BPKP telah menindak 232 perilaku curang di kalangan pemerintah pada 2022. Jumlah itu masih belum mencakup semuanya karena tak semua kementerian/lembaga bisa diawasi BPKP.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kehadiran Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan atau BPKP untuk mengawasi pekerjaan internal pemerintahan belum maksimal. Masih ada sejumlah kementerian atau lembaga yang belum bersedia dan tidak senang untuk diawasi. Hal ini memungkinkan kebocoran anggaran dan transaksi curang tetap terjadi.
Selain pemerintah pusat, BPKP juga berperan untuk mengawasi kinerja internal pemerintah daerah dan badan usaha milik negara (BUMN). Adapun pengawasan mencakup 84 kementerian/lembaga tingkat pusat, 548 pemerintah daerah, 74.961 desa, 236 BUMN, 229 badan layanan umum (BLU), 536 BLU daerah, 934 BUMD, 40.091 BUMDes.
Kepala BPKP M Yusuf Ateh mengatakan, pihaknya juga mengawasi penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp 2.788 triliun dan APBD 2023 sebesar Rp 851 triliun, nilai APBN dan APBD tidak termasuk pengeluaran belanja pegawai.
”Tak semuanya bisa kami masuki (awasi). Di tingkat pusat, ada kementerian yang senang kami awasi, tetapi ada juga yang tidak senang,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/6/2023).
Meskipun demikian, ia masih enggan menyebut secara gamblang kementerian dan lembaga yang tidak senang diawasi.
Menurut Ateh, pengawasan sulit dilakukan akibat minimnya aksesibilitas. Sebab, pengawasan bisa dilakukan apabila ada permintaan dari kementerian/lembaga terkait dan perintah dari Presiden. Hal yang sama juga berlaku untuk pengawasan di tingkat daerah.
Pengawasan yang dilakukan BPKP terhadap kementerian/lembaga masih lemah. Hal ini memungkinkan kebocoran anggaran dan transaksi curang tetap terjadi.
”Tidak semua lembaga mau menerima kami untuk masuk (mengawasi). Kalau pimpinan lembaganya senang, kami bisa. Kalau tidak, kami tidak bisa. Hal ini juga telah kami sampaikan ke Pak Presiden (Joko Widodo) untuk ditindaklanjuti. Harapannya akan ada peraturan presiden terkait dengan kemudahan aksesibilitas ini,” tuturnya.
BPKP mencatat, total kontribusinya terhadap keuangan negara mencapai Rp 117,83 triliun pada 2022. Jumlah itu terdiri dari efisiensi belanja sebesar Rp 76,32 triliun, penyelamatan keuangan negara sejumlah Rp 37,01 triliun, dan optimalisasi penerimaan negara senilai Rp 4,5 triliun.
Sepanjang 2022, BPKP melakukan 14.413 tindakan pengawasan, seperti audit, review, evaluasi, dan audit tindak pidana korupsi. Dari jumlah itu, sebanyak 232 perilaku telah ditindak sebagai kecurangan. Artinya, jumlah kontribusi dan penindakan kecurangan dapat lebih tinggi apabila pengawasan dilakukan secara menyeluruh.
Saat ditanya lebih lanjut soal elemen pemerintahan tingkat pusat yang sulit diawasi, Ateh menyampaikan pihaknya lupa. ”Lupa saya (kementerian/lembaga tingkat pusat yang sulit diawasi). Namun, tidak ada setengahnya,” ujarnya.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, pengawasan yang dilakukan BPKP terhadap kementerian/lembaga masih lemah. Hal ini memungkinkan kebocoran anggaran dan transaksi curang tetap terjadi.
Kementerian/lembaga yang ada sudah seharusnya diawasi, khususnya dalam penggunaan anggaran. ”Akuntabilitas harus terus didorong. Selain kelembagaan, BPKP juga perlu memastikan kesiapan sumber daya manusia yang dimilikinya dalam melakukan pengawasan,” tuturnya.
Dalam melakukan pengawasan, seluruh proyek strategis nasional (PSN) terlebih dahulu di-review dan dievaluasi oleh BPKP. Hal tersebut merupakan bagian dari efisiensi belanja negara.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menurut target, ada 30 PSN dengan total nilai Rp 288 triliun yang akan dikebut penyelesaiannya pada 2023. Tiga proyek sudah rampung per awal Mei 2023, menyisakan 27 proyek lagi.
Untuk tahun 2024, targetnya ada 31 proyek bernilai Rp 172 triliun di luar pembangunan kawasan industri yang akan diselesaikan. Pemerintah juga sudah menyusun daftar PSN yang ditargetkan selesai melampaui tahun 2024, yakni 56 proyek dengan nilai Rp 1.963 triliun di luar kawasan industri (Kompas, 26/6/2023).
Dari seluruh PSN, BPKP menemukan 58 PSN bidang infrastruktur yang belum dimulai pembangunannya. Ateh mengatakan bahwa kendalanya terdapat pada anggaran dan masalah pembebasan lahan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Bidang Infrastruktur, Tata Ruang, dan Perhubungan BPKP Kisyadi menuturkan, 58 PSN yang sebelumnya belum dimulai pembangunannya kini sudah berlanjut. ”Jadi, jumlahnya tidak 58 lagi, sudah mulai pembangunan sesuai rencana,” katanya.