Subsidi Sasar Masyarakat Berpenghasilan Tidak Tetap Sektor Informal
Masyarakat berpenghasilan tidak tetap dan bekerja di sektor informal kini berpeluang mendapatkan rumah bersubsidi. Pengetatan syarat dinilai positif agar subsidi tidak salah sasaran.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membuka peluang bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan penghasilan tidak tetap atau sektor informal memiliki rumah subsidi. Namun, syarat kepemilikan rumah subsidi yang digulirkan pemerintah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan itu diatur semakin ketat.
Ketentuan itu diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Regulasi yang diundangkan pada 12 Juni 2023 itu antara lain menaikkan harga rumah bersubsidi yang bebas pajak PPN sebesar 6,8-7,7 persen.
Selain itu, regulasi yang menggantikan PMK RI No 81/2019 tersebut mematok harga jual rumah subsidi Rp 162 juta per unit sampai Rp 234 juta per unit, tergantung zonasi. PMK No 60/2023 juga mengatur beberapa ketentuan tambahan, antara lain soal besaran penghasilan masyarakat berpenghasilan rendah yang dapat mengikuti program yang akan dihitung berdasarkan rata-rata penghasilan, baik penghasilan teratur maupun tidak teratur. Selama ini, program rumah bersubsidi mengarah pada masyarakat berpenghasilan rendah dengan pendapatan tetap (sektor formal).
Oleh karena itu, regulasi ini dinilai membuka peluang bagi masyarakat berpenghasilan rendah berpenghasilan tidak tetap atau sektor informal untuk mendapatkan rumah bersubsidi. Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Haryo Bekti Martoyoedo, saat dihubungi, Minggu (18/6/2023), membenarkan hal itu.
Menurut dia, Kementerian PUPR akan menindaklanjuti PMK No 60/2023 dengan menerbitkan keputusan menteri serta melakukan sosialisasi. Sosialisasi dijadwalkan berlangsung pekan ini dengan melibatkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, serta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). ”Harapannya, pelaksanaannya lancar karena beda dengan ketentuan (rumah bersubsidi) bebas PPN yang lalu,” ujarnya.
Ketua Umum Organisasi Lembaga Pengkajian Pengembangan Perumahan dan Perkotaan Indonesia (The HUD Institute) Zulfi Syarif Koto berpendapat, saat ini sekitar 70 persen masyarakat berpenghasilan rendah merupakan pekerja di sektor informal dengan penghasilan tidak tetap. Selama ini, masyarakat berpenghasilan rendah di sektor informal kesulitan mendapatkan pembiayaan rumah bersubsidi karena dinilai tidak layak bank (unbankable).
Ia menilai, terobosan kepemilikan rumah bersubsidi untuk masyarakat sektor informal itu harus diikuti dengan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait. Selain itu, perlu lembaga penjaminan. ”Implementasi (pembiayaan rumah subsidi) bagi sektor informal harus diatur jelas dan tepat. Jangan sampai ada multiinterpretasi antarpihak dan bank sulit melaksanakannya,” ujar Zulfi saat dihubungi, Minggu.
CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, saat dihubungi terpisah, berpendapat, peruntukan rumah bersubsidi bagi masyarakat sektor informal perlu melibatkan bank untuk melihat model penerapan yang paling sesuai. Penerapannya juga sangat bergantung pada mitigasi risiko setiap bank. Indonesia perlu mewaspadai krisis moneter yang dipicu subprime mortgage, yakni kredit perumahan yang diberikan kepada debitor dengan riwayat kredit buruk atau belum pernah melakukan peminjaman sehingga berisiko tinggi.
”Perlu melibatkan perbankan untuk melihat model pembiayaan yang paling cocok karena risiko di sektor informal ini cukup tinggi. Jangan sampai terjadi subprime mortgage seperti di Amerika Serikat pada tahun 2008,” kata Ali.
Syarat diperketat
Ali menyoroti persyaratan kepemilikan rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang makin ketat. Syarat itu antara lain masyarakat berpenghasilan rendah harus menyampaikan surat pemberitahuan tahunan (SPT) Pajak Penghasilan dua tahun pajak terakhir dan surat pemberitahuan masa pajak PPN tiga masa pajak terakhir bagi orang yang memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Selain itu, pembebasan PPN untuk rumah bersubsidi diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang telah terdaftar sebagai penerima manfaat program kepemilikan rumah dari pemerintah. ”(Persyaratan tambahan) Ini memang menjadi agak rumit, tetapi ini mungkin diperlukan agar rumah bersubsidi tidak salah sasaran,” katanya.
Selama ini program rumah bersubsidi kerap tersandung masalah salah sasaran.
Zulfi berpendapat, persyaratan rumah bersubsidi yang semakin ketat dinilai merupakan bagian dari proses seleksi awal. Selama ini, program rumah bersubsidi kerap tersandung masalah salah sasaran. Verifikasi dan seleksi calon penerima rumah bersubsidi perlu dilakukan oleh lembaga yang independen, seperti BP Tapera. Di sisi lain, perlu masa transisi untuk menerapkan syarat tambahan agar tidak menghambat penyerapan rumah subsidi.
Ia menilai, sosialisasi pemerintah diperlukan untuk mengimplementasikan PMK No 60/2023 dan aturan turunannya. Sosialisasi itu perlu melibatkan seluruh pemangku dan tidak sekadar formalitas sehingga penerapan dan masa transisi berjalan lancar. ”Pengembang, perbankan, dan BP Tapera harus punya visi yang sama. Sosialisasi diperlukan agar aturan tidak diterjemahkan multiinterpretasi yang dapat merugikan pengembang dan konsumen,” kata Zulfi.
Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menilai, kenaikan harga patokan rumah bersubsidi sudah sesuai dengan hitungan pengembang. Ketentuan itu melegakan karena selama hampir tiga tahun tidak ada kenaikan harga patokan rumah bersubsidi di tengah kenaikan inflasi bahan bangunan. Pihaknya menargetkan memasok 130.000 unit rumah subsidi hingga akhir tahun.
Namun, ia menyoroti penambahan persyaratan kepemilikan rumah bersubsidi, yakni terkait kewajiban pelaporan SPT pajak. ”Seharusnya syarat kepemilikan rumah bersubsidi cukup dengan masyarakat berpenghasilan rendah mempunyai NPWP karena hal ini sudah merupakan program khusus perluasan basis pajak bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Daniel.