Saat Percepatan Infrastruktur Versus Paradoks Penurunan Kinerja Logistik
Penurunan peringkat Indeks Kinerja Logistik Indonesia dari posisi 46 di tahun 2018 menjadi 63 di 2023 menjadi paradoks di tengah akselerasi pembangunan infrastruktur era Jokowi-Amin. Aspek apa yang mesti dibenahi?
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN - KRIS
Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana Joko Widodo meresmikan jalan tol ruas Bengkulu-Taba Penanjung, di Provinsi Bengkulu, Kamis (20/7/2023).
Kabar terbaru terkait pembangunan infrastruktur di Indonesia pada Kamis (20/7/2023) lalu, datang dari Bengkulu, yakni saat Presiden Joko Widodo meresmikan jalan tol Bengkulu-Taba Penanjung. “Alhamdulillah, pada pagi hari ini jalan tol ruas Bengkulu-Taba Penanjung akan beroperasi dan ini akan menunjang mobilitas logistik, mobilitas orang, dan akan memunculkan titik-titik pertumbuhan ekonomi baru,” kata Kepala Negara dalam sambutannya.
Beberapa waktu lalu, saat meresmikan Jembatan Kretek 2 di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Jumat (2/6/2023), Presiden Jokowi mengungkapkan pemerintah dalam tujuh tahun terakhir terus mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia mulai jalan dan lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi terkait daya saing, percepatan ekonomi di daerah, dan pemerataan pembangunan.
Menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, pembangunan berbagai infrastruktur tersebut terkait pula dengan pengembangan sistem logistik yang efektif dan efisien. Ha ini menjadi salah satu langkah strategis pemerintahan Presiden Jokowi dalam menciptakan iklim investasi yang menarik bagi para investor.
Sehubungan hal itu, upaya mendukung mobilitas ditempuh, antara lain, dengan membangun jaringan transportasi yang terintegrasi, bandara, dan pelabuhan modern. Hal ini disampaikan Moeldoko saat menjadi pembicara pada Forum SW International Partner Converence 2023 di Jakarta, Rabu (24/5/2023).
FRANSISKUS PATI HERIN
Kapal milik PT Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Indonesia Ferry sandar di Pelabuhan Bolok, Kupang, Nusa Tenggara Timur pada Selasa (4/7/2023).
Belakangan ada polemik terkait penurunan logistic performance index (LPI) Indonesia. Sejumlah kalangan menyoroti LPI Indonesia tahun 2023 yang berada di posisi 63 atau turun 17 peringkat dibandingkan tahun 2018 yang kala itu di posisi 46. Bank Dunia merilis LPI 2023 berdasar enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking and tracing.
Apabila dikomparasi di antara negara-negara ASEAN, peringkat LPI 2023 tertinggi adalah Singapura yang berada di posisi pertama. Berikutnya adalah Malaysia di posisi 31, Thailand (37), Filipina (47), Vietnam (50), Indonesia (63), Laos (82), dan Kamboja (116).
Terkait indeks kinerja logistik Indonesia tersebut, Chief Executive Officer Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi berpendapat perlunya menyikapi secara bijak hasil LPI sebagai masukan untuk perbaikan sektor logistik. Berdasarkan persepsi para pelaku logistik, LPI disusun dengan metodologi yang jelas dan transparan.
“Peningkatan atau penurunan LPI harus diterima secara terbuka. Jangan sampai penerimaan hanya ketika skor atau peringkat LPI naik, namun melakukan penolakan ketika turun,” kata Setijadi lewat keterangan tertulis, Kamis (20/7/2023).
Peningkatan atau penurunan LPI harus diterima secara terbuka. Jangan sampai penerimaan hanya ketika skor atau peringkat LPI naik, namun melakukan penolakan ketika turun.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Pekerja menurunkan ikan hasil tangkapan nelayan dari Pulau Raas di Pelabuhan Jangkar, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (31/5/2023). Walau pelabuhan kecil, Pelabuhan Jangkar berperan penting sebagai jalur logistik bagi masyarakat yang ada di Kepulauan di Kabupaten Sumenep seperti Raas dan Sapudi.
Setijadi menuturkan, LPI tidak menggambarkan kinerja sektor logistik secara keseluruhan atau biaya logistik secara spesifik. Namun, LPI dapat merupakan fenomena gunung es yang mengindikasikan keberadaan berbagai persoalan dalam sektor logistik.
Analisis perbaikan
Menurut Setijadi, tanpa melihat perubahan peringkat atau perbandingan dengan negara lain pun, LPI dapat digunakan untuk analisis perbaikan, yakni dengan menganalisis perubahan skor setiap dimensi. Hal ini misalnya analisis dan prioritas perbaikan pada dimensi-dimensi dengan penurunan skor terbesar pada LPI 2023, yaitu timelines, yang turun dari 3,7 menjadi 3,3.
