Sudah Mendesak, Program Asuransi Wajib di Indonesia
Indonesia kerap dilanda bencana atau tragedi yang menelan banyak korban serta kerugian harta benda. Termasuk potensi kerugian akibat gagal panen. Maka, pengembangan program asuransi wajib mendesak segera dilakukan.
Oleh
AGUNG WASONO
·4 menit baca
Pemberitaan Kompas di halaman pertama, 8 Maret 2023 lalu, menyajikan tiga berita penting terkait dengan bencana atau tragedi.
Yakni, banjir yang menggenangi area pemukiman dan lahan pertanian di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah; tanah longsor di Pulau Serasan, Kabupaten Natuna yang menyebabkan puluhan rumah rusak dan sejumlah orang meninggal; dan kebakaran depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, yang menyebabkan korban nyawa dan terbakarnya puluhan rumah warga.
Sebelumnya, masih lekat dalam ingatan kita, tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, yang terjadi seusai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022. Tragedi ini menyebabkan korban sebanyak 754 orang, dengan 135 orang di antaranya meninggal.
Selain kerusakan parah pada fasilitas stadion, 13 mobil juga dilaporkan rusak dibakar massa. Sementara itu, banjir yang terjadi di Kabupaten Kudus pada awal 2023 ini juga telah mengakibatkan gagal panen pada 3.756 hektar tanaman padi yang tersebar di beberapa kecamatan.
Apabila dilihat dari sudut pandang perlindungan kepada masyarakat terhadap potensi kerugian, empat berita berbeda yang terjadi di provinsi berbeda di atas sebenarnya mempunyai kesimpulan sama, yakni mendesaknya pengembangan program asuransi wajib di Indonesia.
Saat ini, meskipun Indonesia sudah memiliki beberapa program asuransi wajib, ruang lingkupnya masih sangat terbatas. Salah satu program asuransi wajib yang mungkin hampir setiap orang ikuti adalah Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
SWDKLLJ ini pada dasarnya merupakan jenis asuransi third party liability (TPL) atau asuransi perlindungan atas kewajiban hukum terhadap pihak ketiga yang akan diberikan kepada korban kecelakaan lalu lintas. Asuransi ini dibayarkan pemilik kendaraan bermotor pada saat registrasi dan perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK).
Selain SWDKLLJ yang diatur melalui peraturan Menteri Keuangan, kita mengenal asuransi kecelakaan pesawat yang preminya dibeli bersamaan dengan pembelian tiket pesawat. Asuransi ini diatur melalui peraturan menteri perhubungan.
Selain dua contoh di atas, terdapat program Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Kecelakaan Kerja yang juga merupakan program asuransi wajib. Keduanya diatur melalui undang-undang.
Apabila kita melihat contoh program asuransi wajib di beberapa negara lain, masih terdapat ruang untuk Indonesia mengembangkan atau memperluas cakupan program asuransi wajib ini.
Di Korea Selatan, misalnya, terdapat lebih dari 40 produk asuransi wajib yang diatur oleh pemerintah, di antaranya asuransi kendaraan bermotor, asuransi untuk kecelakaan gas, asuransi bencana alam, asuransi akibat polusi minyak, asuransi ganti rugi terkait bencana lingkungan, asuransi keselamatan kegiatan olahraga, asuransi fasilitas olahraga, asuransi kecelakaan lift, dan asuransi perlindungan terhadap kebakaran.
Sementara di Malaysia, terdapat setidaknya 10 produk asuransi wajib meliputi asuransi kendaraan bermotor (TPL), asuransi terhadap malapraktik kedokteran, asuransi perjalanan, asuransi kebakaran untuk bangunan perumahan dan apartemen, dan lain sebagainya.
Ilustrasi
Inisiatif pemerintah
Meskipun belum masuk menjadi program asuransi wajib, beberapa daerah di Indonesia sebenarnya telah mengembangkan inisiatif untuk melindungi masyarakat, seperti petani dari potensi kerugian akibat gagal panen. Kementerian Pertanian mendorong Program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang saat ini diklaim telah melindungi 997.960 hektar dari target 14 juta hektar sawah (Pertanian.go.id).
Melalui program ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mendaftarkan petani pada AUTP yang tersebar di 29 Kabupaten di Jateng. Di Jateng sendiri, selama April-Desember 2022, PT Jasindo telah membayar klaim ganti rugi setara dengan 520 hektar atau lebih dari Rp 3 miliar.
Inisiatif di atas adalah contoh baik yang dapat diterapkan pada risiko-risiko lain yang mungkin timbul. Misalnya, untuk wilayah perkotaan yang padat dan terdapat risiko kebakaran seperti di Jabodetabek, pemerintah perlu mendorong program asuransi kebakaran untuk tempat tinggal. Fasilitas-fasilitas penting dan berisiko seperti depo atau terminal bahan bakar perlu dilindungi dengan asuransi yang melindungi masyarakat dan rumah-rumah di sekitar depo tersebut.
Sementara untuk kegiatan-kegiatan seperti pertandingan sepak bola dan pertunjukan musik, misalnya, perlindungan untuk pemain, penonton, ofisial, sampai dengan perlindungan gedung dan fasilitasnya perlu menjadi prasyarat bagi perizinannya. Pembayaran premi asuransi perlindungan diri untuk penonton dapat dijadikan satu dengan ongkos tiket sehingga semua penonton dapat terlindungi.
Saat ini, meskipun Indonesia sudah memiliki beberapa program asuransi wajib, ruang lingkupnya masih sangat terbatas.
UU No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) telah mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan program asuransi wajib ini diatur dengan peraturan pemerintah setelah mendapatkan persetujuan dari DPR.
Terkait cakupan program asuransi wajib ini, UU P2SK juga memberikan penjelasan bahwa program asuransi wajib di antaranya mencakup asuransi tanggung jawab pihak ketiga (third party liability) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana.
Penjelasan dalam UU P2SK ini memberikan potensi perluasan asuransi wajib yang saat ini ada di Indonesia sehingga risiko-risiko yang mungkin terjadi akibat kejadian kebakaran, gagal panen, dan bencana alam dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi. Inisiatif baik yang telah ada perlu didorong agar lebih masif.
Selain menjadi sarana pengembangan dan pendalaman sektor asuransi di Indonesia, program asuransi wajib adalah wujud perlindungan yang diberikan negara pada masyarakat.
Agung Wasono, Analis Eksekutif pada Departemen Pengaturan dan Pengembangan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK)