Target Lebih Realistis, Belanja Bisa Lebih Selektif
Asumsi dasar pertumbuhan ekonomi tahun 2024 dipangkas dari 5,3-5,7 persen menjadi 5,1-5,7 persen. Target penerimaan dan belanja negara tahun depan diperkirakan juga menjadi lebih moderat dan perlu lebih selektif.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Lanskap gedung pencakar langit di Jakarta, Senin (8/5/2023). Di tengah proses pemulihan pascapandemi, pertumbuhan ekonomi RI tumbuh konsisten di atas 5 persen selama enam triwulan berturut-turut sejak triwulan IV tahun 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat sepakat untuk memangkas asumsi dasar pertumbuhan ekonomi tahun 2024. Pemangkasan target itu dinilai lebih realistis dengan melihat proyeksi kondisi perekonomian global dan berbagai faktor ketidakpastian domestik yang akan dihadapi tahun depan.
Dengan target asumsi pertumbuhan ekonomi yang lebih moderat, pemerintah pun diharapkan bisa lebih fokus menempuh strategi kebijakan yang efisien untuk mendorong belanja yang lebih berkualitas serta menjaga stabilitas harga untuk mempertahankan laju konsumsi rumah tangga.
Pemangkasan asumsi pertumbuhan ekonomi itu diambil dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Badan Pusat Statistik di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Sebelumnya, dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun Anggaran 2024, pemerintah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3-5,7 persen. Namun, kesepakatan terbaru pemerintah dan DPR, asumsi batas bawah itu diturunkan menjadi 5,1 persen, sementara asumsi batas atas tetap dipertahankan sebesar 5,7 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal, Jumat (9/6/2023), mengatakan, target 5,1 persen itu lebih realistis jika melihat kondisi perekonomian tahun depan yang masih diliputi ketidakpastian. Dengan rentang asumsi yang lebih lebar, pemerintah akan lebih mudah memenuhi target pertumbuhan ekonomi.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Aktivitas bongkar muat peti kemas dari dan ke dalam kapal barang di Terminal peti kemas New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (4/5/2023). Bank Indonesia memproyeksi ekonomi Indonesia bakal tumbuh 5 persen pada kuartal I-2023.
Core memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa lebih tinggi dari tahun ini, tetapi lebih mendekati batas bawah. “Justru batas atasnya itu 5,1 persen karena untuk bisa di atas itu kemungkinan akan sulit. Namun, wajar kalau pemerintah tidak merevisi batas atas yang tinggi, karena perlu membangun optimisme publik,” ujarnya.
Prediksi asumsi makro akan menjadi acuan dalam menetapkan target penerimaan pajak di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 kelak. Menurut Faisal, ada kemungkinan, dengan sasaran batas bawah pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, target penerimaan berpotensi ikut menurun tahun depan.
Dalam KEM-PPKF 2024, pemerintah mengusulkan sasaran penerimaan di kisaran 11,81-12,38 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau berkisar Rp 2.719,1 triliun-Rp 2.865,2 triliun.
Dengan rentang asumsi yang lebih lebar, pemerintah akan lebih mudah memenuhi target pertumbuhan ekonomi.
”Pemerintah kemungkinan tidak akan lagi memaksakan target penerimaan yang tinggi, terutama pada sektor atau obyek pajak tertentu yang tahun ini dan tahun depan masih susah pulih dan sulit mengejar target pembayaran pajak,” kata Faisal.
Ia mencontohkan, kinerja industri manufaktur yang mulai melambat, meski masih di zona ekspansif. Hal itu terlihat dalam Indeks Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Mei 2023 yang melambat 2,4 poin persentase dari level 52,7 pada bulan sebelumnya menjadi 50,3. Tren perlambatan industri padat karya juga berlanjut, dengan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perumahan karyawan yang kembali terjadi baru-baru ini.
Belanja lebih selektif
Faisal menilai, dampak dari target pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara yang melambat adalah belanja pemerintah yang juga perlu lebih selektif tahun depan. Jika target penerimaan menurun sementara defisit APBN tetap di kisaran 2,16-2,64 persen dari PDB, perlu ada penghematan dari sisi belanja, terlebih jika pemerintah tidak ingin menaikkan utang.
“Kebutuhan menetapkan ulang prioritas belanja otomatis akan semakin mendesak. Belanja harus lebih ditekan, khususnya untuk sektor-sektor yang tidak terlalu urgent, seperti subsidi dan insentif kendaraan listrik,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menilai, realistis atau tidaknya target pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tergantung pada kebijakan ekonomi seperti apa yang ditempuh pemerintah untuk mencapai rentang sasaran itu.
“Ibarat mau ke Yogyakarta dari Jakarta dan targetnya sampai hari ini. Itu, kan, tergantung naik pesawat, kereta, atau berjalan kaki. Jadi, ini masih rentang sasaran. Realistis atau tidak, pesimistis atau tidak, akan dilihat dulu dari rencana kebijakan ekonomi dan RAPBN seperti apa yang ditempuh pemerintah untuk mencapai target itu,” kata Piter.
Sebelumnya, dalam laporan Global Economics Prospect (GEP) Juni 2023, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia akan sulit mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen tahun depan. Ekonomi Indonesia diprediksi hanya akan tumbuh 4,9 persen pada tahun 2023 dan 2024, serta baru akan tumbuh ke 5 persen pada tahun 2025.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Suasana pusat perbalanjaan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (5/6/2023). Pengeluaran konsumsi rumah tangga masyarakat di Jakarta, pada triwulan I-2023, semakin menunjukkan pergerakan positif dibandingkan periode sama pada 2022. Pengeluaran ini, berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, naik 4,18 persen secara tahunan karena meningkatnya konsumsi di restoran dan hotel, kebutuhan transportasi, dan komunikasi.
Pertumbuhan ekonomi tahun ini direvisi ke atas dari 4,8 persen menjadi 4,9 persen karena faktor dibukanya kembali perekonomian China. Meski demikian, normalisasi harga komoditas dunia membuat kinerja ekspor dan laju penerimaan menurun dibandingkan tahun 2022 ketika terjadi ledakan harga komoditas (commodity boom).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, asumsi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah itu dibuat supaya lebih realistis seiring dengan perkembangan terkini serta tantangan dan risiko eksternal. Penyesuaian asumsi pertumbuhan itu dimaksudkan untuk menjaga kredibilitas perumusan Rancangan APBN 2024.
Realistis atau tidaknya target pertumbuhan ekonomi tahun depan akan tergantung pada kebijakan yang ditempuh pemerintah.
Dalam rapat kerja dengan DPR, beberapa faktor yang mengemuka adalah eskalasi tensi geopolitik dan fragmentasi global yang meningkatkan ketidakpastian ekonomi, khususnya pada sektor investasi dan perdagangan internasional. Indikasi perlambatan ekonomi juga terlihat di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat, Jerman, dan China.
Sri Mulyani meyakini kinerja perekonomian Indonesia akan tetap terjaga, tetapi pemerintah tetap perlu memperhatikan berbagai risiko yang ada. Oleh karena itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi dibuat lebih konservatif meski tetap optimistis. “Kita juga akan ada pemilihan umum tahun depan proses transformasi ekonomi dan reformasi struktural terus dilanjutkan,” ujarnya.