Pandangan Setijadi ini sejalan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu yang menyebut LPI Indonesia masih perlu diperbaiki, terutama pada empat indikator yang mengalami penurunan, yaitu international shipments, logistics competence and quality, timelines, serta tracking and tracing.
Kinerja logistik bergantung pada koordinasi antarkementerian dan lembaga dalam menyederhanakan setiap prosesnya. Dengan demikian, kementerian dan lembaga mesti terus-menerus memperbaiki sinergi dalam menyederhanakan pelayanan. Demikian inti yang disampaikan Sri Mulyani dalam peluncuran Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) Generasi Kedua di Jakarta Jumat (9/6/2023).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas memantau pergerakan pembongkaran barang di dashboard dwelling time di Kantor Pusat Indonesia National Single Window (INSW) di Jakarta, Senin (6/2/2017). INSW memantau penanganan petikemas impor, sejak bongkar dari kapal sampai dengan keluar dari pelabuhan (dwelling time) di Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Tanjung Emas, dan Makassar.
Peningkatan LPI mesti dilakukan secara sistematis dengan program-program yang terintegrasi antara kementerian, lembaga, dan para pihak terkait, termasuk pelaku usaha sektor logistik. “Diperlukan penunjukan kementerian, lembaga sebagai penanggung jawab peningkatan LPI dan pengembangan sektor logistik secara keseluruhan, yang sekarang belum ada,” ujar Setijadi.
Selain pembentukan lembaga permanen bidang logistik, pada Stranas PK yang bertajuk "Kok Bisa, Rapor Logistik Turun Saat Pelabuhan di Indonesia 20 Besar Terbaik Dunia" di Jakarta pada Selasa (18/7/2023) lalu, SCI kembali menyampaikan dua langkah strategis pengembangan sektor logistik lainnya. Dua langkah dimaksud yakni revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional dan pembentukan Undang-Undang (UU) Logistik.
SCI berpandangan, revisi Perpres 26/2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional diperlukan untuk menyesuaikan perkembangan bisnis, perdagangan, teknologi, dan globalisasi selama lebih dari 10 tahun ini. Adapun pembentukan bentuk UU logistik karena kebutuhan regulasi yang kuat dalam sektor logistik serta untuk memayungi peraturan-peraturan perundangan di bawahnya.
Apalagi, sebagai gambaran, sektor-sektor transportasi sebagai bagian sistem logistik selama ini justru diatur dalam bentuk UU. UU dimaksud yaitu UU 23/2007 tentang Perkeretaapian, UU 17/2008 tentang Pelayaran, UU 1/2009 tentang Penerbangan, dan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
KOMPAS/YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan optimalisasi digitalisasi sektor logistik dalam Webinar Aksi Reformasi Tata Kelola Pelabuhan di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Adopsi sikap terbuka
Sementara itu pakar kebijakan publik UPN Veteran dan CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat, melalui rilisnya, menyampaikan sejumlah rekomendasi. Pemerintah perlu mengadopsi sikap terbuka dan bersedia mendengarkan kritik serta saran konstruktif. “Ahli logistik, pengamat independen, dan pemangku kepentingan lain perlu dilibatkan dalam mencari solusi lebih baik,” ujarnya.
Menurut Nur, pemerintah sebaiknya menggunakan laporan Bank Dunia terkait LPI sebagai landasan untuk mengevaluasi secara mendalam sektor logistik Indonesia. Informasi yang diberikan oleh lembaga tersebut dapat membantu dalam merumuskan strategi perbaikan yang lebih efektif.
Ahli logistik, pengamat independen, dan pemangku kepentingan lain perlu dilibatkan dalam mencari solusi lebih baik.
Pemerintah juga dapat memanfaatkan keahlian dan sumber daya yang tersedia di Bank Dunia serta lembaga-lembaga terkait lainnya untuk melakukan kajian mendalam tentang sektor logistik Indonesia. “Melalui kerjasama ini, pemerintah dapat menggali wawasan yang lebih dalam dan merancang langkah-langkah perbaikan yang tepat,” kata Nur.
Selain itu, menurut Nur, pemerintah harus fokus pada rencana aksi konkret untuk meningkatkan kinerja logistik Indonesia. Hal ini termasuk investasi dalam infrastruktur, pelatihan tenaga kerja, penyederhanaan regulasi, serta peningkatan koordinasi antara berbagai instansi terkait.
Paradoks penurunan peringkat LPI kiranya kembali mengingatkan bahwa banyak aspek mesti diperhatikan dalam meningkatkan kinerja logistik di negeri. Pembangunan infrastruktur secara fisik mesti dilengkapi regulasi yang mendukung. Sinergi para pemangku kepentingan pun mutlak perlu untuk terus memperbaiki rapor logistik Indonesia. (CAS)