Produksi Berpotensi Turun, Jaga Gairah Petani Berproduksi
Di tengah ancaman El Nino serta potensi penurunan produksi beras nasional tahun ini, pemerintah dinilai perlu menjaga gairah petani agar tetap berproduksi. Caranya, antara lain, melalui kebijakan harga yang berpihak.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produksi beras sepanjang Januari-April 2023 diproyeksikan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Guna menghadapi kecenderungan tersebut di tengah proyeksi El Nino yang berpotensi memicu kekeringan, gairah petani untuk tetap memproduksi padi perlu dijaga, antara lain dengan kebijakan harga yang berpihak pada mereka.
Data Badan Pangan Nasional (NFA) yang bersumber dari hasil pengamatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada April 2023 menunjukkan, produksi beras nasional pada Januari-April 2023 mencapai 12,91 juta ton atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun lalu yang tercatat 13,71 juta ton. Sementara produksi beras pada Mei dan Juni 2023 masing-masing diproyeksikan 2,73 juta ton dan 2,49 juta ton.
Di sisi lain, konsumsi beras nasional pada Januari-April 2023 mencapai 10,15 juta ton atau lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 10,03 juta ton. Konsumsi beras pada Mei juga diperkirakan naik dari 2,51 juta ton (2022) menjadi 2,54 juta ton (2023) dan pada Juni meningkat dari 2,52 juta ton menjadi 2,55 juta ton. Imbasnya, potensi surplus beras bulanan pada Mei 2023 mencapai 180.000 ton, sedangkan pada Juni 2023 berpotensi defisit sebesar 50.000 ton.
Menurut Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, situasi produksi beras yang menurun di tengah kenaikan konsumsi perlu disikapi secara hati-hati. Dia menilai, pemerintah dapat mengelola kondisi tersebut. ”Konsumsi beras meningkat karena pertumbuhan penduduk. Dalam situasi ini, faktor-faktor yang meningkatkan produksi (beras dalam negeri) perlu didorong,” katanya saat dihubungi, Senin (12/6/2023).
Ketika produksi dapat digenjot, lanjut dia, pasokan akan bertambah sehingga sumber serapan Perum Bulog untuk cadangan beras pemerintah (CBP) meningkat. Meskipun demikian, impor beras tetap direalisasikan secara terukur ketika terjadi defisit. Per Senin (12/6/2023), stok CBP yang dikelola Bulog 547.000 ton dengan realisasi pengadaan dalam negeri sebesar 616.000 ton.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa menilai, potensi produksi saat ini masih bisa mengandalkan musim tanam kedua karena kondisi iklim masih netral. Dia menilai, dampak El Nino juga belum terasa pada periode tersebut.
Potensi produksi saat ini masih bisa mengandalkan musim tanam kedua karena kondisi iklim masih netral.
Berdasarkan informasi El Nino/La Nina dari laman resmi ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) yang dimutakhirkan pada 6 Juni 2023, status sistem pemantauan menunjukkan kondisi yang netral. Artinya, kondisi iklim belum mengarah ke El Nino ataupun La Nina. Sejumlah pemodelan yang dikelola ASMC memprediksi situasi netral tersebut akan terjadi pada Juli dan seterusnya. Meskipun demikian, sejumlah model lain memperkirakan terjadi El Nino dengan tingkat sedang hingga kuat.
Oleh sebab itu, Andreas mengkhawatirkan kondisi iklim saat musim tanam ketiga. Berdasarkan data yang dihimpun selama 22 tahun terakhir, dia menilai, dampak kekeringan yang ditimbulkan El Nino pada produksi padi nasional tergolong besar. ”Jika kondisi irigasinya masih baik, petani akan menanam pada Juli-Agustus mendatang dan panen saat Oktober,” katanya saat dihubungi.
Saat ini, kata dia, petani masih bergairah menanam padi lantaran harga gabah kering panen (GKP) menarik bagi mereka. Dia berharap pemerintah menjaga kebijakan harga yang berpihak pada petani agar potensi penurunan produksi beras akibat El Nino tidak signifikan. Saat ini, penurunan produksi beras tahun ini diperkirakan 5 persen. ”Artinya, jika kebijakan harga berpihak pada petani, penurunan produksi bisa kurang dari 5 persen,” ujarnya.
Data BPS menunjukkan, rata-rata harga GKP di tingkat petani pada Mei 2023 mencapai Rp 5.583 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi 3,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan meroket 25,13 persen dibandingkan Mei 2022. Adapun data Panel Harga NFA per Senin (12/6/2023) menunjukkan, rata-rata nasional harga GKP di petani Rp 5.390 per kg.
Angka itu lebih tinggi dibandingkan harga pembelian pemerintah (HPP) yang tertera dalam Peraturan NFA Nomor 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras serta Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras. Berdasarkan regulasi tersebut, HPP GKP di tingkat petani ditetapkan Rp 5.000 per kg.
Agar kebijakan harga dapat terjaga, kata Andreas, pemerintah dan Bulog perlu mempertimbangkan kembali keputusan impor beras. Impor beras sebaiknya diputuskan pada Agustus mendatang. Selain itu, beras impor yang sudah terealisasi juga perlu dikelola penyalurannya sehingga tidak membuat harga beras petani jatuh.
Tak hanya kebijakan harga, dia menggarisbawahi pentingnya subsidi bahan bakar untuk pompa bagi petani. Petani umumnya dapat mengakses pompa, baik pribadi maupun sewa. Namun, bahan bakar untuk menyalakan pompa belum terjangkau bagi petani.
Selain itu, Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia Guntur Subagja menyatakan, petani membutuhkan sistem peringatan dini kekeringan ekstrem di wilayah produksinya. Dengan demikian, petani dapat segera menyesuaikan jadwal tanam maupun panennya. Diharapkan, strategi tersebut dapat membuat angka produksi beras nasional cenderung stabil dibandingkan tahun sebelumnya.