Saat ini permodalan minimum perusahaan asuransi konvensional, baik asuransi umum maupun jiwa, adalah Rp 100 miliar. Menurut rencana ditingkatkan menjadi sedikitnya Rp 500 miliar pada 2026 dan Rp 1 triliun pada 2028.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengamat Asuransi, Irvan Rahardjo, mengatakan, rencana Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mendorong penambahan modal memang bisa mendorong ketahanan keuangan perusahaan asuransi. Namun, hal itu tidak serta-merta membuat risiko gagal bayar kewajiban perusahaan kepada nasabah hilang.
”Asumsinya, dengan peningkatan modal disetor tidak ada gagal bayar. Padahal, tidak otomatis akan seperti itu,” ujar Irvan saat dihubungi di Jakarta, Minggu (11/6/2023).
Menurut Irvan, masih banyak faktor lain yang bisa memengaruhi risiko gagal bayar perusahaan asuransi. Faktor itu, antara lain, pengawasan regulator, integritas manajemen, dan tata kelola.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan menambahkan, rencana peningkatan modal minimum ini perlu terlebih dahulu berkaca dari kinerja keuangan pelaku industri. Saat ini banyak pelaku industri yang kesulitan memperbaiki kesehatan keuangannya.
”Industri asuransi umum saat ini tidak dalam keadaan sehat sehingga prioritas utama kami adalah bagaimana menyehatkan kembali industri tersebut,” ucap Budi.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, OJK berencana meningkatkan permodalan minimal karena persyaratan saat ini terlalu rendah dibanding risiko usahanya. OJK berencana mengubah Peraturan OJK 67/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
Saat ini permodalan minimum perusahaan asuransi konvensional, baik asuransi umum maupun jiwa, adalah Rp 100 miliar. Menurut rencana ditingkatkan menjadi sedikitnya Rp 500 miliar pada 2026 dan Rp 1 triliun pada 2028. Adapun saat ini permodalan minimal perusahaan reasuransi konvensional Rp 200 miliar. Nilai ini akan dinaikkan menjadi Rp 1 triliun pada 2026 dan Rp 2 triliun pada 2028.
Permodalan minimal asuransi syariah, baik jiwa maupun umum, Rp 50 miliar akan ditingkatkan menjadi Rp 250 miliar pada 2026 dan Rp 500 miliar pada 2028. Sementara permodalan minimal reasuransi syariah yang saat ini Rp 100 miliar akan ditingkatkan menjadi Rp 500 miliar pada 2026 dan Rp 1 triliun pada 2028.
Penguatan
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan, aturan permodalan minimum saat ini memang sudah berjalan belasan tahun. Situasi sekarang ini, industri asuransi dihadapkan pada tantangan yang lebih kompleks sehingga tambahan permodalan diharapkan bisa meningkatkan ketahanan bagi perusahaan.
”Kami bisa mengerti dan pada dasarnya setuju ini harus ditingkatkan supaya perusahaan asuransi meningkatkan ketahanan menghadapi tantangan di hari depan,” ujar Tampubolon.
Tampubolon menambahkan, pihaknya mewakili industri asuransi jiwa akan berbicara dengan OJK, apakah penambahan modal ini juga akan memengaruhi ragam jenis bisnis asuransi yang diperbolehkan. Meniru perbankan, misalnya, lanjut Budi, bank dengan modal yang lebih besar diperbolehkan menjalankan ragam bisnis yang lebih banyak ketimbang bank yang bermodal lebih kecil.