Pelaku usaha dari skala mikro kecil hingga besar terlibat dalam rantai produksi industri TPT dan alas kaki. Perlu perhatian dan komitmen bersama agar daya saing sektor padat karya ini dapat didongkrak.
Oleh
MEDIANA, BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Aktivitas produksi garmen PT Pan Brothers Tbk di Kota Tangerang, Banten, Senin (27/3/2023). Dengan jumlah pekerja sebanyak 30 ribu orang, Pan Brothers mempunyai kapasitas produksi mencapai 117 juta potong garmen setara kaos polo per tahun. Dari jumlah tersebut 97 persen diantaranya untuk untuk memenuhi pangsa ekspor.
Industripadat karya tekstil, produk tekstil, dan alas kaki menghadapi beragam tantangan, mulai dari menurunnya permintaan ekspor, serbuan impor, hingga biaya tenaga kerja. Tidak sedikit yang kesulitan bertahan. Namun, selalu ada pula yang tetap bisa berinovasi dan berekspansi.
Upaya ekspansi, misalnya, dilakukan oleh PT Pan Brothers Tbk. Vice President Director Pan Brothers Anne Patricia Sutanto dalam wawancara beberapa waktu lalu mengatakan, ekspansi tahun ini difokuskan, antara lain, untuk mengembangkan otomasi.
”Pada saat pandemi Covid-19, kami menerapkan dua sif pekerja. Kalaupun ada ekspansi, kami ingin ada lebih dari dua sif dan apalagi memanfaatkan otomasi (bisa sif tiga dan ada kemungkinan tambah pekerja). Ketika market naik (rata-rata penjualan naik), kami bisa memberikan nilai tambah itu,” ujarnya.
Anne menjelaskan, Pan Brothers bertahan karena memiliki keunikan dengan fokus produksi pada outwear musiman. Jenis produksi ini punya kompleksitas skala menengah dan tinggi. Di Indonesia, tak banyak produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) yang menggarap spesifikasi produk ini. ”Kami juga bawa (mengerjakan) banyak brand secara grup. Lebih dari 10 brand,” ujarnya.
Baca juga:
Pan Brothers berekspansi ke Jawa Tengah sejak 2007. Jawa Tengah dinilai sebagai lokasi investasi padat karya yang strategis. Ekspansi itu dilakukan sebagai strategi mencapai visi menjadi perusahaan pemasok pakaian yang terpadu, berkelanjutan, dan mendunia.
Aktivitas produksi garmen PT Pan Brothers Tbk di Kota Tangerang, Banten, Senin (27/3/2023).
Rantai pasok
Officer Asia Floor Wage Alliance Rizki Estrada menyebutkan, dalam tiga dekade terakhir, struktur lapangan kerja di sektor industri padat karya, terutama garmen di Asia, makin terorganisasi di dalam rantai pasok global. Rantai pasok garmen didorong dan dipimpin perusahaan multinasional.
Perusahaan multinasional ini umumnya mempromosikan model bisnis ”mode cepat”. Pemasok lanskap itu tergolong kompleks, berlapis-lapis, dan kompetitif, melibatkan kontraktor dan subkontraktor yang tersebar lintas sektor, baik formal maupun informal.
Kontraktor dan subkontraktor pun berhadapan dengan tantangan, seperti biaya tenaga kerja, potensi gangguan produksi dan otomatisasi proses, serta tekanan menuju transisi bisnis yang berkelanjutan.
Relokasi pabrik garmen, tekstil, dan alas kaki di daerah dengan upah lebih murah bukan hanya terjadi di Indonesia. Itu menjadi cara mengurangi tekanan biaya tenaga kerja.
Rizki mengatakan, relokasi pabrik garmen, tekstil, dan alas kaki di daerah dengan upah lebih murah bukan hanya terjadi di Indonesia. Itu menjadi cara mengurangi tekanan biaya tenaga kerja.
Di Indonesia, kenaikan upah minimum selalu jadi polemik. ”Pemerintah bisa ikut memberi solusi dari sisi upah, misalnya penetapan upah layak sektoral, bukan lagi upah minimum,” ujar Rizki.
Adapun peneliti Center of Industry, Trade, and Investment di Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, menjelaskan, karakteristik industri hilir tekstil dan alas kaki adalah bergantung pada pemegang merek. Investor membutuhkan biaya lahan murah dan biaya tenaga kerja yang terjangkau.
”Beberapa daerah di Indonesia menyediakan hal itu,” ujarnya. Hal ini menjelaskan faktor yang memengaruhi fenomena relokasi dan pendirian pabrik padat karya sektor hilir tekstil dan alas kaki baru yang cenderung mengarah ke Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Karakteristik industri hilir tekstil dan alas kaki adalah bergantung pada pemegang merek.
Ahmad meyakini, investor hilir tekstil dan alas kaki tetap memerlukan lokasi yang bisa menjadi basis produksi pada jangka panjang. Investor hilir tekstil dan alas kaki juga umumnya sudah menentukan volume produksi, model/desain, alat yang digunakan, hingga jenis bahan baku. Target pasar pun ditentukan.
Terkait bahan baku, misalnya, investor bisa bermitra dengan pemasok di dalam dan luar negeri. Pilihan tentu jatuh pada pemasok paling kompetitif.
Pelaku usaha dari skala mikro kecil hingga besar terlibat dalam rantai produksi industri TPT dan alas kaki. Perlu perhatian dan komitmen bersama agar daya saing sektor padat karya ini dapat didongkrak.