Pungutan dari sumber daya alam masih menjadi penopang utama penerimaan negara bukan pajak pada 2023.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerimaan negara bukan pajak atau PNBP pada 2023 diperkirakan masih akan ditopang dari pungutan sektor sumber daya alam seperti halnya tahun lalu. Ini dikarenakan harga batubara acuan dan minyak mentah Indonesia tahun ini masih akan tinggi kendati sudah mulai menurun dibandingkan 2022.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, PNBP tahun ini ditargetkan Rp 441,4 triliun, menurun dibandingkan realisasi PNBP 2022 yang sebesar Rp 588,3 triliun. Adapun target PNBP tahun ini terdiri dari pungutan sumber daya alam (SDA) sebesar Rp 196,0 triliun, komponen PNBP lain sebesar Rp 113,3 triliun, badan layanan umum (BLU) Rp 83,0 triliun, dan kekayaan negara dipisahkan (KND) Rp 49,1 triliun.
PNBP 2023 diperkirakan masih akan didominasi oleh pungutan SDA yang berkontribusi 44,44 persen dari total PNBP. Porsi ini sedikit lebih rendah dibandingkan kontribusi pungutan SDA pada PNBP 2022 sebesar 45,67 persen, tetapi jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 32,6 persen.
Besarnya kontribusi pungutan SDA ini lantaran tingginya harga komoditas batubara dan minyak mentah Indonesia di pasar dunia. Pada 2023, harga batubara acuan (HBA) diperkirakan 200 dollar AS per ton. Harga ini masih tergolong tinggi meskipun sudah menurun dibandingkan 2022 yang sebesar 277 dollar AS per ton.
Adapun harga minyak mentah Indonesia tahun ini diperkirakan juga tetap tinggi, yakni 90 dollar AS per barel.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata menjelaskan, PNBP tahun ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun 2022 karena harga komoditas SDA, seperti batubara, dan harga minyak dunia juga menurun dibandingkan 2022.
”Harga komoditas dunia memengaruhi besaran PNBP dari komponen sektor SDA. Sebab, pungutan SDA ini masih mendominasi dalam kontribusi besaran PNBP,” ujar Isa dalam diskusi dengan media bertajuk ”Strategi Kebijakan PNBP Tahun 2023 di Tengah Dinamika Perekonomian Global”, di Jakarta, Selasa (21/3/2023).
Capaian PNBP, lanjut Isa, memang berkarakteristik fluktuatif. Ini lantaran harga komoditas yang dinamis setiap tahun.
Capaian tahun berjalan
Sampai dengan Februari 2023, capaian PNBP Rp 86,4 triliun atau setara dengan 19,6 persen dari target PNBP pada APBN tahun ini. Capaian tersebut bertumbuh 86,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dilihat dari porsinya, 45,6 persen berasal dari pungutan SDA nonmigas dan 14,1 persen berasal dari pungutan SDA migas. Sisanya berasal dari PNBP lain sebesar 24,5 persen, pendapatan KND 9,4 persen, dan pendapatan BLU 7,2 persen.
Sumber lain
Direktur PNBP SDA dan KND Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Rahayu Puspasari mengatakan, arah kebijakan PNBP pada 2023 diupayakan tak hanya bertumpu pada pungutan SDA, tetapi juga mengoptimalkan sumber lain. Pihaknya akan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain untuk menjaring pendapatan yang lebih besar dari komponen PNBP lainnya. Adapun caranya antara lain mengoptimalkan dividen BUMN dengan mempertimbangkan faktor profitabilitas dan kebutuhan pendanaan perusahaan.
Selain itu, pemerintah berupaya juga mengoptimalkan PNBP dari layanan masyarakat, seperti layanan pembuatan surat di kepolisian dan layanan paspor di Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, selama ini memang pungutan dari komoditas selalu menjadi penyumbang dominan dari PNBP. Pada saat harga komoditas tinggi, lanjut Faisal, Indonesia memang akan diuntungkan dengan kenaikan PNBP dari sektor ini. Namun, harga komoditas ini tidak selamanya akan tinggi dan bisa melemah.
Ia mengatakan, pemerintah perlu terus mengoptimalkan dan menyiapkan PNBP dari sumber-sumber lain selain pungutan SDA. Namun, dalam kondisi dunia usaha yang pulih betul dari pandemi (scaring effect), peningkatan pungutan ini perlu dilakukan dengan perhitungan tepat. Jangan sampai malah bisa membebani dunia usaha yang masih mencoba bangkit dari tekanan ekonomi pandemi.
”Perlu ada upaya mendorong peningkatan PNBP dari sumber selain SDA. Tidak perlu tergesa-gesa, tapi tetap perlu ada upaya konsisten terus-menerus,” ujar Faisal.