antaranya warga asing cukup mengantongi dokumen keimigrasian berupa paspor, visa, atau izin tinggal untuk memiliki hunian.
Kepemilikan properti bagi warga negara asing (WNA) di Indonesia semakin dipermudah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah. Pasal 69 regulasi itu menyatakan, WNA yang ingin memiliki hunian di Indonesia disyaratkan memiliki dokumen keimigrasian berupa paspor, visa, atau izin tinggal yang dikeluarkan instansi berwenang. Dengan demikian, WNA yang sudah mengantongi paspor tidak wajib memiliki kartu izin tinggal tetap/terbatas (Kitas/Kitap) untuk bisa membeli hunian.
Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana mengemukakan, Indonesia masih sangat tertinggal dalam realisasi kepemilikan hunian bagi WNA. Beberapa negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand, lebih gencar membuka kepemilikan properti bagi warga asing.
Ia menilai Indonesia memiliki potensi besar untuk menarik pasar asing, terutama pada tiga destinasi utama, seperti Jabodetabek, Bali, dan Batam. Potensi pasar yang luas bagi warga asing untuk berinvestasi di Indonesia akan membuka peluang lapangan kerja dan mendorong perekonomian.
”Kita harus lebih agresif. Beberapa aturan (kepemilikan properti bagi WNA) masih belum bisa jalan. Sejauh ini masih ada kendala di lapangan,” kata Suyus dalam acara Sosialisasi Regulasi Kepemilikan Hunian untuk Orang Asing, di Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Berdasarkan Keputusan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1241/SK-HK.02/IX/2022 tentang Perolehan dan Harga Rumah Tempat Tinggal/Hunian untuk Orang Asing, patokan harga minimal satuan hunian bagi warga asing ditetapkan beragam sesuai wilayah, yakni Rp 1 miliar-Rp 5 miliar. Nilai batasan harga itu juga sudah diturunkan jika dibandingkan ketentuan patokan harga sebelumnya.
Sebelumnya, dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak atas Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan Indonesia, batasan harga minimal rumah tinggal untuk WNA dibatasi Rp 750 juta-Rp 10 miliar.
Selain itu, PP No 18/2021 juga memperluas status hak kepemilikan rumah susun bagi warga asing, yakni hak pakai atau hak guna bangunan (HGB) di atas tanah negara; hak pakai atau HGB di atas tanah hak milik; serta hak pakai atau HGB di atas tanah hak pengelolaan (HPL). Hak guna bangunan diberikan untuk jangka waktu hingga 80 tahun.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestat Indonesia (REI) Bidang Hubungan Luar Negeri Rusmin Lawin mengatakan, kemudahan regulasi tersebut merupakan dukungan Presiden Joko Widodo untuk mendorong penyerapan produk hunian untuk WNA.
”Dulu kami hitung potensi masuknya minimal bisa Rp 20 triliun dengan asumsi 100.000 ekspatriat (pembelian). Misal dari 100.000 orang itu beli unit dengan batas harga Rp 2 miliar,” ujar Ruswin.
Wakil Ketua Umum DPP REI Ignesjz Kemalawarta menambahkan, sejumlah terobosan regulasi telah dilakukan untuk memudahkan kepemilikan properti bagi warga asing. Namun, realisasi kepemilikan hunian oleh warga asing hingga kini masih belum optimal.
Transaksi kepemilikan properti warga asing dinilai baru berjalan di Batam, Kepulauan Riau. Hingga kini, terdapat sekitar 150 transaksi pembelian hunian oleh WNA di Batam, di antaranya dari Malaysia dan Singapura. Sejumlah 40 transaksi hunian di antaranya kini sudah dalam proses sertifikasi.
Ketimpangan
Head of Research Colliers Indonesia, lembaga konsultan properti, Ferry Salanto, menilai, kemudahan kepemilikan properti bagi warga asing merupakan cara menggerakkan pasar properti di Indonesia yang masih lesu. Upaya menggerakkan industri properti tidak hanya menyasar kebutuhan pasar lokal, tetapi juga warga asing, terutama yang bekerja di Indonesia.
Meski demikian, ketentuan harga patokan hunian bagi warga asing dinilai sensitif karena menyangkut masyarakat Indonesia yang masih banyak belum memiliki hunian. Ia menilai harga rumah tinggal atau hunian bagi warga asing jangan di bawah Rp 2 miliar.
”Masyarakat Indonesia banyak yang belum punya properti. Tingkat keterjangkauan rumah bagi masyarakat Indonesia rata-rata di bawah (harga) Rp 2 miliar. Kalau harga rumah bagi warga asing masuk ke situ (di bawah Rp 2 miliar), kasihan orang kita. Harga (rumah bagi asing) terlalu murah dikhawatirkan akan bersaing sama masyarakat kita,” ucapnya.
Dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik, sebanyak 12,7 juta rumah tangga di Indonesia belum memiliki rumah hingga 2021. Namun, setiap tahun ada penambahan kebutuhan rumah berkisar 600.000-700.000 unit seiring bertambahnya keluarga baru. Pemerintah telah menargetkan problem kekurangan rumah dapat sepenuhnya diatasi pada 2045.