Pengendalian laju inflasi serta pemanfaatan momentum Ramadhan-Lebaran 2023 dan belanja politik menjadi penting bagi pemulihan konsumsi rumah tangga.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
KOMPAS/M PASCHALIA JUDITH J
Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono dalam konferensi pers terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan-IV 2023 di Jakarta, Senin (6/2/2023)
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 sebesar 5,31 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga belum pulih ke posisi sebelum pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, pengendalian laju inflasi serta pemanfaatan momentum, seperti Ramadhan-Lebaran 2023 dan belanja politik, menjadi penting bagi pemulihan konsumsi rumah tangga.
Pada Senin (6/2/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai produk domestik bruto (PDB) Indonesia per triwulan-IV 2022 berdasarkan acuan dasar harga berlaku mencapai Rp 5.114,9 triliun. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai PDB itu tumbuh 0,36 persen. Apabila dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, nilai PDB tersebut tumbuh 5,01 persen.
Dengan demikian, perekonomian Indonesia secara kumulatif sepanjang 2022 tumbuh 5,31 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kinerja pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2019 atau sebelum pandemi yang tercatat sebesar 5,02 persen.
Menurut komponen pengeluaran yang membentuk PDB, Kepala BPS Margo Yuwono menggarisbawahi pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) sepanjang 2022 masih belum pulih dibandingkan dengan kinerja sebelum pandemi. Dengan andil mencapai 51,87 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga Indonesia sepanjang 2022 sebesar 4,93 persen ketimbang tahun sebelumnya. Sebelum pandemi, pertumbuhan tahunannya dapat mencapai 5,04 persen.
”Pengendalian inflasi patut menjadi perhatian. Inflasi dapat mengganggu daya beli masyarakat. Upaya dalam menjaga kestabilan harga menjadi penting dalam menjaga daya beli masyarakat sehingga konsumsi dapat tumbuh seperti sebelum pandemi,” ujar Margo dalam konferensi pers secara hibrida di Jakarta.
Data BPS menunjukkan, sepanjang 2022, laju kenaikan indeks harga konsumsi atau inflasi mencapai 5,51 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Inflasi pada Januari 2023 sebesar 5,28 persen ketimbang periode sama tahun sebelumnya. Kedua nilai itu lebih tinggi dibandingkan dengan target pengendalian inflasi pemerintah yang sebesar 2-4 persen. Adapun inflasi sepanjang 2019 sebesar 2,72 persen.
Berdasarkan subkategori pengeluaran komponen rumah tangga, data BPS menunjukkan, ada tiga kelompok dengan pertumbuhan kumulatif sepanjang tahun 2022 lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2019. Ketiga kelompok itu adalah konsumsi makanan dan minuman (selain restoran), perumahan dan perlengkapan rumah tangga, serta kesehatan dan pendidikan.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menilai, belum pulihnya konsumsi rumah tangga salah satunya disebabkan oleh angka pengangguran masih belum kembali ke posisi sebelum pandemi. Sejumlah pekerja yang dirumahkan akibat pandemi belum dipekerjakan kembali. Selain itu, terjadi transisi permanen dari pekerja formal ke sektor informal. Faktor-faktor ketenagakerjaan itu relatif berdampak pada konsumsi masyarakat secara agregat.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, belanja masyarakat pada periode Ramadhan-Lebaran 2023 menjadi momentum untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua tahun ini.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pengunjung berbelanja kebutuhan rumah tangga di Foodmart, Plaza Semanggi, Setiabudi, Jakarta, Senin (6/2/2023). Perekonomian Indonsia mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,31 persen secara kumulatif sepanjang 2022. Konsumsi rumah tangga yang biasanya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, saat ini belum pulih. Lemahnya daya beli masyarakat karena pandemi Covid-19 menjadi penyebabnya.
”Selain itu, belanja politik akan mendorong daya beli masyarakat yang akan bergerak pada triwulan IV-2023,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring, Senin.
Inflasi impor
Terkait dengan inflasi, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menambahkan, pengendalian inflasi akibat bahan baku impor patut diwaspadai. Kestabilan inflasi impor itu dapat dijaga dengan kebijakan suku bunga acuan yang memperhatikan keseimbangan antara menarik arus dana masuk dan menahan arus dana keluar yang turut berdampak pada nilai tukar rupiah.
Selain itu, komponen pengeluaran belanja pemerintah sepanjang 2022 terkontraksi 4,51 persen. Pertumbuhan negatif itu disebabkan oleh menurunnya belanja barang dan jasa pemerintah serta belanja sosial. Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan menunjukkan, realisasi belanja bantuan sosial sepanjang tahun 2022 sebanyak Rp 161,03 triliun. Jumlah tersebut terkontraksi 7,27 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.