Kita semua memang saatnya menerima kehadiran AI daripada berbantah atau menolaknya.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
KOMPAS/DIDIT PUTRA ERLANGGA RAHARDJO
Pengujian atas kemampuan kecerdasan buatan diperlihatkan untuk ponsel pintar yang menggunakan sistem dalam cip (SOC) Kirin 970 pada pertengahan Oktober 2017. Dengan fitur kecerdasan buatan, ponsel pintar bisa mengelola informasi lebih baik untuk menghasilkan rekomendasi lebih relevan bagi pengguna yang dilakukan secara luring.
Kecerdasan buatan (AI) bakal makin berdampingan dengan keseharian umat manusia. Kita kemudian bertanya, apa yang perlu kita siapkan baik sebagai pribadi, pemimpin negara, pemimpin bisnis?
Perkembangan AI masih akan terjadi secara eksponensial. Pada waktu mendatang, bukan tidak mungkin terjadi lompatan-lompatan besar yang membuat warga dunia tercengang. Wajar jika di dalam masyarakat terdapat perbedaan pandangan dalam menyikapi lompatan teknologi itu. Pandangan berbeda-beda, ada yang takut, khawatir, fun, atau berharap banyak akan AI.
Namun, yang pasti, perkembangan AI tak bisa dihentikan atau dibuat mundur. Seperti manusia, teknologi AI akan terus berkembang, maju, dan dapat mewujudkan banyak hal. Dampak baik dan buruk pasti ada. Bias dalam penggunaan AI pasti ditemui. Hal-hal baik yang timbul dari penggunaan AI perlu dikawal, sedangkan yang buruk harus diminimalkan (Kompas, 6/3/2022).
SEKAR GANDHAWANGI UNTUK KOMPAS
Tampilan beranda aplikasi MyHealth Diary. Aplikasi ini diperkenalkan pada publik pada Jumat (1/2/2019) di Jakarta.
Melihat perkembangan isu AI dengan dipicu kemunculan mesin obrolan ChatGPT beberapa waktu lalu yang dibuat oleh OpenAI, sudah saatnya menerima kenyataan bahwa AI bakal menyelesaikan berbagai kerja manusia, termasuk kerja sebagian otak kita. Sikap menerima ini lebih penting dibandingkan dengan kita berbantah soal AI.
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam seminar yang diadakan Kompas kemarin juga mendorong agar kehadiran teknologi AI diterima seperti kala manusia menerima jam saat ingin mengecek waktu dibandingkan ke luar ruangan untuk melihat posisi matahari. Contoh lainnya adalah orang memilih mesin pencari ketika hendak mengetahui data pribadi seseorang dibandingkan mengecek data di lembaga ataupun dokumen orang tersebut.
Sebagai pribadi kita perlu juga menerima kenyataan kehadiran kecerdasan buatan. Sebagian urusan kita akan dikerjakan oleh AI. Penerimaan akan membuat kita makin kreatif, berpikir tentang masa depan, dan terus melakukan perubahan. Semisal, beberapa di antara kita yang bekerja di dunia pendidikan merasa cemas dengan kehadiran ChatGPT karena bisa mempermudah plagiasi. Akan tetapi, kita bisa memanfaatkan ChatGPT sebagai bahan pengajaran dari mulai tentang teknologi, etika, hingga cara kita menyikapinya. Kita malah bisa memanfaatkan hasil dari ChatGPT untuk bahan pengajaran dan bahan diskusi di kelas. Kita masih ingat, mereka yang terlambat menerima teknologi pada akhirnya tertinggal dan menyesal kemudian.
Sebagai pemimpin negara atau mereka yang mengelola negara, kemampuan AI tentu bisa dimanfaatkan untuk analisis-analisis masalah. Aparat negara bisa diajak untuk meningkatkan kemampuannya dengan menggunakan teknologi AI, seperti analisis tentang masalah perkotaan, pertahanan, kriminalitas, ataupun ancaman ekonomi.
Dunia bisnis yang tengah sibuk melakukan transformasi digital perlu segera mengadopsi teknologi AI. Pemimpin bisnis perlu mengambil sikap tidak duduk tenang dengan perubahan terbaru ini. AI di dunia bisnis akan lebih kencang dan bisa mendisrupsi bisnis kita. Perencanaan hingga eksekusi bakal menggunakan AI. Kita semua memang saatnya menerima kehadiran AI daripada berbantah atau menolaknya.