Belanja pemerintah selama enam bulan ke depan berpotensi lebih ekspansif. Kendati demikian, kondisi fiskal dinilai masih cukup kuat untuk menanggung kenaikan belanja tesebut.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelum mengikuti Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (3/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang pemilihan umum, belanja pemerintah berpotensi membengkak hingga 102 persen dari target. Meski demikian, kas negara dinilai masih sanggup menanggung kenaikan itu. Kendati melambat, penerimaan masih relatif terjaga dan ada dana cadangan yang cukup untuk menopang kebutuhan pembiayaan hingga akhir tahun ini.
Kementerian Keuangan memperkirakan kebutuhan belanja negara hingga akhir tahun ini berpotensi melampaui target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023.
Dalam proyeksi (outlook) APBN 2023 per semester II tahun 2023, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 3.123,7 triliun atau 102 persen dari target Rp 3.061,2 triliun. Artinya, pengeluaran negara membengkak sekitar Rp 62,5 triliun dari perencanaan awal.
Sampai semester I-2023, pemerintah sudah membelanjakan uang negara sebanyak Rp 1.255,7 triliun atau 41 persen dari target APBN. Laju realisasi belanja negara kali ini sedikit lebih cepat. Tahun lalu, pada periode yang sama, pengeluaran mencapai 40,1 persen dari target APBN.
Secara rinci, proyeksi belanja negara tahun ini terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat senilai Rp 2.298,2 triliun (102,3 persen dari target) dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 825,4 triliun (101,3 persen dari target).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meninggalkan ruangan usai rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
Pembengkakan belanja itu diperkirakan karena banyak kementerian dan lembaga yang akan mengakselerasi belanjanya pada enam bulan terakhir tahun ini, termasuk untuk mengejar target pembangunan seperti infrastruktur, pengembangan ibu kota negara baru, kebutuhan pemilu, dan menjaga keberlangsungan bantuan sosial.
Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, Selasa (11/7/2023), mengatakan, belanja pemerintah berpotensi lebih ekspansif daripada biasanya menjelang tahun politik. Apalagi, masih ada beberapa target dan janji pembangunan yang perlu dituntaskan oleh pemerintahan Joko Widodo.
Pengeluaran negara membengkak sekitar Rp 62,5 triliun dari perencanaan awal.
”Ini tidak lepas bahwa ini adalah tahun efektif terakhir pemerintah, jadi harus mengejar target. Apalagi, ada kemungkinan arah pembangunan pemerintahan berikutnya berubah dari yang sekarang sehingga lebih baik belanja direalisasikan sekarang,” kata Yusuf.
Dari tahun ke tahun, belanja negara biasanya jarang memenuhi target, apalagi melampauinya. Jika ditelisik, selama 15 tahun terakhir, hanya satu kali belanja pemerintah pernah terealisasi hingga 100 persen atau melebihinya, yaitu pada 2021 akibat pandemi Covid-19. Saat itu, belanja negara membengkak hingga 101,3 persen dari target, yakni Rp 2.786,4 triliun.
Yusuf menilai, keuangan negara masih sanggup untuk menanggung kenaikan belanja tersebut. Kendati trennya melambat dibandingkan tahun lalu ketika ada ledakan harga komoditas global (commodity boom), laju penerimaan sejauh ini masih relatif terjaga.
Per semester I-2023, pertumbuhan penerimaan negara mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, khususnya pos penerimaan kepabeanan dan cukai serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang mulai tumbuh negatif.
Namun, menurut dia, perlambatan itu masih bisa dikelola. ”Lagi pula kalau bicara proporsi, pemasukan dari bea cukai dan PNBP tidak terlalu besar. Pajak yang menjadi kunci dan asalkan pajak masih bisa berkorelasi positif dengan pemulihan ekonomi, kita masih bisa optimistis,” kata Yusuf.
Dana cadangan
Di sisi lain, dana cadangan (cash buffer) lewat Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp 478,95 triliun yang disisihkan dari APBN 2022 untuk menambal kebutuhan pembiayaan tahun ini dinilai masih cukup untuk menanggung potensi pembengkakan belanja.
ZULKARNAINI
Siswa melintasi jembatan gantung di Desa Siron, Kecamatan Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Kamis (16/3/2023). Setelah terisolasi karena jembatan lama ambruk diterjang banjir, kini kehadiran jembatan tersebut seperti impian warga yang terwujud. Pembangunan jembatan itu dibiayai oleh APBN sebesar Rp 4,4 miliar tahun 2022.
Dalam proyeksi APBN semester II-2023, pemerintah juga mengandalkan SAL sebesar Rp 156,9 triliun untuk menekan kebutuhan pembiayaan utang. ”Masih ada SAL dan kalaupun kita harus menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) atau utang baru pun, kita masih kompetitif,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah telah memperkirakan realisasi belanja pemerintah pusat dan TKD pada semester II akan melebihi pagu yang ditetapkan di APBN. Selain untuk membiayai kebutuhan pemilu, IKN, dan bansos, pemerintah juga akan menaikkan belanja untuk beberapa kebutuhan tambahan yang mendukung pembangunan di daerah.
Selama 15 tahun terakhir, hanya satu kali belanja pemerintah pernah terealisasi hingga 100 persen atau melebihinya.
Sebagai contoh, penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) Sawit baru senilai Rp 3,4 triliun, insentif fiskal senilai Rp 3 triliun untuk daerah berprestasi yang diukur dari kinerja daerah dalam menangani inflasi, kemiskinan ekstrem, dan menarik investasi, serta penyaluran insentif desa senilai Rp 2 triliun.
Adapun dana SAL senilai Rp 56 triliun akan digunakan untuk membayar berbagai kewajiban pemerintah, seperti melunasi kurang bayar DBH, membayar subsidi pupuk, serta kompensasi energi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pekerja merapikan pekerjaan akhir Simpang Susun Cilincing yang menjadi pintu masuk dan keluar Jalan Tol Cibitung-Cilincing seksi 4 di Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu (1/4/2023).
Sri Mulyani mengatakan, SAL yang cukup besar itu sengaja dirancang untuk menghadapi ketidakpastian perekonomian global tahun ini yang berpotensi menahan laju penerimaan negara, baik pajak maupun nonpajak. ”Ini karena perekonomian tahun ini diperkirakan mengalami kelesuan global dan ada koreksi terhadap harga komoditas,” katanya.
Selain mengandalkan SAL, pemerintah juga memproyeksikan pendapatan negara akan meningkat pada semester II-2023 untuk menopang kebutuhan belanja yang membengkak itu. Diperkirakan, realisasi penerimaan negara akan mencapai 107,1 persen dari target di APBN.
”APBN kita tahun ini adalah kombinasi antara penerbitan utang yang semakin rendah, penggunaan sisa saldo anggaran lebih dari tahun lalu, dan pada saat yang sama, kita tetap mengamankan berbagai program-program prioritas nasional,” ujar Sri Mulyani.