Nasib Kelanjutan Proyek Strategis Nasional Segera Diputuskan
Pembangunan sejumlah proyek strategis nasional atau PSN belum bisa dimulai karena terkendala pembiayaan, lahan, dan perizinan. Proyek yang sulit dikejar sebelum tahun 2024 berpotensi dicopot dari status PSN.
Oleh
agnes theodora
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang akhir masa jabatan, pemerintah mengevaluasi perkembangan proyek strategis nasional atau PSN yang masih tersisa. Ada sejumlah proyek yang dikhawatirkan tidak terlaksana karena pembangunannya belum bisa dimulai. Nasib proyek-proyek ini akan ditentukan pekan depan.
Sampai 11 Juli 2023, pemerintah telah menyelesaikan pembangunan 158 proyek dengan nilai Rp 1.102,6 triliun. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator (Permenko) Bidang Perekonomian Nomor 21 Tahun 2022, total PSN yang harus diselesaikan sampai tahun 2024 adalah 210 proyek dengan nilai total Rp 5.746,4 triliun.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo, pada dasarnya pemerintah berharap tidak ada PSN yang tidak terlaksana. Sepanjang tahun ini, misalnya, sudah ada lima PSN yang diselesaikan dan 25 proyek lainnya akan dikejar untuk selesai pada akhir tahun ini.
Namun, ia tidak menampik ada beberapa proyek yang menghadapi kendala sehingga pembangunannya belum bisa dimulai. Kendala itu umumnya adalah aspek pembiayaan yang belum terpenuhi, urusan pembebasan dan pengadaan lahan yang belum selesai, serta perizinan.
”Ini masih terus kami dorong, semoga ketiga kendala itu bisa diselesaikan. Presiden sudah menyampaikan bahwa urusan tanah setidaknya sudah harus beres sebelum 2024 karena kalau tanah sudah beres, diharapkan tidak akan ada proyek yang mangkrak,” katanya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2023).
Wahyu mengatakan, pekan depan, akan ada rapat kabinet terbatas untuk membahas nasib kelanjutan PSN yang belum dapat dimulai pembangunannya. Ia menegaskan, sejauh ini, belum ada PSN yang statusnya dicopot. Namun, tidak menutup kemungkinan, beberapa proyek yang sulit dikejar bisa dicopot dari status PSN.
”Pokoknya sekarang ini belum ada yang dilepas. Namun, kalau memang benar-benar tidak bisa tercapai, Presiden nanti yang akan memutuskan,” ujar Wahyu yang juga Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
Pada dasarnya pemerintah berharap tidak ada PSN yang mangkrak.
Pemerintah juga sedang berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memetakan sejumlah PSN yang belum dimulai pembangunannya dan berpotensi tidak diteruskan.
Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah, Juni 2023, BPKP menyoroti nasib 58 PSN infrastruktur yang sama sekali belum dimulai pembangunannya meskipun periode pemerintahan sudah mendekati garis akhir.
Beda persepsi
BPKP saat itu mengingatkan, pembangunan PSN yang kurang optimal dapat berdampak pada risiko keterlambatan penyelesaian proyek dan tidak optimalnya manfaat dari pembangunan proyek yang dihasilkan.
Meski demikian, menurut Wahyu, ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan BPKP dalam mengidentifikasi status pembangunan proyek-proyek tersebut. Meski faktanya ada PSN yang belum dibangun, jumlahnya tidak sebanyak yang dipetakan oleh BPKP.
”Kalau menurut kami, begitu sudah ada proses pengadaan lahan, seharusnya itu sudah masuk ke tahap konstruksi. Tetapi, BPKP mencatat itu belum ada konstruksi karena mereka maunya sudah ada tiang pancang dan lain-lain. Nah, data ini yang terus kami koordinasikan. Angkanya sama, tetapi statusnya agak berbeda,” kata Wahyu.
Beberapa proyek yang pembangunannya terpantau belum bisa dimulai, antara lain, proyek MRT koridor Timur-Barat, proyek Kereta Api Jakarta-Surabaya, Pelabuhan New Ambon, sebagian ruas tol dari proyek Tol Trans-Sumatera, Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Tol Bocimi), serta Tol Gedebage-Tasik-Cilacap (Tol Getaci) di Jawa Barat.
Menurut dia, jika proyek-proyek itu tidak bisa dilanjutkan, pemerintah akan melepas statusnya sebagai PSN. Artinya, kelanjutan proyek-proyek itu tidak akan mendapat kemudahan fasilitas perizinan seperti PSN pada umumnya.
”Mungkin saja pembangunannya bisa diteruskan, tetapi tidak sebagai PSN. Misalnya, kalau pemerintah daerah merasa perlu, silakan pemda membangun dari biaya daerah,” ujarnya.
Berbagi risiko
Salah satu cara pemerintah untuk menekan risiko pembangunan PSN adalah menggandeng sektor swasta untuk mendukung pembiayaan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Ada perbedaan persepsi antara pemerintah dan BPKP dalam mengidentifikasi status pembangunan proyek-proyek tersebut.
Sebagian besar investasi PSN memang diproyeksikan berasal dari pendanaan swasta, yakni 67 persen dari total Rp 5.841 triliun. Sisanya sebanyak 20 persen dibiayai BUMN dan 13 persen dibiayai APBN.
Wakil Ketua Umum Bidang Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, dan Infrastruktur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Insannul Kamil mengatakan, pada prinsipnya, keterlibatan sektor swasta dalam pembangunan PSN adalah untuk membagi risiko.
”Kalau sepenuhnya ditanggung APBN, risikonya lebih besar. Dengan keterlibatan swasta, risikonya bisa dibagi karena tentu kita ingin pembangunannya sebisa mungkin jangan berhenti,” katanya.
Direktur Eksekutif Kadin Indonesia Hotasi Nababan mengatakan, risiko yang paling sering dihadapi dalam pembangunan PSN dengan skema KPBU adalah konstruksi yang molor dari target awal. Kendala yang biasa dihadapi adalah pembebasan lahan, perizinan, dan masalah teknis lainnya.
”Akibat pembangunan molor bertahun-tahun, tentu biaya bunga dan ongkos menanggung biaya pinjaman untuk proyek itu jadi bengkak. Proyek belum menghasilkan uang, tetapi sudah berat,” katanya.