Selain faktor eksternal, para pelaku pasar, khususnya investor dan emiten, mencermati situasi politik di Tanah Air. Mereka mengamati kontestan dan program para calon presiden-wakil presiden RI pada Pemilu 2024.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan politik ikut memengaruhi gerak investor dan emiten di pasar surat utang ataupun obligasi. Sebagian penerbit obligasi menunda penerbitan sembari menunggu perkembangan situasi.
Pada semester I-2023, nilai emisi obligasi sebesar Rp 46 triliun. Jumlah tersebut 37 persen lebih rendah dibandingkan dengan semester I-2022 yang total penerbitan obligasinya mencapai Rp 72,7 triliun.
Faktor eksternal dan internal memengaruhi keputusan perusahaan yang hendak menerbitkan obligasi tersebut. Ketidakpastian global akibat ketegangan antara Rusia dan Ukraina masih membuat korporasi berhati-hati. Selain itu, laju inflasi di negara maju juga masih tinggi dan tingkat suku bunga masih naik pada paruh pertama tahun 2023.
Sementara dari dalam negeri, kebutuhan refinancing (pembiayaan kembali) obligasi pada 2023 ternyata tidak sebesar tahun 2022. Harga komoditas yang melandai membuat kebutuhan modal kerja tidak sebanyak tahun lalu.
”Para pelaku pasar juga ingin melihat kontestan dan program-programnya. Ini juga memengaruhi penerbitan surat utang pada 2023 ini,” papar Kepala Divisi Pemeringkatan Korporasi Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Niken Indirasih di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Niken menambahkan, tahun 2023 merupakan fase penurunan penerbitan obligasi dengan siklus lima tahunan. Fase tertinggi siklus ini sudah terjadi pada 2022.
Chief Economist Pefindo Suhindarto menambahkan, para pelaku pasar masih menunggu, baik emiten maupun korporasi yang menerbitkan surat utang serta para investor yang menanamkan dananya pada surat utang. Salah satu yang dinantikan adalah bagaimana kejelasan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden RI.
Sejauh ini belum ada kepastian pasangan yang akan maju menjadi calon presiden dan wakil presiden RI. Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka pendaftaran pasangan calon pada 19 Oktober hingga 25 November 2023 mendatang.
”Para pelaku pasar menunggu siapa saja calonnya dan apa saja sektor yang menjadi prioritas dari calon-calon yang akan bersaing nantinya,” kata Suhindarto.
Jika rencana para calon pemimpin sudah lebih jelas hingga dapat diketahui sektor mana saja yang akan menjadi prioritas dari para calon, investor ataupun emiten sudah dapat lebih mudah untuk menyusun rencana bisnisnya. ”Perkembangan seputar pemilu masih membayangi pasar,” kata Suhindarto lagi.
Dia menambahkan, inflasi sudah mulai turun dan sudah berada dalam rentang target bank sentral. ”Kami optimistis, dengan inflasi ini, Bank Indonesia (BI) akan tetap menjaga tingkat suku bunga yang akomodatif tetap berada pada 5,75 persen dengan menjaga sikap akomodatif ini, nilai tukar tidak fluktuatif,” ujarnya lagi.
Sementara itu, analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi, memperkirakan, pasar saham akan lebih stabil pada semester II-2023. ”Tren net sell di bursa saham Indonesia belum berubah pada Juni 2023, tetapi kami memperkirakan aliran dana asing kembali ke pasar ekuitas pada semester kedua 2023 karena kami meyakini, faktor eksternal akan mulai stabil dan suku bunga acuan telah mencapai puncaknya,” ujar Prasetya.
Menurut dia, The Fed (bank sentral Amerika Serikat) bahkan mungkin saja akan memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan dalam beberapa bulan mendatang. Dengan demikian, ada kemungkinan investor kembali berinvestasi dan membangun kembali portofolio mereka.