Genjot Penerimaan, Pemerintah Lebih Tegas Tagih Penunggak PNBP
Penerapan sistem blokir otomatis atau ”automatic blocking system” (ABS) yang lebih ketat bertujuan untuk mendorong kepatuhan perusahaan dalam membayar PNBP dan untuk mengoptimalisasi penerimaan negara.
Oleh
agnes theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mengerek penerimaan negara, pemerintah akan lebih tegas menindak perusahaan yang kerap mangkir dari kewajiban melunasi tunggakan penerimaan negara bukan pajak atau PNBP. Korporasi yang tidak segera membayarkan kewajibannya otomatis akan mengalami pemblokiran sejumlah layanan dan tidak bisa melakukan kegiatan ekspor untuk sementara.
Ketentuan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang merupakan hasil revisi atas peraturan terdahulu, PMK Nomor 155 Tahun 2021. Secara umum, ada tujuh poin besar yang diubah melalui revisi regulasi yang disahkan pada 26 Mei 2023 tersebut.
Salah satunya adalah penerapan sistem blokir otomatis atau automatic blocking system(ABS) yang lebih ketat, seperti diatur dalam Pasal 182. Ketentuan itu berbunyi, pengelola PNBP dapat menghentikan layanan kepada perusahaan (wajib bayar) yang tidak menjalankan kewajibannya dalam membayar PNBP terutang, tidak memenuhi dokumen untuk monitoring dan verifikasi pembayaran, atau tidak mempertanggungjawabkan PNBP-nya.
Selama ini, kebocoran penerimaan melalui sektor PNBP menjadi salah satu masalah yang menghambat laju pendapatan negara. Kasus seperti itu kerap ditemukan di sektor komoditas berbasis sumber daya alam seperti batubara dan sawit. Beberapa perusahaan terpantau sering mangkir dari kewajiban membayar tunggakan PNBP, tetapi masih tetap bisa mengekspor produk komoditasnya dengan leluasa.
Direktur PNBP Kementerian/Lembaga Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (DJA Kemenkeu) Wawan Sunarjo, Kamis (8/6/2023), mengatakan, penerapan sistem blokir otomatis atau ABS yang lebih ketat itu bertujuan untuk mendorong kepatuhan perusahaan dalam membayar PNBP dan untuk mengoptimalisasi penerimaan negara.
Sistem blokir otomatis sebenarnya sudah berlaku sejak 2021. Namun, tindakan terhadap perusahaan yang menunggak masih terhitung longgar. Biasanya, asal sudah membayar royalti yang bersifat self-assessment di awal pengapalan sebelum ekspor, meski masih ada sisa royalti yang harus dibayar, perusahaan terkait masih bisa melakukan ekspor berikutnya.
Ia mencontohkan, PT A sudah membayar Rp 531 miliar royalti self-assessment selama enam bulan. Namun, saat diperiksa ulang, ternyata PT A sebenarnya masih memiliki kekurangan bayar sebesar Rp 40 miliar.
”Biasanya, ketika ditagih, mereka tidak mau bayar. Tetapi, karena selama ini yang kita pikirkan itu untuk kemudahan berusaha, maka sepanjang mereka membayar royalti yang self-assessment di awal, mereka masih boleh melakukan ekspor di bulan-bulan berikutnya meski punya tunggakan,” kata Wawan dalam konferensi pers terkait PP Nomor 58 Tahun 2023 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat.
Penerapan sistem blokir otomatis atau ABS yang lebih ketat bertujuan untuk mengoptimalisasi penerimaan negara.
Melalui PMK No 58/2023, pemblokiran akses layanan akan dilakukan lebih ketat. Perusahaan yang tidak melunasi tunggakan PNBP akan langsung ditindaklanjuti dengan cara memblokir kode billing korporasi terkait dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu serta menutup akses terhadap Inaportnet (Sistem Layanan Kepelabuhanan Secara Elektronik).
Jika masih ada tunggakan, kode billing di Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) ditutup dan perusahaan tidak bisa melakukan pembayaran royalti untuk ekspor berikutnya. Konsekuensinya, korporasi bersangkutan untuk sementara tidak bisa mengekspor produk-produknya ke luar negeri.
”Jadi, sekarang kita paksa mereka untuk bayar dulu. Kalau tidak bayar, maka tidak bisa ekspor. Nanti kalau sudah bayar tunggakan, billing-nya kembali dibuka, supaya mereka bisa membayar royalti berikutnya dan bisa kembali mengirim ekspor,” ujar Wawan.
Selain memblokir kode billing, korporasi yang menunggak juga akan diblokir dari sejumlah layanan lain yang ditawarkan oleh kementerian/lembaga terkait. Pemerintah juga sedang mengupayakan integrasi sistem lintas K/L agar cakupan layanan yang dapat diblokir bisa lebih luas, status wajib bayar yang menunggak bisa cepat dideteksi, dan efek jera yang dihasilkan lebih signifikan.
Direktur PNBP Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan DJA Kemenkeu Rahayu Puspasari menambahkan, meskipun PMK No 58/2023 baru sah berlaku akhir Mei 2023, dampaknya sudah terpantau cukup efektif untuk mendorong tingkat kedisiplinan pembayaran PNBP.
Saat ini, ada dua kementerian yang sudah menerapkan sistem blokir otomatis, yakni Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dalam waktu dua minggu terakhir, pemerintah telah menjaring 150 wajib bayar yang harus menyelesaikan piutangnya di KLHK. Dari jumlah itu, ada 60 wajib bayar yang telah melunasi tunggakannya. Dari realisasi pembayaran sejauh ini, pemerintah mengantongi Rp 390 miliar.
Adapun di Kementerian ESDM, pemerintah telah menjaring 169 wajib bayar yang menunggak PNBP. Sampai pada minggu pertama penerapan sistem blokir otomatis, ada 18 wajib bayar yang sudah menyelesaikan kewajibannya. Dari pelunasan itu, pemerintah mengantongi Rp 35,78 miliar.
Puspa berharap, pengawasan yang lebih kuat ke depan akan menurunkan jumlah wajib bayar yang menunggak pembayaran iuran nonpajak itu. ”Dengan mekanisme baru ini, perusahaan tidak punya pilihan selain membayar, kalau mau meneruskan kegiatan ekspor mereka. Ini cukup memberikan efek disiplin dan membuat mereka lebih tertib,” katanya.
Dampaknya sudah terpantau cukup efektif untuk mendorong tingkat kedisiplinan pembayaran PNBP.
Secara terpisah, Peneliti Center of Macroeconomics and Finance di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Anissa mengatakan, PMK No 58/2023 adalah langkah yang baik untuk meminimalkan potensi perusahaan yang mangkir dari kewajiban membayar PNBP dan mendongkrak penerimaan negara di saat proyeksi pendapatan mulai melesu.
”Apalagi, selama ini potensi perusahaan-perusahaan mangkir itu besar. Kalau misalnya sistem blokir otomatis itu bisa diperkuat lagi sistemnya, itu bisa mendorong penerimaan PNBP kita,” kata Riza.