Raksasa Teknologi Optimalkan Kecerdasan Buatan dalam Layanan
Dua raksasa teknologi seperti Meta dan Google, mengoptimalkan kecerdasan buatan dalam layanannya. Optimalisasi AI dinilai akan mempermudah para pengguna masing-masing.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Raksasa teknologi, seperti Meta dan Google, mengoptimalkan kecerdasan buatan dalam layanan masing-masing. Meta memaksimalkan layanan iklan untuk bisnis, sedangkan Google mengintegrasikan Bard dengan produk lainnya.
Sebagai perusahaan induk tiga media sosial terbesar, yakni Facebook, Instagram, dan Whatsapp, Meta berupaya memaksimalkan layanan iklan untuk pelaku bisnis. Tahun 2023, Meta berfokus pada tiga hal utama, yaitu peranan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk bisnis, layanan business messaging, dan layanan video berupa reels, istilah untuk video pendek dari Meta.
Merujuk laporan pendapatan Meta pada triwulan I-2023, terdapat 3,8 miliar pengguna aplikasi Meta secara bulanan dan 3 miliar pengguna aktif harian. Selain itu, lebih dari 200 juta pelaku bisnis memanfaatkan Meta untuk membangun bisnis dan 10 juta di antaranya juga beriklan di Meta.
Country Director untuk Meta di Indonesia, Pieter Lydian dalam acara Meta Business Update & Business Messaging, di Jakarta, Selasa (16/5/2023), mengatakan, teknologi AI sudah disematkan dalam layanan yang disediakan Meta. Bahkan, chatbot yang menggunakan algoritma natural language processing (NLP) dapat diintegrasikan pada Whatsapp, baik oleh Meta maupun pihak ketiga.
Untuk diketahui, layanan chatbot seperti ChatGPT memantik inovasi teknologi AI di bidang komunikasi antara manusia dan komputer dengan menggunakan bahasa keseharian. Meskipun demikian, Meta memanfaatkan AI untuk berbagai konten yang dimiliki seperti feed (konten di beranda media sosial), stories (momen yang dibagikan dan dilihat orang lain), dan reels.
”Kami memanfaatkan teknologi AI pada rekomendasi konten. Salah satunya adalah personalisasi layanan iklan. Meta berinvestasi besar pada hal tersebut agar pengiklan lebih pintar dan iklan lebih tepat,” ujar Pieter.
AI menghadirkan persaingan antara orang yang mampu menggunakan AI dan yang tidak. Karena itu, siapa yang bisa mengoperasikan AI tentu akan diuntungkan.
Ada tiga fokus utama pengembangan AI untuk periklanan di Meta. Pertama, infrastruktur dalam membantu peningkatan kinerja dan efisiensi sistem iklan. Kedua, pemodelan AI yang berfokus pada akurasi konversi iklan dari pelaku usaha. Ketiga, pengalaman untuk mengotomatisasi langkah-langkah yang perlu diambil pengiklan dalam mengoptimalkan tujuan bisnis.
Selain Meta, baru-baru ini Google merilis Bard, layanan komunikasi antara manusia dan komputer seperti ChatGPT. Saat ini, Bard tersedia di 180 negara dalam bahasa Inggris, Jepang, dan Korea. Menurut rencana, Bard juga akan segera menyediakan 40 bahasa lainnya.
Kepala Komunikasi Google Indonesia Jason Tedjasukmana, menuturkan, Google ingin Bard sebagai rumah kreativitas, produktivitas, dan keinginan penggunanya. Layanan itu juga akan dihubungkan pada aplikasi Google, seperti G-mail, mesin pencari, dan lainnya.
”AI tersedia di seluruh produk Google, termasuk Indonesia. Contohnya bisa dilihat dari kemampuan AI pada smart compose di G-mail ataupun penelusuran di Google Photos,” kata Jason.
Menurut peneliti ekonomi digital dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ajisatria Suleiman, perkembangan teknologi AI akan berdampak pada seluruh sektor. Karena itu, perang inovasi kecerdasan artifisial bukan antara perusahaan besar dengan kecil, melainkan orang yang mampu menggunakan AI dan yang tidak.
”AI menghadirkan persaingan antara orang yang mampu menggunakan AI dan yang tidak. Karena itu, siapa yang bisa mengoperasikan AI tentu akan diuntungkan,” ucapnya.
Saat ini, perkembangan AI harus dipandang sebagai inovasi yang memudahkan pekerjaan manusia. Ajisatria mencontohkan pengacara yang melakukan riset dan perumusan dokumen dengan AI akan lebih efisien kerjanya dibandingkan yang tidak menggunakan AI.
Meskipun demikian, peran manusia masih krusial dalam memastikan akurasi dan produk yang dilahirkan. Kecepatan operasi AI tidak serta-merta akurat dan bisa dipertanggungjawabkan.