Bertemu KSP, Nelayan Cilacap Sampaikan Setumpuk Aspirasi
Kalangan nelayan di Cilacap menyampaikan aspirasi mulai perizinan kapal, pendangkalan pantai, hingga jalur tangkap ikan saat mengikuti program KSP Mendengar, sebuah program rutin Kantor Staf Presiden.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kantor Staf Presiden rutin menggelar program KSP Mendengar untuk menjaring aspirasi dan kritik masyarakat serta pengaduan terkait persoalan lokal dan nasional. Saat menggelar program tersebut di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, sejumlah persoalan mengemuka, mulai dari aspek perizinan kapal, pendangkalan pantai, hingga jalur tangkap ikan.
Program KSP Mendengar di Cilacap yang mengusung isu ”Penguatan Ekosistem Perikanan dan Kelautan” tersebut dilangsungkan hari Selasa (25/7/2023) dengan dipimpin Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro. Selain para Tenaga Ahli KSP, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta PT Pertamina Patra Niaga. ”Kami (KSP) di sini akan lebih banyak mendengar dan mencatat sehingga dapat ditindaklanjuti di Jakarta sepulang kami dari sini,” kata Juri.
Siaran pers Kantor Staf Presiden pada Rabu (26/7/2023) menyebutkan, persoalan yang terungkap dalam KSP Mendengar di Cilacap mencakup migrasi perizinan kapal dari daerah ke pusat. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap menyampaikan kesulitan nelayan melengkapi dokumen perizinan kapal sehingga berdampak pada usaha tangkap ikan mereka.
”Izin kapal terlalu banyak, mencapai 8 dokumen. Harapannya, tidak perlu pakai izin pusat, cukup di daerah saja,” kata Ketua HNSI Cilacap Sarjono pada kesempatan tersebut.
Program KSP mendengar juga menjadi ajang bagi beberapa nelayan mengeluhkan kebijakan jalur penangkapan ikan 12 mil dari bibir pantai. Mereka menilai kebijakan tersebut semakin menyulitkan nelayan. ”Dulu nelayan menggunakan sampan bisa dibantu oleh pemerintah. Saat ini nelayan sudah menengah malah dipersulit,” kata Pamin.
Sementara itu, Kepala Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Tugino. menuturkan, saat ini sedimentasi semakin meluas sehingga menyulitkan nelayan memperoleh penghasilan. ”Kapal banyak yang kandas karena air surut. Mohon segera dilakukan pengerukan sehingga nelayan mendapat hasil lebih banyak,” ujar Tugino.
Saat menanggapi persoalan perizinan kapal, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Ridwan Mulyana menuturkan, migrasi izin daerah ke pusat merupakan upaya menegakkan aturan. Ke depan, perizinan akan lebih mudah terutama setelah adanya Undang-Undang Cipta Kerja. ”Dulu tools belum mendukung kebijakan ini, sekarang sedang diupayakan dan ke depan akan lebih mudah,” kata Ridwan.
Berkaitan kebijakan jalur penangkapan ikan 12 mil dari bibir pantai, Ridwan menuturkan bahwa hal itu merupakan bentuk penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur. Tujuannya untuk kelestarian ikan, kesejahteraan masyarakat, dan meningkatkan pendapatan negara. ”Ini sudah diatur dalam undang-undang tentang pemerintah daerah terkait kewenangan pengelolaan wilayah laut,” kata Ridwan.
Adapun terkait isu pendangkalan laut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Alan Frendy Koropitan, mengatakan, pemerintah daerah harus mengajukan ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk dilakukan pengerukan. Masalahnya, hingga saat ini belum ada permintaan dari pemerintah daerah Cilacap.
”Nanti akan ada bantuan ekskavator yang sifatnya digilir dari satu daerah ke daerah lain. Jadi, silakan berkomunikasi dengan pemkab setempat agar segera ditindaklanjuti pusat,” kata Alan.