Tujuh Perusahaan Minyak Goreng Didenda Rp 71,28 Miliar
Tujuh perusahaan minyak goreng terbukti menurunkan produksi saat kelangkaan terjadi. Untuk itu, mereka dihukum untuk membayar denda. Walakin, para perusahaan yang tak terima masih bisa menempuh jalur hukum.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menghukum tujuh dari 27 perusahaan produsen minyak goreng untuk membayar denda dengan total Rp 71,28 miliar. Perusahaan tersebut terbukti menurunkan volume produksi atau penjualan minyak goreng saat kelangkaan minyak goreng terjadi.
Hal itu disampaikan Ketua Majelis Komisi Dinni Melanie saat membacakan putusan perkara 15/KPPU-I/2022 di Ruang Sidang I KPPU, Jakarta, Jumat (26/5/2023). Saat membacakan putusan perkara, Dinni didampingi anggota Majelis Komisi, Guntur Syahputra Saragih dan Ukay Karyadi.
Dinni mengatakan, ketujuh perusahaan produsen minyak goreng tersebut melanggar Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pelanggaran terjadi pada periode Januari-Mei 2022 saat kelangkaan minyak goreng melanda.
Majelis Komisi menemukan bahwa tujuh perusahaan tersebut tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan menurunkan volume produksi dan/atau penjualan selama periode pelanggaran. Tindakan itu dilakukan secara sengaja untuk memengaruhi kebijakan HET.
”Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET,” ucap Dinni.
Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada merosotnya kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. Menurunkan volume produksi dan/penjualan saat bahan baku tersedia merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha minyak goreng kemasan.
Masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh. Saat ini kami akan mengkaji putusan KPPU sebelum menentukan langkah selanjutnya.
Adapun tujuh perusahaan tersebut meliputi PT Asianagro Agungjaya (terlapor 1) yang didenda Rp 1 miliar, PT Batara Elok Semesta Terpadu (terlapor 2) didenda Rp 15,24 miliar, dan PT Incasi Raya (terlapor 5) didenda Rp 1 miliar. Selain itu, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (terlapor 18) didenda Rp 40,88 miliar, PT Budi Nabati Perkasa (terlapor 20) didenda Rp 1,76 miliar, PT Multimas Nabati Asahan (terlapor 23) didenda Rp 8,01 miliar, dan PT Sinar Alam Permai (terlapor 24) didenda Rp 3,36 miliar.
”Pemberian sanksi administratif (denda) Majelis Komisi mempertimbangkan dampak pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha, kelangsungan kegiatan usaha atau kemampuan untuk membayar, dan dengan dasar yang jelas,” ucap Ukay Karyadi.
Seluruh denda akan dibayarkan ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha. Ukay melanjutkan, denda paling lambat dibayarkan 30 hari setelah putusan Majelis Komisi berkekuatan hukum tetap (inkracht). Apabila terlambat, terlapor 1, 2, 5, 18, 20, 23, dan 24 perlu membayar denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda.
Putusan KPPU ini belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sebab, para terlapor masih dapat mengajukan keberatan sesuai prosedur hukum. Meski demikian, saat mengajukan keberatan, terlapor tetap perlu menyerahkan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda ke KPPU paling lambat 14 hari setelah menerima putusan.
Kuasa Hukum Grup Wilmar, perusahaan terlapor 23 dan 24, Rikrik Rizkiyana, usai pembacaan putusan, merasa kecewa terkait putusan KPPU. Ia mengatakan, putusan KPPU belum inkracht dan mengikat sehingga perusahaan akan tetap menempuh jalur hukum.
”Masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh. Saat ini kami akan mengkaji putusan KPPU sebelum menentukan langkah selanjutnya,” ujarnya.
Senada dengan Grup Wilmar, Kuasa Hukum PT Salim Ivomas Pratama Tbk—perusahaan yang didenda paling banyak oleh KPPU—Santi, mengungkapkan, hasil putusan KPPU akan dilaporkan terlebih dahulu ke kliennya. ”Upaya hukumnya masih bisa (melalui) keberatan, tapi kami diskusikan terlebih dahulu,” ungkapnya.