Harga Pakan Terus Meningkat, Pembudidaya Lele Kian Terpuruk
Kenaikan harga pakan berimbas pada kemampuan pembudidaya untuk bertahan. Bagi yang tidak mampu bertahan akan beralih profesi atau berhenti budidaya ikan.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harga pakan ikan yang terus meningkat membuat biaya produksi budidaya lele semakin mahal dan para pembudidaya kian terpuruk. Sementara daya beli masyarakat untuk konsumsi lele belum pulih seutuhnya. Para pembudidaya perlu merumuskan strategi baru untuk menyiasati kerugian.
Ketua Umum Asosiasi Pembudidaya Lele Seluruh Indonesia (Aplesi) Ibnu Subroto mengatakan, dinamika yang terjadi di pembudidaya lele selalu pasang surut. Saat ini kenaikan harga bahan baku pakan menyebabkan harga pakan ikan meningkat. Hal ini membuat sejumlah pembudidaya lele tidak mampu bertahan dan beralih profesi.
”Harga pakan ikan lele dari 2016 hingga 2021 berada dalam rentang Rp 7.000-Rp 9.000 per kilogram-nya. Namun, kini harga pakan menyentuh Rp 12.000 yang berpengaruh pada biaya produksi pembudidaya,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (7/5/2023).
Pembudidaya lele umumnya mengandalkan secara penuh pakan dari produsen untuk kegiatan akuakultur. Ini membuat dinamika yang terjadi pada harga pakan berdampak langsung pada pembudidaya dari segi keuntungan dan kerugian. Kondisi ini, lanjut Ibnu, telah berlangsung bertahun-tahun dan membuat pembudidaya kerap merugi.
Pembudidaya yang bertahan, kata Ibnu, mayoritas menjual langsung ikan produksinya pada konsumen. Misalnya, pembudidaya yang menjual langsung ke rumah makan, pasar, dan lainnya. Sementara pembudidaya yang menjual kepada tengkulak tidak dapat bertahan karena harga ikan sudah ditentukan tanpa negosiasi.
Merujuk data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jumlah pembudidaya ikan air tawar terus menurun dari 2018 sebanyak 2,68 juta orang ke 1,39 juta orang tahun 2021. Sementara itu, Angka Konsumsi Ikan (AKI) kian meningkat dari 50,69 kilogram per kapita pada 2018 hingga 56,48 kilogram per kapita pada 2022.
Paling tidak sudah punya 40 kolam dan setiap kolamnya berisi 5 kuintal ikan lele yang mampu bertahan. Sementara pembudidaya yang hanya punya 5-10 kolam dan berisi 3.000 ekor ikan cukup sulit.
Ketua Pembudidaya Ikan Mina Ngremboko Saptono menuturkan, kenaikan harga pakan membuat pembudidaya kecil dan baru tidak dapat bertahan. Hanya pembudidaya yang sudah lama ataupun memiliki modal besar yang bisa bertahan.
”Paling tidak sudah punya 40 kolam dan setiap kolamnya berisi 5 kuintal ikan lele yang mampu bertahan. Sementara pembudidaya yang hanya punya 5-10 kolam dan berisi 3.000 ekor ikan cukup sulit,” kata Saptono.
Oleh karena itu, pembudidaya kecil perlu membentuk kelompok-kelompok untuk berkolaborasi dalam kegiatan budidaya. Selain itu, mereka secara berkelompok dapat memasarkan produk hasil budidayanya.
Ketua Umum Asosiasi Pakan Mandiri Nasional (APMN) Syafruddin Darmawan menjelaskan, kenaikan harga pakan telah berlangsung dari awal pandemi Covid-19 dan diperparah situasi perang Ukraina-Rusia. Kondisi ini menyebabkan naiknya harga bahan baku pembuatan pakan, seperti bungkil kedelai (soy bean meal), gandum, dan dedak.
”Harga pakan tentu berbeda-beda di setiap daerah. Tergantung pada kandungan protein dalam pakannya. Semakin tinggi, maka kian mahal pula,” katanya.
Saat ini, pabrik pakan juga mengurangi produksi karena penurunan jumlah bahan baku yang dapat didapatkan. Menurut Syafruddin, seluruh pihak terkait dan pemerintah perlu duduk bersama mencari jalan keluar dari masalah ini.
Menurut dosen Departemen Perikanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Ignatius Hardaningsih, di tengah dinamika kenaikan harga pakan, para pembudidaya perlu merumuskan strategi untuk terus bertahan. Ini seperti memisahkan ikan berdasarkan ukuran untuk meningkatkan efisiensi pakan.
”Harga ikan konsumsi masih belum bisa mengikuti kenaikan harga pakan. Jadi, para pembudidaya harus bersiasat kalau ingin bertahan. Apalagi untuk pembudidaya kecil dan baru,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2023 mencapai 5,03 persen secara tahunan (year on year). Walakin, sejumlah indikator kunci belum kembali ke kondisi normal. Misalnya, konsumsi rumah tangga yang masih di bawah level 5 persen (Kompas.id, 6/5/2023). Oleh karena itu, menurut Ignatius, meredanya Covid-19 tidak serta-merta memulihkan kondisi ekonomi nasional. Pembudidaya perlu sabar dan merumuskan strategi.
Pembudidaya dalam paruh waktu kegiatan dapat memisahkan ikan sesuai dengan ukurannya. Misalnya, memisahkan ikan saat satu bulan pertama dalam kurun waktu panen dua bulan. Siasat ini mampu menurunkan food convertion ratio (FCR)—konversi pakan ke bobot ikan—lele dan menurunkan biaya produksi. Secara spesifik, untuk lele dengan FCR 1 dapat diturunkan hingga 0,9. Artinya, hanya butuh 0,9 kilogram pakan untuk menambah 1 kilogram bobot ikan.