Literasi keuangan perlu ditanamkan sejak dini dengan memperkenalkan budaya menabung. Bukan hanya untuk mempersiapkan masa depan, budaya menabung menjadi dasar pengelolaan keuangan dan berinvestasi.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengingatkan kembali pentingnya menanamkan kesadaran menabung sejak dini. Sebab, budaya menabung menjadi pijakan bagi anak untuk mengenal literasi keuangan. Hal ini tidak lepas dari target OJK untuk meningkatkan indeks literasi keuangan, yakni 53 persen pada 2023.
Ratusan murid sekolah dasar lengkap dengan seragam khas putih merahnya berkumpul di Plaza Balai Kota Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (25/7/2023). Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, OJK bersama Pemerintah Kota Bogor menggelar rangkaian acara edukasi keuangan bertema ”Ayo Menabung agar Anak Indonesia Bangkit Bergerak, Maju Serentak, Selamanya Berdampak”.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, anak-anak tidak lepas dari godaan untuk berperilaku konsumtif mengingat berbagai kemudahan akses dan teknologi dewasa ini. Oleh sebab itu, budaya menabung kiranya dapat mengajarkan anak untuk bijak dalam menggunakan uang.
”Menabung itu, kan, baru tahap awal, ya. Kemudian, baru belajar bagaimana mengelola keuangan karena, menurut kami, menabung adalah esensi dari life skill yang harus dimiliki semua anak Indonesia,” kata Friderica.
Setelah memiliki kesadaran untuk menabung, lanjut Friderica, terdapat keterampilan lanjutan, yakni mengelola keuangan dan berinvestasi. Apa pun profesinya, ketiga hal ini merupakan bagian dari literasi keuangan yang menjadi bekal di masa depan.
Dalam sesi edukasi keuangan, terdapat sesi pengenalan OJK dan perencanaan keuangan oleh OJK, pengenalan produk dan layanan jasa keuangan oleh pihak Bank Jawa Barat (BJB), pengenalan pasar modal oleh pihak Bursa Efek Indonesia, serta fun learning oleh Tim Pendongeng Kelas Guru Kreator.
Selain edukasi keuangan, terdapat juga penyerahan produk tabungan berupa buku rekening Simpanan Pelajar (Simpel) secara simbolis kepada sejumlah anak. Jumlah Simpel hingga Mei 2023 sudah mencapai 52,68 juta rekening pelajar yang terdiri dari Simpel dan tabungan anak dengan total Rp 28,13 triliun yang diterbitkan oleh 429 bank.
Kita, kan, sekarang sudah 49 persen. Harapannya, kita bisa mencapai 52 persen atau 53 persen pada akhir tahun ini.
Terkait dengan literasi keuangan, Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dikeluarkan oleh OJK akhir tahun 2022 menunjukkan, indeks inklusi keuangan masyarakat Indonesia mencapai 85,1 persen, meningkat dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 76,19 persen. Sementara indeks literasi keuangan masyarakat mencapai 49,68 persen, naik dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 38,03 persen.
Indeks literasi keuangan menunjukkan tingkat kemampuan masyarakat dalam memutuskan dan menggunakan jasa industri keuangan. Adapun indeks inklusi keuangan menunjukkan seberapa besar akses masyarakat dalam memanfaatkan produk ataupun layanan jasa industri keuangan.
Di antara kedua indikator tersebut, terdapat gap sebesar 35,42 persen. Artinya, luasnya akses pemanfaatan layanan industri keuangan belum diimbangi dengan pengetahuan masyarakat atas pengambilan keputusan dan penggunaan jasa industri keuangan.
”Kita, kan, sekarang sudah 49 persen. Harapannya, kita bisa mencapai 52 persen atau 53 persen pada akhir tahun ini,” ujar Friderica.
OJK kini juga tengah mendorong program literasi dan inklusi keuangan secara masif. Per 30 Juni 2023, OJK telah melaksanakan 1.010 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 284.680 peserta secara nasional.
Wali Kota Bogor Arya Bima Sugiarto menyampaikan, kegiatan yang dilakukan OJK hari ini merupakan upaya untuk meningkatkan literasi keuangan. Dengan mulai menanamkan budaya menabung, anak-anak diajak untuk melek literasi keuangan sehingga mereka dapat menyiapkan masa depan dengan serius dan sadar akan nilai uang.
”Anak-anak sekarang itu cenderung berpikir hanya untuk hari ini, bukan masa depan sehingga ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat dan memikirkannya untuk kesenangan hari ini. Ini yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama, khususnya di wilayah Bogor, untuk meningkatkan literasi sekaligus menyiapkan karakter yang mau berproses,” papar Bima.
Berdasarkan data SNLIK, indeks literasi keuangan Provinsi Jawa Barat mencapai 56,10 persen, sedangkan indeks inklusi keuangannya mencapai 88,31 persen. Menurut Bima, salah satu pekerjaan rumah terkait literasi keuangan yang dihadapi dewasa ini adalah pinjaman daring.
Sebelumnya, sebanyak 311 warga Bogor, termasuk mahasiswa, diduga terjerat pinjaman online dengan kerugian mencapai Rp 2,1 miliar. Pada mulanya, mereka diajak untuk berinvestasi di akun toko daring milik seseorang berinisial SAN (Kompas.id, 17/11/2022).
Sejak tahun 2018 hingga Februari 2023, jumlah platform pinjaman online ilegal yang telah ditutup tercatat mencapai 4.567 platform.
Friderica menambahkan, terdapat dua jenis pinjaman online, yakni ilegal dan legal. Sekalipun sebuah pinjaman daring legal terdaftar di OJK, alangkah baiknya penggunaan pinjaman lebih terarah untuk kebutuhan produktif ketimbang konsumtif.
”Ada survei independen yang bukan dari OJK. Dari survei itu, beberapa kelompok korban pinjaman onlinel ilegal itu guru, ibu rumah tangga, dan pelajar/mahasiswa. Kita juga banyak mendengar cerita-cerita kejadian di Bogor,” tutur Friderica.